Bab 37

36.8K 4.3K 14
                                    

Empat belas hari.

Sudah terhitung empat belas hari lamanya Anna terkurung di dalam kamar mewah seusai tragedi melarikan dirinya gagal, bahkan selama itu Alaric belum pernah mengunjungi nya, pria itu tidak pernah menampakkan wujudnya lagi di hadapan Anna, mungkin kali ini, Alaric benar-benar marah kepada-nya, seluruh jendela serta pintu terkunci rapat oleh sebuah sihir, seakan mengurung paksa Anna agar tetap berada di dalam kamar.

Gadis itu terlihat berbaring menyamping dengan tatapan menyorot kosong ke sebuah dinding, sepasang matanya sembab akibat menangis sepanjang malam, perasaan yang begitu mengoyak hatinya benar-benar membuat Anna lemah, dirinya tidak bisa berpura-pura kuat seperti biasanya kala mendapat sebuah masalah, kali ini berbeda, Anna jelas sudah jatuh ke dalam perasaan yang baru dirinya rasakan.

Dirinya jatuh cinta, dan itu sungguh melemahkan nya.

Anna tahu ini pertama kalinya dirinya mencintai seseorang, Anna tidak dapat membohongi diri sendiri, hanya memejamkan mata beberapa detik wajah pria itu langsung muncul di dalam kepala nya, wajah Alaric yang tengah tersenyum disertai perkataan-perkataan yang mendebarkan.

Seketika air mata menitik dari penghujung pelupuk, Anna menangis di dalam kesunyian seraya mencengkram permukaan selimut begitu erat, dirinya begitu merindukan pria itu, Anna jelas begitu merindukan Alaric.

Di tengah-tengah tangis nya sebuah angin lebat tiba-tiba muncul menampilkan sesosok pria dengan mahkota emas melekat di atas kepala nya, Alaric dapat menangkap punggung kecil yang telah lama tidak dirinya lihat kini tengah bergetar, dirinya berjalan mendekat kemudian duduk di samping Anna yang belum menyadari kehadiran nya.

Perlahan Alaric mengusap surai kelam milik Anna yang lumayan lama tidak dirinya jamah, seketika gadis itu langsung bangkit duduk dengan sepasang mata di lapisi kaca, ke-dua manik mata mereka saling menyatu dalam kesunyian, Alaric tampak terkejut menangkap wajah Anna yang terlihat kacau, sebelah lengan Alaric terulur kemudian mengusap pipi gadis itu yang dialiri linangan air mata.

"Kau menangis Nana?"

Anna tidak membalas lalu segera berhambur memeluk Alaric begitu kuat, menumpahkan tangis nya di sana hingga meluap deras membahasi kemeja yang pria itu kenakan.

"Ma-maaf… " Suara Anna tenggelam namun Alaric masih dapat mendengar nya.

Alaric mengukir senyum kecil lalu mengusap pucuk kepala Anna lembut. "Tidak, seharusnya aku yang meminta maaf kepada-mu, aku yang salah telah mendiamimu berhari-hari Nana."

Anna menggeleng seraya masih mengeluarkan isak tangis. "Bi-bila aku tidak kabur, kau tidak akan mendiami-ku… "

Perlahan Alaric menarik ke-dua pundak kecil Anna, lengan kokoh nya beralih menangkup pipi gadis itu lalu mengusap air mata menggunakan ibu jari nya pelan, Alaric mulai merendahkan tubuh kemudian menempelkan dahinya di atas dahi Anna seraya berujar. "Kau tahu? Aku begitu tersiksa ketika tidak bertemu denganmu."

"Berjanjilah untuk tidak meninggalkan-ku lagi Nana."

Bola mata Anna perlahan bergerak naik, memandang Alaric begitu lekat, hembusan nafas hangat pria itu menerpa permukaan wajahnya, sesaat Anna menahan nafas, lalu membalas. "Aku jauh berbeda dengan-mu Willi, aku ragu bila aku bisa menepati janjimu."

Sekilas kilat merah muncul pada ke-dua netra milik Alaric. "Aku sudah pernah bilang kepada-mu jika kau sudah ditakdirkan bersama-ku!"

"Kau tidak bisa melawan takdir Nana!"

Anna menelan ludah susah payah. "Itu artinya aku tidak bisa lepas darimu?"

"Bagaimana bila aku memiliki perasaan kepadamu Willi?"

DESTINY WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang