~
Sudah lima hari Reyhan izin sakit tidak masuk sekolah. Dan hari ini, Ia sudah mulai sekolah kembali. Dengan syarat Reyhan tidak boleh terlalu kecapean dan selalu meminum obatnya tepat waktu. Jika tidak, bisa berakibat fatal seperti lima hari yang lalu.
Seperti biasanya, Reyhan dan Raina berangkat paling pagi ke sekolah. Alasan keduanya sama, suasana sekolah yang sepi membuat dua bersaudara itu merasa tenang. Bukan berarti mereka takut keramaian, hanya saja seperti ini lebih menenangkan.
"Abang, inget kata dokter ya. Trus kalo lo ada apa apa langsung ke UKS atau engga pulang aja." Ucap Raina sebelum memasuki kelasnya. Ia berdiri menghadap Reyhan yang Ia ceramahi.
Reyhan mengangguk dengan senyum tipis. "Siap tuan putri!" Ucapnya dengan hormat.
Raina menatap Reyhan bangga. Ia bangga dipanggil tuan putri oleh Reyhan. "Bagus."
"Yasudah kalau begitu Raja duluan ya." Reyhan mengusap acak rambut Raina kemudian pergi dengan langkah cepat.
"Abang sialan! Rambut gue berantakan!" Teriak Raina di depan kelasnya. Tangannya merapihkan rambut yang diacak Reyhan barusan. Ia berdecak kencang.
Sementara Reyhan, Ia berjalan mundur memperhatikan Raina yang kesal. Ia terkekeh kecil. Kemudian kembali berjalan maju dan masuk kedalam kelas.
Saat memasuki kelas Ia dikejutkan oleh seorang gadis yang sudah menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Langkah Reyhan melambat. Gadis itu, gadis yang selama ini Ia rindukan. Bahkan dari Ia membuka mata, bayangan gadis yang memintanya ke dermaga langsung terbayang. Selama lima hari Ia terbaring lemah, hanya gadis itulah yang selalu Ia rindukan setelah Papa dan Adiknya.
Kini Ia sudah sampai di samping gadis itu. Tangannya ragu akan menyentuh nya.
Namun Ia meyakinkan diri, perlahan tangan dingin itu menyentuh pundak si gadis. Berniat membangunkan.
"Hana." Ucap Reyhan lembut. Ia menepuk pelan pundak Hana.
Tasa berjingkat kaget. Ia perlahan menegakkan badannya. Melihat siapa yang membangunkannya. Matanya langsung berbinar kala tahu bahwa itu adalah Reyhan. Orang yang selama ini Ia tunggu kedatangannya. Ia lantas menepuk pipinya beberapa kali, untuk memastikan ini adalah nyata. "Gue ngga mimpi kan?"
"Mimpi apa?" Tanya Reyhan bingung. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Mendengar suara Reyhan, membuat Hana semakin yakin bahwa ini bukan lah mimpi. Ini nyata, benar-benar Reyhan. Tanpa aba-aba lagi Hana segera memeluk Reyhan.
Reyhan terkejut bukan main, tiba-tiba saja Tasa memeluknya dengan posisi duduk. Tangan Reyhan perlahan membalas pelukan itu canggung.
Tanpa dua insan itu sadari, ada satu orang yang telah menyaksikan interaksi keduanya. Orang itu tidak suka melihat pemandangan didepannya. Gadis yang Ia sukai berpelukan dengan orang yang Ia benci.
Semakin dilihat hati semakin panas. Ia tidak mau ini terjadi begitu lama. Kemudian, Ia masuk kelas dengan kaki yang sengaja dihentakan. Agar menghasilkan bunyi dan menyadarkan dua insan tersebut.
Terbukti. Reyhan dan Hana segera melepas pelukannya ketika menyadari ada seseorang yang masuk.
"Selamat pagi nona manis!" Sapa Reyhan ramah kepada Tasa.
"Pagi juga." Jawab Tasa canggung. Ia berdiri mempersilahkan Reyhan untuk duduk ke kursinya yang berada tepat di sebelah tembok.
"Makasih." Ucap Reyhan dengan senyuman. Ia duduk di kursinya. Entah mengapa rasanya canggung sekali setelah berpelukan tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not
Ficção AdolescenteTidak ada yang mudah didunia ini, semuanya sangat sulit. Jika ingin yang mudah dan menyenangkan, maka kamu harus berjuang dulu. -Sun, Jun 26-22 -6.36 End -Mon, Oct 24-22 -8.10