Bab 39

4 0 0
                                    

~

Sesampainya di parkiran dua bersaudara itu bertemu dengan Fendi.

Dan sepertinya Fendi sudah menunggunya sejak tadi.

Setelah melepas helm, dan turun dari motor, Fendi menghampiri dua bersaudara itu.

"Sakit apa lo?" Tanya Fendi tiba-tiba.

Reyhan maupun Raina saling tatap dengan alis mengerut tak paham. Sangat tiba-tiba sekali Fendi menanyakan hal ini.

"Kenapa?" Tanya balik Reyhan.

"Nyokap gue drop setelah denger lo sakit. Dan dia ngga ngasih tau gue ataupun papa tentang sakit Apa yang diderita lo." Ungkap Fendi.

"Trus urusan kita?" Raina bertanya sinis. Ia tersenyum remeh setelahnya.

Fendi hampir tersulut emosi melihat Raina yang seenaknya saja. Tapi untuk kali ini Ia harus menahannya demi Mamanya. "Ada! Dia pengen lo berdua jenguk. Dan gue mohon lo berdua beneran jenguk. Karena kalo ngga, dan mama gue sampai kenapa-napa gue ngga akan tinggal diam."

Raina berdecak. "Basi! Ngancem terus bisanya."

Fendi sudah sangat menahan emosinya saudara-saudara! Tapi kenapa cewek ini sangat menyebalkan sekali! Ingin rasanya Fendi telah hidup-hidup Raina saat ini juga.

"Alamatnya?" Ucap Reyhan.

Raina sukses menoleh. Ia menatap abangnya tak percaya. Ternyata abangnya masih sudi menjenguk wanita tak berperi keibuan itu.

"Nanti gue kirim lewat chat." Setelah itu Fendi pergi.

"Bang!" Raina beralih berdiri di depan Reyhan. "Keknya lo utang banyak cerita ya sama gue."

Reyhan mengerjap. Ia berfikir sejenak. Kemudian mengangguk. "Mungkin. Nanti malam gue ceritain ya."

~

Kooridor rumah sakit sedikit ramai saat ini. Reyhan berjalan melewati kamar-kamar pasien, hingga sampai di kamar yang di tujunya.

Ia menghembuskan nafas dulu. Sebelum membuka pintu itu, Ia mengintip sebentar melalui kaca, mamanya tengah berbaring membelakangi pintu. Dengan gerakan pelan, Ia membuka pintu itu.

Saking pelannya Nanda sampai tidak sadar bahwa Reyhan datang mengunjunginya. Reyhan sengaja membukanya pelan agar tidak mengganggu istirahat mamanya.

Ketika pintu sudah terbuka, Ia masuk dan menutupnya kembali, masih dengan gerakan yang amat sangat pelan.

"Gue yakin pasti anak itu akan luluh." Ucap Nanda tiba-tiba. Ia terkekeh setelahnya. "Jelas gue tahu lah, gue ibu kandungnya."

Reyhan diam mematung. Ia berbalik menatap punggung Nanda yang bergetar karena tawa. Badannya seketika kaku. Ia tidak akan berkutik sampai jelas apa yang dimaksud mamanya ini. Entah kenapa firasatnya sangat tidak enak.

"Satu dayung dua pulau terlampaui". Nanda berucap lagi. Entah dengan siapa di dalam telepon itu. "Makannya lo cepet dapetin itu bayinya. Udah sembilan bulan masa ngga lahir-lahir nanti mereka curiga."

Deg

Jantung Reyhan berdetak kencang. Jadi selama ini mamanya hanya bersandiwara? Lagi-lagi Ia dijatuhkan oleh ekspektasinya sendiri. Ia tidak ingin percaya namun buktinya sudah ada di depan mata.

"Ma." Panggilnya lirih.

Nanda diam membeku, perlahan Ia berbalik dan mendapati Reyhan yang berdiri di depan pintu.

"Mama bohong?" Reyhan menatap perut datar Nanda. Ia tak habis pikir dengan jalan pikir Nanda. Sungguh tak logis untuk seorang ibu yang penuh kasih sayang. Nanda hanya memanfaatkan dirinya, Fendi dan bahkan Raina.

Hope NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang