~Seperti biasa Reyhan dan Raina berangkat sekolah sangat pagi. Dimana keadaan sekolah benar-benar sangat sepi. Tidak ada lagi orang selain kedua bersaudara itu. Mereka akan belajar, atau melanjutkan tidur mereka satelah sampai di kelas. Menunggu bell pelajaran pertama dimulai.
Seperti yang dilakukan Reyhan saat ini. Ia membaca buku sejarah. Matanya yang tertuju dibuku, tidak sesuai dengan pikirannya yang melayang kemana-mana. Bisa dikatakan, Reyhan saat ini melamun.
Ia memikirkan kejadian kemarin sore. Ketika Ia bertemu lagi dengan Nanda setelah tujuh tahun lamanya.
Bagaimana pendapatnya pertama kali ketika bertemu, Nanda memang sangat banyak berubah.
Dulu Ia tidak seputih dan secantik kemarin. Dan penampilannya, terlihat sekali jika Ia memang orang kaya. Hal itu membuat Reyhan tersenyum miris.
Ia sangat yakin bahwa Nanda telah hidup enak dan nyaman sampai sekarang. Tapi lupa dengan kedua anak yang ditinggalkan. Seorang Ibu yang dengan mudah melupakan anak, apakah masih pantas disebut Ibu?
Rasa-rasanya Reyhan sudah enggan menyebut nama itu. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, bahwa Ia lahir kedunia ini melalui pintu dari sang Ibu. Pun juga dengan Raina.
Dan, Reyhan belum menceritakan kejadian kemarin dengan Raina. Semalam, Ia hanya mendengarkan cerita Raina. Tanpa ingin menceritakan kejadian kemarin sore.
Takut Raina tidak ingin mendengar cerita seperti itu. Karena sejak kecil Ia memang tidak begitu merasakan kasih sayang sang Ibu. Dan Nanda, adalah orang pertama yang Raina benci dalam hidupnya.
"Rey!"
Suara keras dan cempreng itu membuyarkan lamunan Reyhan. Tubuhnya berjingkrak kaget. Karena saking asiknya melamun, Reyhan sampai tak menyadari jika kelas sudah mulai ramai teman-temannya.
"Dari tadi Rey?" Tanya Tasa sambil duduk di kursinya. Ia meletakkan tasnya di atas meja.
"Iya." Balas Reyhan. Ia tersenyum ramah pada Tasa. Menyembunyikan overthinking nya sejenak.
"Kemarin waktu lo ngga berangkat sepi." Ungkap Tasa. Ia menunjukan raut sedih.
Alis Reyhan berkerut. Ia tidak merasa jika, Ia adalah sumber murid ramai di kelas. "Hah? Serius?"
"Iya sepi, disini Tapi." Ucap Tasa sambil menunjuk hati Reyhan.
Reyhan mematung, arah pandangnya mengikuti telunjuk Tasa. Lantas Ia hanya tersenyum kemudian sedikit tertawa.
Tasa menatap Reyhan penuh binar dengan senyuman lebar. Rasa nyaman itu kembali datang saat berdua bersama Reyhan. Rasanya seperti candu, Ia ingin perasaan nyaman ini bisa Ia rasakan setiap hari.
"Kalo gitu, kita beda." Ucap Reyhan setelahnya. Tasa mengerutkan alisnya, telunjuknya Ia turunkan.
"Maksutnya?" Tanya Tasa mengikuti nada bicara Reyhan sebelumnya.
"Ada apa engga ada nya lo disamping gue, lo tetep ada disini dan disini." Ucap Reyhan sambil menunjuk hati dan pikiran. Kemudian cowok itu tersenyum.
Tasa merona. Niat hati ingin membuat Reyhan salah tingkah, malah salah tingkah sendiri. Pepatah bilang, senjata makan tuan.
"Dan sekarang, pipi lo merah Hana." Goda Reyhan dengan senyuman jahil. Ia suka melihat rona itu. Dan Ia juga suka melihat senyum dan tawa itu. Yang berasal dari satu manusia bernama, Tasa Magdelia Hana.
"Sialan lo Rey!" Tasa menutup pipinya dan memukul keras pundak Reyhan. Lalu dua orang itu tertawa bersama.
Sejenak masalah dua orang yang sedang tertawa itu terlupakan. Walau hanya sesaat. Setidaknya, secara tidak langsung, seseorang tersebut menjadi alasannya untuk bertahan. Dan mencegahnya untuk melakukan sesuatu yang fatal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not
Ficção AdolescenteTidak ada yang mudah didunia ini, semuanya sangat sulit. Jika ingin yang mudah dan menyenangkan, maka kamu harus berjuang dulu. -Sun, Jun 26-22 -6.36 End -Mon, Oct 24-22 -8.10