Bab 13

51.5K 4.9K 13
                                    

"Berat sekali! Aku tidak menyangka bila kau membuat nya begitu banyak." Keluh Emily kala membawa dua kantung besar berisi makanan.

"Sepertinya ini bukan cukup untuk bocah-bocah yang ada disini saja, semua yang ada di desa ini pun sepertinya cukup." Timpal Fay yang setia duduk manis di kepala Anna.

Seketika Anna mengetukan jarinya ke permukaan dagu, tampak berpikir. "Aku setuju dengan ide Fay, ayo kita bagikan ke semua orang yang ada disini!" Ujar Anna penuh semangat.

Arthur yang berada di samping nya ikut setuju. "Kita bagikan saja ke orang-orang yang kita lewati nanti, setelah itu kita ke lapangan."

Mereka mengangguk, seperti kata Arthur tadi, Emily yang tidak sengaja melewati wanita yang tengah memikul padi di atas punggung nya segera memberikan sekotak makanan itu kepada wanita tersebut.

"Apa ini?" Ujar wanita itu sedikit kebingungan.

"Itu untukmu nyonya, silahkan di nikmati."

"Aku jamin rasanya enak, kau tidak akan menyesal." Ujar Fay sambil mengacungkan jari jempolnya.

Wanita itu mengangguk seraya mengukir senyuman. "Terima kasih." Balasnya sambil melanjutkan langkah nya yang sempat tertunda.

Seusai itu mereka kembali melajukan langkah, berjalan menyusuri pedesaan serta memberikan sekotak makanan kepada orang-orang yang mereka lewati.

"Hmm ini enak sekali."

"Kau benar, aku ingin tau resep nya."

"Makanan apa ini Astaga! Rasanya aku ingin lebih!"

"Apa kami boleh minta lagi?"

"Aku juga ingin lagi!"

Anna tersenyum kala menangkap orang-orang yang begitu memuji makanan nya, saat dirinya masih tinggal bersama keluarga nya di bumi tidak pernah ada satu pun orang kecuali Felix yang memuji makanan nya, teringat lagi dengan keluarga nya, seketika air muka Anna langsung berubah.

Arthur yang usai membagikan makanan nya kepada bocah-bocah desa segera berbalik, menghampiri Anna yang diam mematung, ke-dua alis milik Arthur saling menaut melihat wajah Anna yang terkesan murung. "Apa kau baik-baik saja?"

Lamunan Anna buyar seketika, sontak dirinya segera menggelengkan kepala. "Aku tidak apa-apa."

"Apakah punyamu sudah habis?" Tanya Anna seraya membereskan kantung nya yang sudah kosong.

"Hanya tersisa satu."

"Kenapa kau tidak membagikan nya kepada yang lain?"

"Ini punyaku, aku juga ingin mencicipi makanan yang kau buat." Ujar Arthur seraya menerbitkan senyuman, bila dipikir-pikir sepertinya Arthur kerap tersenyum, apalagi bersama gadis yang sudah mengisi hatinya, mungkin?

"Hey Arthur." Sapa Helsa yang tiba-tiba hadir seraya melukiskan senyum manis.

Seketika air muka Arthur langsung berubah, Anna yang menangkap kehadiran Helsa segera memandang Arthur sekilas. "Apakah dia temanmu Arthur?"

"Hmm."

Helsa semakin merapatkan diri ke tengah-tengah kerumunan itu. "Namamu Anna bukan? Seperti nya ini ke-dua kalinya kita bertemu." Ujar Helsa kepada Anna yang hanya menatap nya bingung.

"Benarkah?"

"Iya, apa kau lupa? Kemarin aku pulang bersama Emily lalu melihatmu, sepertinya kau tidak menyadari-ku dan pulang begitu saja." Ujar Helsa, garis wajah nya perlahan berubah murung.

Arthur yang melihat itu hanya memutar bola matanya kesal. "Ayo kita pergi ke lapangan yang dekat dengan sungai Anna."

Anna mengangguk, dirinya menyumbangkan senyuman kepada Helsa sebelum berjalan pergi. "Maafkan aku kemarin tidak menyadari keberadaan-mu."

"Tidak apa-apa, emm.. Apa aku boleh ikut bersama kalian?" Tanya Helsa susah payah mempertahankan senyuman nya.

"Ten—"

"Tidak." Potong Arthur cepat. "Bukankah kau harus mengurus sesuatu untuk besok malam Helsa?"

Helsa merasa mengikuti Arthur sedari tadi tidak ada gunanya, di balik wajah cerah nya sebuah kekesalan tengah membelenggu hebat, se-berusaha mungkin Helsa menahan nya.

"Tentu saja, maaf aku lupa." Ujar Helsa selembut mungkin menahan amarah. Kenapa harus gadis itu?!

Anna mengerjapkan matanya berulang kali. "Namamu Helsa? Kau sangat cantik sekali". Puji Anna begitu tulus.

Helsa balas tersenyum yang jelas terpaksa, Emily yang sudah beres dengan pekerjaan nya segera berjalan ke samping Anna, kemudian memberikan sekotak makanan ke arah Helsa. "Kau belum ke bagian bukan? Terimalah ini, Anna yang membuatnya."

Helsa memandang lama kotak tersebut sebelum menerima nya. "Terima kasih."

"Oh iya, apa kalian sudah selesai? Kalau begitu ayo kita pulang." Ujar Emily mengajak kepada Anna serta Arthur.

Anna yang hendak membalas ucapan Emily harus terdiam kembali kala Arthur berucap lebih dulu. "Kami akan berjalan-jalan sebentar."

Seusai itu, Arthur meraih salah satu lengan Anna, menggenggam nya begitu kuat, mereka mulai melangkahkan kaki hingga berjalan bersama.

Helsa yang melihat itu hanya terdiam dengan tatapan penuh amarah.

"Mereka begitu cocok." Celetuk Fay yang duduk di pundak Emily, dia tidak ikut karena tidak mau mengganggu mereka berdua.

"Hmm kau benar." Balas Emily sambil mengangguk-anggukan kepala, kemudian Emily mulai berjalan pulang sambil membawa kantong bekas makanan tadi, meninggalkan Helsa seorang diri dengan pikiran yang bercabang kemana-mana.

Setelah terdiam hingga memakan waktu beberapa saat, Helsa segera beranjak pergi dari sana. "Aku benar-benar benci gadis cacat itu." Gumamnya pelan, beruntung tidak orang hingga menyisakan kesunyian.

Sedangkan di atas atap perumahan, terlihat seorang pria berjubah yang sedari tadi menikmati pemandangan di bawahnya tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun, dirinya hanya memandang kejadian barusan bersama garis wajah setia datar, seusai itu dirinya segera mengikuti gadis yang tengah berjalan menjauh bersama lelaki Werewolf.

•••

"Terima kasih yang mulia Lord." Ujar Raja Harrison sambil membungkuk kepada pria di hadapan nya.

Sang Lord tidak membuka suara, ke-dua bibirnya setia rapat, dirinya hanya menikmati pemandangan senja yang begitu megah, tepat didepan mata tercipta sebuah taman kecil dengan beberapa pilar yang mengitari, air terjun terdampar di tengah-tengah taman tersebut, ribuan kupu-kupu beterbangan memamerkan kilau sayap mereka yang berwarna-warni, seusai pertempuran melawan para pemberontak yang mengusik pikiran nya, sang Lord berniat tinggal sebentar di Kerajaan Herliconia- kerajaan atau wilayah khusus para Wizard, serta tidak lupa mengembalikan semua para prajurit yang berasal dari wilayah Herliconia.

Louis yang baru saja memulihkan luka serta sihir segera berjalan ke arah Ayah-nya serta sang Lord. "Besok malam ada perayaan bulan purnama yang mulia, bagaimana jika anda menginap di istana ini lalu merayakan nya bersama kami?"

Raja Harrison hendak berucap kala mendengar perkataan anak-nya, namun sang Lord lebih dulu menyela. "Ya aku akan menginap di sini." Ujarnya terkesan dingin.

Louis menahan rasa senang yang bergemuruh di dalam hati, dirinya kira sang Lord tidak akan membalas ajakan nya. "Saya akan menyuruh para pelayan menyiapkan kamar anda." Seusai itu Louis segera membungkuk, kemudian beranjak pergi sambil mengembangkan senyuman nya.

"Terima kasih telah menerima ajakan anak saya yang mulia." Ujar Raja Harrison yang tak kalah senang nya.

Sang Lord bertanya perihal lain tanpa menolehkan kepala. "Apa Axell sudah bisa mengendalikan sihirnya?"

"Belum yang mulia, setiap dia mengeluarkan sihir, dirinya selalu hilang kendali, dan menghancurkan apa saja yang berada didekat nya."

Terdiam seusai mendengar perkataan Raja Wizard, sang Lord tidak mengatakan apapun membuat seseorang disamping nya mengeluarkan keringat dingin, Raja Harrison langsung terdiam tanpa menggerakkan tubuhnya sedikitpun, bukan apa-apa, hanya saja bila sang Lord telah terdiam, aura mencekat selalu menguar begitu dalam seolah mencakar tenggorokan, membuat siapapun yang berada di dekat nya kesulitan untuk menarik nafas.

DESTINY WITH THE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang