Bab 26

47.3K 5.2K 11
                                    

Tiffany memandangi halaman depan kerajaan Diamond yang terhampar di bawah balkon kamar nya, terkesan damai karena hanya satu-dua prajurit berlalu-lalang, tanaman terawat berjajar memenuhi seisi halaman hingga melekat bersama dinding raksasa —pembatas kerajaan, perasaan Tiffany kini mendung kelabu mengingat waktu tugas nya telah usai, tidak ada pertemuan sesuai rencana nya bersama yang mulia Lord, tidak akan ada percakapan yang selalu dirinya bayangkan, Tiffany tahu, Lord-nya bukan pria yang mudah di ajak bicara, bukan pria yang sembarang memilih wanita, bahkan hanya beradu pandang dalam beberapa detik itu sudah menjadi sebuah keberuntungan, tapi miris nya Tiffany belum pernah merasakan itu.

Tiffany memilih melangkah keluar kamar seusai puas memandangi halaman kerajaan Diamond, di setiap lorong pikiran nya berkelana ke satu arah, Tiffany tengah memikirkan seorang gadis yang berhasil menjadi Mate dari sang Lord, Tiffany begitu penasaran dengan sosok nya, tapi di tengah langkah nya menyusuri lorong Tiffany terkejut kala sepasang netra nya menangkap kehadiran Axell yang tengah berjalan berlawanan arah dengan nya, pria itu terlihat tenang seraya ke-dua lengan dimasukkan ke dalam saku.

"Pangeran Axell?"

Axell mengikuti suara yang menyeruakan nama-nya, lantas langkah nya berhenti kala telah saling berhadapan bersama Tiffany. "Kenapa kau berada di sini?"

Seulas senyum terbit di wajah Tiffany. "Tentu saja aku memiliki tugas di sini, tapi aku akan segera pulang."

"Begitu ya."

"Aku harap kau tidak berharap lebih kepada yang mulia Lord Putri Freya, karena dia sudah memiliki seorang Mate." Sambung Axell begitu santai hingga tidak mempedulikan Tiffany membeku atas perkataan nya yang berhasil menusuk, Axell dapat menebak wajah Tiffany yang mudah diramal, tak lama kemudian dirinya kembali melanjutkan langkah dengan wajah terkesan tenang.

Tiffany Freya Victoria, adalah putri mahkota kerajaan Elf —Victoria, anak dari Raja Elf yang tak lain Raja Helios dan Ratu Callista, orang-orang mengatakan bahwa dirinya memiliki kecantikan nyaris seperti seorang Dewi hingga para kaum lelaki berlomba-lomba untuk mengejarnya, namun yang menjadi pujaan nya adalah Lord-nya sendiri, kala yang mulia Lord menghadiri sebuah pesta, Tiffany tidak menduga bila pria itu menerima ajakan nya untuk berdansa bersama, saat itu lah rumor datang tentang kedekatan mereka berdua.

Namun sikap dingin nya yang tak tersentuh membuat Putri Tiffany sulit untuk mendekati nya, namun sekarang Tiffany mendapat kabar bahwa Lord-nya itu telah memiliki seorang Mate? Menyakitkan memang, tetapi Tiffany merasa bingung, meskipun hanya beberapa hari tinggal di sini tapi dirinya tidak tahu bagaimana rupa dari gadis yang menjadi Mate dari Lord-nya itu.

Seusai melamun di tengah jalan akhirnya Tiffany segera melanjutkan langkah lalu berjalan ke arah luar istana, tetapi baru akan mendekat ke arah kereta kudanya Tiffany dikejutkan dengan sosok pria yang selama ini dirinya tunggu-tunggu, terlihat sang Lord tengah berbincang bersama pangeran Wizard yang sempat dirinya temui, tanpa berpikir panjang Tiffany segera berjalan ke arah Alaric, setelah dekat Tiffany segera membungkuk. "Salam yang mulia Lord semoga berkah langit selalu tercurahkan kepada anda."

Sedangkan Alaric hanya menatap lurus ke depan, tidak berniat membuka suara maupun menoleh sedikitpun kepada Tiffany.

Tidak mendapatkan sahutan apapun dari Lord-nya, Tiffany segera menegakkan tubuhnya kembali.

"Kau akan pulang sekarang bukan? Sepertinya kereta kudanya sudah siap." Ujar Axell yang berada di samping Alaric, tidak ada alasan dirinya tiba-tiba berujar, Axell hanya merasa kasihan saja kepada Tiffany.

Tiffany menganggukkan kepala kaku, lantas pergi menemui kereta kudanya yang telah siap melaju.

Memandangi kereta kuda yang di tumpangi Putri Elf itu telah pergi melewati gerbang istana, Axell segera menghela nafas pelan, dirinya kembali menatap Alaric.

"Apakah anda serius memberikan tugas itu kepada saya yang mulia?" Tanya Axell menyambungkan perbincangan mereka yang sempat tertunda.

Alaric bergegas pergi seraya membalas. "Ya aku serius, semoga kau tidak mati di pertarungan pertama-mu."

•••

"Sempurna!!!" Pekik Lucy seusai memakaikan hiasan di atas pucuk kepala Anna.

Anna memandangi gaun yang melekat di tubuh nya lantas menggeleng. "Aku tidak mau memakai gaun ini."

"Kenapa yang mulia? Ini begitu cocok dengan anda." Ujar Riss, menurutnya Anna terlihat lebih cantik dari biasanya ketika memakai gaun biru yang tengah dikenakan nya.

"Ini terlalu terbuka, aku tidak menyukai nya." Ujar Anna sembari berjalan ke arah kamar mandi. "Aku ingin gaun yang tertutup."

Lucy mengerjap, lalu membungkuk sekilas sebelum pergi ke luar kamar. "Baik yang mulia, saya akan membawakan gaun baru."

Riss terdiam, padahal gaun yang Anna kenakan tidak terlalu terbuka hanya dibagian pundak serta punggung nya saja, seusai Lucy kembali Anna segera memakai gaun baru, para dayang yang berjajar rapi di kamar tersebut hendak membantu tapi Anna segera menolak.

"Gaya rambut apa yang mulia inginkan?" Tanya Riss sembari menyisir surai Anna.

"Di kepang saja."

Riss mengangguk mengerti.

"Bagaimana bila yang mulia memakai mahkota ini?" Ujar Lucy seraya memperlihatkan kotak kaca yang berisi mahkota seorang Ratu.

Anna membulat lalu cepat-cepat menggeleng. "Aku tidak ingin memakai mahkota."

Lucy mengernyit. "Kenapa anda tidak ingin memakai nya yang mulia? Bahkan suatu saat nanti anda akan memakai mahkota kerajaan Diamond."

Anna tidak membalas, dirinya setia diam.

Riss yang usai mengepang rambut gadis itu segera memegang pundaknya. "Bila anda tidak ingin memakai mahkota, saya akan membawakan perhiasan lain yang mulia inginkan."

Seusai itu Riss segera berjalan sambil memberi kode agar Lucy ikut bersamanya.

Para dayang turut keluar menyisakan Anna di kamar mewah berbalut kristal itu, dirinya melangkah lalu duduk di ambang jendela, Anna mengayunkan ke-dua kakinya, tatapan nya sekilas terlihat redup.

"Aku tidak mau tinggal di sini."

"Ini bukan tempatku." Gumam Anna seraya menunduk, tidak lama suara pintu kembali terdengar, Anna segera menoleh, seketika matanya membulat, ada enam pelayan tengah membungkukkan badan, masing-masing dari mereka membawa kotak kaca yang berisi macam-macam perhiasan.

"Silahkan di pilih yang mulia, bila anda tidak menyukai semuanya kami akan mengambilkan yang baru." Ujar Riss.

Anna berjalan mendekat ke arah pelayan-pelayan itu, sepasang matanya menyapu semua perhiasan yang ada di dalam kotak kaca, seketika ada sebuah benda yang menarik perhatian nya, perlahan Anna lebih menghapus jarak ke arah pelayan yang berdiri di barisan ke-tiga seraya melukiskan senyuman. "Aku ingin memakai ini." Ujarnya sembari membuka kotak kaca yang menampilkan sebuah bondu berwarna perak.

Dengan segera Riss memasangkan bondu tersebut.

"Anda begitu cantik yang mulia." Pekik Lucy yang sedari tadi diam.

Anna memberi seulas senyum yang belum memudar, dirinya hanya memakai gaun panjang berwarna putih, hiasan di kepalanya hanya bondu perak dengan ukiran bunga serta permata kecil berwarna biru yang menghiasi bondu tersebut hingga terlihat cantik, begitu cocok dengan seseorang yang memakainya.

"Lucy benar, anda begitu cantik yang mulia." Ujar Riss tak kalah senangnya seraya memandang Anna dari atas sampai bawah.

"Ratu-ku memang sangat cantik." Ujar Alaric yang tiba-tiba muncul ntah dari mana seraya mengelus surai Anna dari arah belakang.

Anna jelas terkejut, mengapa Alaric selalu datang secara tiba-tiba? Sedangkan semua pelayan yang ada di sana segera membungkuk hormat kala menangkap kehadiran sang Lord.

"Aku akan mengizinkan-mu keluar kali ini." Ujar Alaric tak hentinya menghirup aroma tubuh Anna yang lebih harum dari biasanya.

Seketika mata bulat Anna berbinar-binar. "Benarkah?"

"Hmm... kau akan pergi bersamaku."

DESTINY WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang