Epilog

1 0 0
                                    


~

Masih dengan setelan hitamnya. Raina masuk kedalam kamar Reyhan. Ia baru saja pulang dari makam. Langkah Raina berjalan menuju meja belajar. Ada sesautu yang ingin Ia ketahui di sana.

Raina membuka laci belajar Reyhan. Di laci ini, hanya terdapat satu buku polos berwarna hitam. Buku yang selalu mencuri rasa penasarannya.

Sebab ketika Ia masuk kamar Reyhan, Reyhan selalu terlihat buru-buru menyimpan buku ini. Seolah tak membiarkan Raina mengintipnya barang sedikit pun.

Dengan gerakan pelan gadis itu membuka lembar pertama buku tersebut.

Di sana tertulis tanggal bulan dan tahun, di mana Reyhan pertama kali didiagnosa mengidap penyakit mematikan itu.

Raina membaca dengan air mata yang menetes di buku itu. Kemudian Ia membuka lembar demi lembar buku tersebut, dan terus membacanya.

Sampai pada halaman yang kosong, hanya ada tulisan tanggal, bulan, dan tahun saja di pojok kanan atas. 1 Mei 2022 Masehi. Kertas itu terlihat berbeda dari kertas lain. Seperti bekas air yang dibiarkan mengering di sana.

Lalu, Raina membuka lembar selanjutnya. Ia pun membacanya.

2 Mei 2022 Masehi.

Habis pulang dari pemakaman ibunya Sabrina. Tangan ini rasanya lemes banget buat nulis di sini. Jadi takut kalau sampai gilirannya datang. Apa bakalan ada yang nangisin? Pasti ada kan.

Jadi inget Raina sama kata-kata kejamnya tadi malam. Harusnya kalo semalem ngga terjadi, mungkin Raina di sini nenangin gue dari rasa takut. Tapi nasi udah jadi bubur.

Kata-kata Raina semalem, bener semua si. Gue yang kebanyakan drama. Harusnya mah kalo lemah lemah aja. Ngga usah sok kuat.

Ini akibatnya berlaga sok kuat, Hana jadi pergi kan.

Seandainya waktu bisa diputar, gue bakalan jujur kesemua orang kalo gue sakit. Seandainya waktu bisa diputar, gue bakalan jaga tubuh gue biar ngga sakit. Dan seandainya boleh memilih, gue ngga mau sakit.

Rasanya semakin hari, waktu gue di .sini ngga banyak. Tiap hari, gue rasa, tubuh gue semakin lemah. Gampang kecapean dan lebih sering kambuh.

Buat jaga-jaga kalo emang ngga bisa, dan ngga sanggup buat ngucapin rasa terimakasih dan maaf, gue tulis di buku ini. Gue yakin Raina pasti orang pertama yang baca buku ini. Iya kan Rai?

Tubuh  Raina bergetar hebat. Kepalanya otomatis mengangguk. Membaca buku ini, baginya dapat merasakan kembali hadirnya Reyhan di dalam kamar ini. Ia jadi membayangkan Reyhan menulis di meja belajar yang sedang Ia duduki sekarang ini.

Buat Raina. Mohon maaf sebesar-besarnya karena ngga bisa jadi abang yang kuat. Yang bisa melindungi adiknya, dan ngejaga adiknya dengan kuat. Di sini malah kebalik, lo yang kuat ngejagain gue yang lemah.

Kuat banget malah, lo dipaksa dewasa sama keadaan. Lo dipaksa menerima semua keadaan. Mungkin kalo orang lain yang ngejalanin itu, belum tentu sekuat itu Rai. Terimakasih ya.

Raina mengusap air matanya. Ia meyakinkan hatinya untuk membuka halaman selanjutnya.

Untuk Papa. Aku juga minta maaf Pa. Ngga bisa meranin peran abang yang seharusnya. Di sini adik aku Pa, yang jagain aku waktu sakit. Aku minta maaf banget.

Hope NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang