ENAM

1.4K 244 28
                                    

Jean mendesah kasar tatkala Keenan tak mengizinkannya pergi kemanapun selain duduk manis di ruangannya yang tidak terlalu besar sehingga gadis itu tak bisa beraksi sesukanya.

”Sebenernya gue di sini itu fungsinya apa sih?” tanya Jean pada Keenan yang sedang fokus menatap layar komputernya.

”Gak ada.” Jean mendengus kasar.

”Kalo gak ada ngapain bawa gue kesini, dokter prik?” Jean mengepalkan kedua tangannya, dia menahan diri untuk tidak menyerang Keenan.

”Sengaja, bikin kamu kesel. Kenapa? Mau marah?” Jean menarik napas dalam-dalam, emosinya sudah ingin meledak sekarang juga. Tapi, Jean harus menahannya. Karana apa? Karena Keenan adalah ATM berjalannya. Maka dari itu Jean tengah berusaha menjaga sikap agar uang saku kuliahnya tidak di potong.

”Keenan, lo lama-lama ngeselin ya?”

”Emang.”

”Kok kak Jena bisa tahan sih? Dasar cowok prik.” Jean beranjak dari bangku, gadis itu menghampiri pintu dan ingin pulang saja rasanya daripada berlama-lama di sini. Yang ada kepalanya bisa matang karena tersulut emosi.

”Mau kemana?”

”Suka-suka gue lah, kenapa? Mau protes? Bodoamat.” Saat Jean membuka pintu, gadis itu nyaris terjungkal tatkala melihat seorang pria tiba-tiba berdiri di depannya.

Untuk beberapa detik, Jean terpesona oleh ketampanan pria tersebut. Seketika dadanya bergetar seperti lampu disko. Matanya berbinar-binar melihat bentuk wajahnya yang nyaris sempurna. Hidung mancung, bulu mata lentik, alis tebal, bibir soft pink yang lembab. Ini pangeran dari kayangan mana nih?

Sampai akhirnya lamunan Jean buyar saat pria itu menjentikkan jari di wajahnya.

”Masnya udah punya pacar?” Jean reflek membekap mulutnya.

”Tolong minggir, saya mau lewat.” Jean mengangguk, gadis itu segera minggir dan mempersilahkan pria itu masuk.

”Jean, kamu tunggu di luar dulu,” instruksi Keenan. Akhirnya Jean segera keluar. Namun gadis itu mengurungkan niat untuk pulang.

Padahal tadi dia sudah bersemangat untuk pulang, niatnya sih, mau mampir ke warnet. Tapi, gadis itu mendadak berubah pikiran saat bertemu dengan salah satu pasien Keenan yang membuat hati Jean semeriwing.

Alhasil, Jean memutuskan untuk menunggu di luar sambil sesekali menguping pembicaraan keduanya.

Dengar-dengar sih, Keenan ini anaknya pemilik rumah sakit Medistra. Dan kata kakaknya, alih-alih menjadi dokter bedah, Keenan malah menjadi psikiater.

Tapi sih ya, Jean gak peduli. Mau anak orang kayak kek, anak pemilik rumah sakit, anak pemilik kerajaan kek, asalkan keluarganya selalu tercukupi.

”Duh, mereka ngobrol apa komat-kamit sih? Kenapa gak kedengeran sama sekali?” runtuk Jean yang terus berusaha menyerap suara perbincangan di dalam.

”Saya resepkan kamu obatnya, tapi saran saya, jangan terlalu sering mengkonsumsi obat tidur. Lebih baik cari opsi lain saja, kamu tahu kan? Efeknya bisa berdampak pada ginjal.” Jean tercengang dan rahangnya melorot.

Waduh-waduh, ini si mas crush suka ngobat tidur?

”Gue usahain.” Saat tak mendengar perbincangan lagi, buru-buru Jean duduk kembali agar tak di curigai.

Memasang raut wajah senatural mungkin serta mengatur napas.

Beberapa detik kemudian pintu terbuka, pria itu keluar dari dalam.

”Halo mas?" Jean melambaikan tangan sambil tersenyum manis Sementara pria itu justru melengos pergi.

”Ganteng-ganteng sombong amat sih, tapi gapapa masih di maklumkan, kecuali si Keenan.” Jean langsung berlari menyusul pria tersebut.

Sweet Revenge✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang