EMPAT PULUH ENAM

201 33 11
                                    

Sebulan berlalu, semuanya nampak baik-baik saja hingga suatu hari Elvano di kejutkan oleh Jean dan keluarganya yang mendadak akan pindah keluar kota.

Gimana gak syok? Orang beritanya dadakan kayak tahu bulat. Sebelumnya pun Jean tidak pernah ada omongan apapun di telepon, bahkan beberapa kali mereka bertemu, mereka hanya berbincang seperti biasa. Seolah Jean sengaja merahasiakan kepindahannya dari Elvano.

Mungkin, kalau Gavin tidak keceplosan, Elvano tidak akan tahu. Syukur-syukur Gavin keceplosan.

Niat untuk sarapan bersama di rumah Elvano, kini malah berakhir diajak naik motor brutal sama Elvano. Mana jantungnya mau copot daritadi, udah bolak-balik pegangan tapi rasanya pingin kencing di celana.

”El, kalo hari ini gue mati gara-gara lo. Arwah gue bakal gentayangin Erik sebagai gantinya——”

”Udah pegangan aja!”

”Pegangan ape, Ucup?! Lo gak liat tangan gue udah melingkar erat di perut lo?!”

”Siapa suruh main rahasia-rahasiaan? Udah jangan banyak omong, pegangan aja!” Elvano kembali mempercepat motornya hingga Gavin tak mampu berkata-kata selain memeluk erat perutnya.

Sesampainya disana, Elvano mengembuskan napas lega tatkala melihat orang-orang yang berlalu lalang memasukkan barang ke dalam truk.

”Woi, Vin. Lepas, gue gak bis turun,” celetuk Elvano yang melirik Gavin tak kunjung melepaskan tangannya.

”G-gue udah di surga ya?” Elvano geleng-geleng kepala mendengarnya.

”Yang mata lo lihat, kita dimana sekarang? Surga atau neraka?” Elvano melepaskan helm yang ia kenakan, begitupula dengan Gavin.

Gavin berdecak disaat ia tahu kalau merak sudah ada di depan rumah Jean.

”Inimah rumahnya si janda muda,” Ujar Gavin yang berjalan sempoyongan. Perutnya sekarang benar-benar mual, rasanya seperti di kocok-kocok. Elvano kurang ajar! Masih pagi udah buat anak orang masuk angin. Mana Gavin ada ujian praktek hari ini.

”El, gue gak bisa temenin lo. Hari ini gue ada kelas pagi, gue pamit deh.” Elvano mengangguk sementara Gavin hanya berdecih melihatnya.

Emang ya, orang kalau udah bucin pasti jadi cuek sama sekitar. Padahal si Gavin ini nyaris sekarat, mana perutnya mual banget kayak orang yang kemasukan angin Bahorok. Fiks, pulang-pulang Gavin minta kerikan.

Ting nong!

Ting nong!

Ting nong!

Elvano menekan bel rumah Jean secara tak sabar, sudah mirip seperti rentenir yang ingin menagih hutang.

Gimana enggak? Orang sekarang pikirannya lagi kalut banget. Tiba-tiba dapat kabar kalau gadis yang ia suka akan pindah tanpa memberitahukan apapun padanya. Ia ingin marah, ia ingin meluapkan emosinya. Tapi untuk apa? Semua yang akan ia lakukan tidak akan mengubah apapun. Jean akan tetap pindah.

”Elvano?” Elvano tampak kecewa saat mengetahui yang menyambutnya lebih dulu bukan gadis yang ia tunggu-tunggu.

”Kak Jena? Jeannya ada?” tanya Elvano dan Jena menatapnya lurus.

”Jean gak bilang ke kamu?” Elvano menaikan sebelah alisnya. Kejutan apa lagi ini? Ayolah Jean, jangan buat jantung orang mau copot lagi.

”Bilang apa?”

”Dia lagi joging di taman komplek, katanya sekalian ketemuan sama kamu buat yang terakhir kalinya.”

Kirain udah berangkat duluan, untungnya cuma joging.

Sweet Revenge✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang