Portal berselimut kabut tipis muncul di tengah-tengah kamar megah, dari dalam pusaran sihir tersebut muncul sang Lord sembari menggendong seorang gadis, ke-dua manik nya sudah berubah warna seperti semula, tatapan nya jatuh sekilas ke arah Anna yang masih memejamkan mata, lantas langkah nya mendekat ke arah ranjang, kemudian menaruh tubuh kecil Anna di atas sana dengan hati-hati.
Mengingat gaun Anna yang terbungkus oleh jubah nya sudah sobek hingga tidak berupa, sang Lord segera menjentikkan jari nya, mengundang dua pelayan yang datang ke kamar nya, setelah berdiri dibelakang sang Lord, ke-dua pelayan itu membungkukkan badan nya kompak.
"Salam yang mulia, semoga berkah langit selalu tercurahkan kepada anda." Ujar ke-dua pelayan itu secara bersamaan.
"Gantikan gaun nya dan bersihkan lukanya." Ujar sang Lord langsung memerintah.
Ke-dua pelayan dibelakang nya lantas mengangguk, sang Lord kembali melangkah ke dalam portal, tatapan nya melirik sekilas ke arah Anna, kemudian tubuh nya di lahap sempurna oleh portal milik nya hingga lenyap dari kamar mewah itu.
Sedangkan pelayan yang tengah menggantikan gaun Anna di bawahnya mengerutkan dahi tipis. "Siapa gadis ini?"
"Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia sangat istimewa, karena pertama kalinya yang mulia membawa seorang gadis."
"Apakah ini pertanda baik?"
•••
Duarrr!
Suara ledakan yang begitu keras memenuhi seisi tempat yang kosong-melompong tanpa di hadiri pohon-pohon raksasa, tempat tersebut memang hutan belantara, tetapi sudah rata habis akibat sihir yang di lemparkan oleh pangeran Herliconia, semuanya kandas, hanya menyisakan bebatuan besar tertancap di atas tanah retak, si pangeran membuang nafas berat, lalu memilih duduk di atas salah satu batu yang terdampar di sana, tatapan nya lurus ke depan, tidak ada makhluk yang hidup di hutan botak tersebut, kecuali monster-monster berkasta rendah.
Sang pangeran diam sejenak, kemudian menghela nafas panjang. "Rasanya sia-sia aku hidup."
"Tidak! Semua mahkluk yang hidup disini sudah memiliki peran nya sendiri."
Mendengar suara dari arah belakang nya sang pangeran terlonjak, tubuh nya beranjak kemudian memandang sosok asing yang kini telah berhadapan bersama nya dengan jarak sekitar empat meter, sosok itu tersenyum tipis seraya memasukkan ke-dua lengan nya ke dalam saku.
"Siapa kau?" Tanya si pangeran seraya memicingkan mata nya tajam, sosok berjubah itu memancarkan aura yang begitu berbeda.
"Tenang saja aku masih termasuk bagian dari kalian, apa kau sedang melatih sihirmu Pangeran Axell?"
Sang pangeran mengambil ancang-ancang untuk menyerang, tanpa di duga, sihirnya meluncur begitu saja, mengarah ke sosok asing dihadapan nya, tetapi sihir tersebut tiba-tiba melenceng hingga mendarat kepada batu besar yang tidak bersalah, menimbulkan suara yang menggema di bawah langit kelabu, kerikil bertebaran di udara lalu jatuh berpencar kala bertubrukan bersama tanah keras, sosok berjubah tidak merasa takut sedikitpun ketika ledakan dari sihir si pangeran masih menyisakan suara.
Justru sosok berjubah itu mengukir senyum tipis, kemudian berujar. "Sihirmu sangat lumayan untuk meratakan ratusan prajurit."
Tudung yang masih membungkus kepala sosok berjubah perlahan terbuka, surai birunya yang terlihat lebat melambai-lambai kala angin menyapu nya lembut.
"Aku akan mengajari-mu pangeran Axell."
"Aku tidak mengenalmu, dan bagaimana bisa kau mengetahui namaku?" Si pangeran tidak mengerti dengan pria biru di hadapan nya.
"Tentu sangat mudah mengingat nama orang apalagi kau seorang bangsawan."
"Aku baru melihat pria sepertimu."
"Karena aku berbeda dengan kalian." Balas pria biru seraya memangkas jarak agar lebih dekat bersama sang pangeran.
"Jangan mendekat!" Seru si pangeran karena begitu takut melakukan kesalahan yang sama, dirinya takut kembali membunuh orang yang tidak bersalah.
"Banyak nya masalah yang di pikirkan didalam otakmu itu membuat dirimu selalu tidak fokus, dan berakhir seperti ini." Ujar pria biru itu sambil menyentil dahi si pangeran, membuat sihir yang hendak meledak langsung tersumpal.
Sang pangeran ter-mundur beberapa langkah akibat sentilan di dahi nya, lantas dirinya membuang nafas panjang, lalu berujar. "Sepertinya tidak ada pilihan lain, baiklah aku akan belajar darimu bagaimana mengendalikan sihir yang menyiksaku ini."
Lantas pria biru itu menempatkan sebelah lengan nya di dada kiri seraya membungkuk rendah, tanda hormat yang selalu dirinya lakukan.
"Kau bisa memanggilku Zero, pangeran."
•••
Anna membuka matanya secara perlahan untuk menyesuaikan cahaya di sekitar, ke-dua bola matanya langsung membulat kala menangkap langit-langit kamar yang terkesan mewah, tidak menghiraukan rasa pusing yang menghujam kepala nya, Anna segera bangkit dari tidur nya, menyapu pandangan ke segala arah, ruangan yang kini di tempati nya terlampau indah, begitu banyak kristal yang terpasang di setiap sudut serta atap kamar.
Anna bahkan ragu bila tempat seperti ini ada di dunia nya, lantas Anna mulai menyandarkan tubuh nya di kepala ranjang, gadis itu sibuk sendiri dengan kenyataan yang persis seperti halusinasi hingga tidak menyadari ada sosok lain yang tengah duduk di samping nya, bahkan sedari tadi sosok tersebut sibuk memandang wajah Anna tanpa mengedipkan mata.
Kala tatapan Anna berlabuh ke arah samping kiri, detik itu juga Anna terdiam, tidak lama dirinya langsung menjerit. "Aaaaaaaa! Siapa kau?!"
Anna segera memukul sosok pria itu menggunakan bantal yang sempat dirinya sambar, kemudian memundurkan tubuh nya hingga ke ujung ranjang, tubuh Anna hampir jatuh ke bawah, tetapi pria yang tak lain sang Lord segera menarik kerah gaun Anna hingga gadis itu kembali ke atas permukaan ranjang, ke-dua bola mata Anna bergetar kala tatapan dingin yang pernah bertemu kembali bertubrukan dengan ke-dua manik birunya.
Anna menjerit tertahan ketika sang Lord tiba-tiba mengangkat tubuh nya begitu mudah, kemudian di letakkan di atas pangkuan nya seraya direngkuh erat, membuat sekujur tubuh Anna sontak menegang. Sang Lord memeluk Anna sambil berhadap-hadapan.
"Bi-bisa kau lepaskan pelukanmu ini? A-aku—"
"Tidak!"
Anna dibuat membisu kala perkataan nya dipotong begitu saja, dirinya menahan degup jantung yang berpacu amat cepat seraya mengalihkan pandangan pada kristal-kristal yang menguarkan cahaya bervariasi warna, tak lama Anna mulai sadar bila gaun nya telah berubah menjadi gaun tidur.
Ini terasa membingungkan, bahkan luka yang menghiasi tubuh Anna sudah hilang tak berbekas.
Sang Lord mulai melonggarkan pelukan nya kemudian memegang pundak kecil milik Anna membuat gadis itu tersentak, jarak yang awalnya memang sudah dekat semakin terkikis habis kala sang Lord merendahkan tubuh nya, bola mata Anna melebar disusul oleh keringat didahi bercucuran, jarak sedekat ini, membuat Anna harus menahan nafasnya.
"Siapa namamu?" Tanya sang Lord kemudian dengan suara berat nya.
Anna meneguk ludah nya untuk meredakan kegugupan. "A-anna Frince Marchelia."
Dahi sang Lord mengerut tipis. "Baru pertama kali ini aku mendengar nama itu."
"Aura-mu benar-benar berbeda, bahkan aku tidak bisa merasakan keberadaan-mu." Sambung nya.
"Ka-karena aku Wizard yang tidak di karuniai sihir."
Sebelah alis sang Lord naik tinggi. "Kau bukan Wizard cacat, hanya orang bodoh yang percaya itu."
Detik ini Anna benar-benar dibuat gugup disertai rasa takut, bahkan nafas gadis itu sudah terputus-putus akibat hawa yang mencekam, menarik nafas untuk sejenak saja terasa begitu sulit, ke-dua pundak serta lengan nya tampak bergetar kecil, tetapi tanpa disangka, sang Lord kembali menghapus jarak hingga ujung hidung milik mereka berdua nyaris bersentuhan.
"Katakan, siapa kau sebenarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Dunia bukan misteri yang harus dipecahkan, tetapi kenyataan yang harus dijalani." Anna tidak menyangka jika hutan lebat yang dimasukinya menyimpan dunia lain, dihuni oleh...