Bab 6

5 1 0
                                    


~

"Kenapa lo suka disini?" Tanya Tasa ketika sudah sampai diujung dermaga. Mereka berdiri dan melihat cahaya matahari sore yang indah.

Reyhan menghembuskan nafas sebelum menjawab. Ia tersenyum, lalu menoleh pada Tasa. "Karena nenangin."

Tasa menoleh. Alisnya berkerut. "Nenangin?"

Reyhan mengangguk.

"Kenapa selalu nenangin. Lo ngga ada jawaban lain, atau alasan lain?" Tasa tampak penasaran.

Reyhan memutuskan pandangan, Ia kembali menatap cahaya didepan sana. Menyusun rangkaian kata untuk menjawab penasaran Tasa. "Karena, hidup akan terasa nikmat, kalo kita tenang. Ngga dikejar dengan apapun, atau takut dengan apapun."

Tasa berfikir tentang jawaban Reyhan. Ia ikut memandang cahaya langit orange. "Maksud lo? Emang lo lagi dikejar sesuatu? Atau takut sesuatu?"

Reyhan menoleh. Ia menangguk. "Semua orang pasti punya ketakutan masing-masing Hana. Tinggal kita ngejalaninnya gimana. Kalo kita tenang, perlahan namun pasti, rasa takut itu juga akan hilang."

Tasa tampak mengerti. Ia manggut-manggut paham.

Reyhan tersenyum melihatnya. Ia kembali melihat senja, menikmati ketenangannya.

"Rey! Foto yuk!" Ucap Tasa antusias. Ia menarik tangan Reyhan agar berdekatan dengannya.

Tasa yang pendek kesusahan memposisikan kamera agar kepala Reyhan juga ikut terlihat. Karena kesal, Ia pun menurunkan ponselnya dan menatap Reyhan dengan wajah kesalnya.

"Ngga jadi?" Tanya Reyhan.

"Lo yang pegang, gue pendek!" Kesal Tasa. Ia kemudian menyerahkan ponselnya pada Reyhan.

Reyhan tertawa renyah. Ia kemudian mengangkat ponselnya dan mengacak rambut Tasa.

Gerakan spontan Reyhan tak dapat Tasa hindari. Saat kamera menangkap gambar, yang jelas tertangkap, wajah terkejut Tasa dengan tangan Reyhan diatasnya dan wajah bahagia Reyhan.

"Ck! Wajah gue jelek. Ulang!" Kesal Tasa. Alibinya untuk menutupi rasa malunya.

Kemudian dua insan itu mengambil beberapa tangkapan.

"Terakhir ya!" Ucap Reyhan. Ia merasakan tubuhnya yang lelah. Kepalanya mulai pening.

"Eh bentar Rey!" Tasa mengusap ponselnya, ketika Ia melihat noda di layar. Namun anehnya noda itu tidak menghilang. Ia kemudian menoleh panik. "Rey lo mimisan!"

Reyhan seketika sadar. Ia kemudian mengusap bawah hidungnya. Benar saja, Ia mimisan. Sial! Kepalanya semakin terasa pusing. Ia hampir saja jatuh, jika Tasa tidak segera menangkapnya.

"Rey lo ngga apa-apa?" Tanya Tasa. Ia menatap Reyhan khawatir. Ia ingin melihat wajah Reyhan. Namun, Reyhan menunduk dalam. Sengaja tidak memperlihatkan.

"Ngga, gue ngga apa-apa", balas Reyhan. Tangannya sibuk menyeka darah yang keluar dari hidungnya.

Tasa yang peka kemudian menyerahkan sebuah sapu tangan miliknya. Sapu tangan yang selalu Ia bawa kemana pun Ia pergi.

Reyhan ragu menerimanya. Sapu tangan itu berwarna merah muda, akan terlihat kotor dan jorok sekali bila dipakai untuk menyeka darahnya. Salahkan Ia yang lupa membawa sapu tangan.

"Ngga usah Hana. Nanti kotor." Ucap Reyhan senantiasa menunduk. Yang malah membuat darah itu semakin deras. Kepala nya juga terasa semakin pusing. Ia panik.

"Ck! Udah pakek aja. Jangan nunduk!" Tasa menarik tangan Reyhan untuk menerima sapu tangannya. Ia juga menarik wajah pucat Reyhan agar mendongak.

Lalu dua insan itu duduk diujung dermaga. Dengan kaki bersila. Sorot orange matahari menyorot keduanya.

Reyhan mendongakkan wajahnya sambil menyeka darahnya. Ia akhirnya menuruti apa kata Tasa.

"Nih minum!" Tasa mengeluarkan satu botol minum berwarna merah muda. Ia kemudian meletakkannya disamping Reyhan. Menunggu Reyhan selesai menyeka darahnya.

Sorot matahari yang menyorot Reyhan, membuat ketampanannya bertambah. Walaupun bibirnya tampak pucat, namun tidak mengurangi ketampanannya sedikit pun. Semua itu tidak terlihat, karena matahari yang menyorot langsung keduannya.

Pandangan Tasa turun pada bibir Reyhan yang terbuka untuk mengambil nafas. Pikiran aneh mulai mengotori pikirannya. Ia akhirnya memutus pandangan itu, membuang juga pikiran anehnya.

"Udah Rey?" Tanya Tasa mencari topik. Ia tidak ingin pikiran kotor itu terus mempengaruhinya.

Reyhan perlahan menurunkan kepalanya. Darahnya sudah tidak keluar. Ia kemudian mengangguk. Pusing nya masih terasa, tapi Ia masih bisa menahannya.

"Minum dulu." Tasa menyerahkan botol minumnya. Ia juga membukakan untuk Reyhan.

Reyhan lagi-lagi menurut. Ia meminum air dari botol merah muda milik Tasa. Tenang saja, bibirnya tidak menyentuh sama sekali pada botol milik Tasa. Reyhan cukup tahu diri akan itu.

"Terimakasih Hana", Reyhan mengembalikan minum Tasa. Tasa menerimanya.

"Sama sama", jawab Tasa sambil menaruh minumnya pada tas hitamnya lagi.

"Sapu tangannya kotor, gue bawa dulu", ucap Reyhan menunjukan sapu tangan yang sudah penuh darah. Ia kemudian menyimpan sapu tangan itu pada saku jas nya. "Sekarang kita pulang ya."

"Iya." Kemudian dua insan itu beranjak dari duduknya dan pulang.

Langit orange perlahan hilang, digantikan langit gelap penuh bintang. Cukup untuk hari ini. Kita akan lanjut besok dan lusa.

Teruntuk langit orange terimakasih telah menemani dua insan yang kerap merasa sepi itu. Di lubuk hati dua insan yang telah menyaksikan mu hingga berubah gelap, hanya ada kebahagiaan.

Pada akhirnya mereka menemukan penyejuk hati yang selama ini mereka cari.

Tangan Tasa yang berada dipinggang Reyhan, Reyhan tarik untuk melingkar, memeluknya. Tasa sebenarnya bingung, namun Ia hanya pasrah pada Reyhan. Toh Ia juga nyaman.

~

Sat, May 28-22
5.11
-at subuh

Hope NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang