TIGA PULUH LIMA

456 105 236
                                    

Beberapa hari berlalu, Jean yang masih belum terbiasa dengan kenyataan yang ia tuai mau tidak mau harus menerimanya dengan lapang dada. Iya dong. Biar bagaimanapun itu adalah hasil karya suaminya yang brengsek minta ampun. Mana orangnya sampai saat ini tidak ada kabar, jangankan kabar, sekedar chat saja tidak pernah.

Jean jadi bingung, sebenarnya si Keenan ini jadi relawan atau TKI sih? Kayaknya sibuk banget.

Tapi untungnya, di sela kekosongan Jean tanpa sosok Keenan ada seseorang yang berjanji akan menggantikan peran itu. Well, Jean masih bersyukur memiliki dua orang terbaik yang masih stay di sisinya.

Yang pertama ada Gavin taktungtwang sama mas crush. Meskipun sebenarnya Jean ragu untuk menganggil Elvano dengan sebutan itu lagi, karena semenjak kepergian Keenan, perasaannya tidak tertuju pada Elvano lagi melainkan Keenan. Jean benar-benar merasa kehilangan yang luar biasa, bahkan setiap malam ia suka menangis tanpa sebab seperti sedang kerasukan. Aneh sih, tapi setiap menangis, pasti kepalanya selalu di penuhi bayang-bayang Keenan.

Masa sih, Jean suka beneran? Sama Keenan? Ck. Itu mustahil. Dari awalpun Jean sudah berjanji pada dirinya untuk tidak jatuh hati atau menyimpan minat untuk menjadi istrinya lama-lama. Tapi, argh! Jean tidak mau memikir hal itu. Dia mau mengosongkan pikirannya dari sosok Keenan untuk beberapa waktu ke depan. Dia ingin fokus pada kehidupannya dan bagaimana cara menyembunyikan perutnya yang akan membesar seiring berjalannya waktu.

Orang-orang rumahnya tidak boleh ada yang tahu, termasuk kakaknya. Bisa ribet urusannya kalau mereka tahu Keenan hilang tanpa kabar. Nanti yang ada mereka terus menginterogasi Jean sampai ia stres.

Dan untuk Gavin, Jean sendiri masih bingung. Sampai kapan ia harus menyembunyikan rahasia ini kepadanya. Padahal Gavin tidak pernah menyembunyikan apapun padanya. Duh, Jean jadi merasa mengkhianati Gavin.

Pokoknya, kalau waktunya sudah pas. Jean akan memberitahu semuanya tanpa melewatkan satu hal kecil pun.

Sabar ya, Gav. Gue butuh waktu

Seperti biasa, usai kelas berakhir Jean memilih pergi ke kantin sejenak bersama Gavin. Katanya Gavin bawa makanan banyak karena baru dapat bonus dari pemilik warnet tempatnya bekerja.

Ada makanan ringan, martabak manis, martabak telur, brownis dan nasi goreng seafood kesukaannya.

”Hari ini lo bener-bener dermawan banget, Gav. Tau aja gue pengen makan ini semua,” celetuk Jean yang menyantap martabak manis terlebih dahulu.

”Jadi sebelum-sebelumnya gue pelit gitu?” Gavin berdecak, dia ikut menyantap martabak manis juga.

”Oh ya, gue mau klarifikasi soal gue yang gak bisa dateng ke turnamen penting lo.” Jean menghentikan kegiatannya sejenak lalu menatap Gavin.

”Maaf ya, Gav. Hari itu gue lagi gak enak badan, terus kepala gue gak berhenti mikir itu makanya gue pusing mulu.”

”Mikir apaan?”

”Beban hidup gue, kayaknya makin nambah semenjak kuliah.” Gavin menghela napas.

”Terus sekarang gimana?” Jean memperhatikan tubuhnya sejenak sambil memberi isyarat kalau dia baik-baik saja.

”I'm Good.” Gavin berdecih, dia kemudian meneguk sodanya sejenak.

”Lain kali, kalo ada beban pikiran jangan di pendem sendirian. Kan ada gue, kita udah temenan cukup lama dan lo masih kaku sama gue?” Gavin mengacak-acak rambut Jean dengan kasar. Gadis itu pun langsung membalas Gavin dengan pukulan supernya sehingga pria itu meringis kesakitan.

”Pokoknya gue minta maaf karena gak bisa dateng. Tapi kan meskipun gue gak dateng, lo tetep menang kan?” Gavin terkekeh kemudian dia lanjut menyantap martabaknya.

Sweet Revenge✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang