Di dalam ruangan kerja milik Alaric terlihat Evan tengah membuka sebuah gulungan seusai mendudukkan diri di atas sofa, dirinya menghela nafas panjang kala mendapat berita yang dituangkan ke dalam secarik kertas pemberian dari seorang prajurit, rupanya masalah tidak akan pernah habis sebelum kita mati.
"Lamia?" Gumamnya. "Siapa yang membangkitkan monster sialan itu?!"
Dengan segera Evan kembali bangkit berdiri, tetapi dirinya dibuat terkejut kala menangkap sosok Lord-nya tengah bersandar pada tepi jendela seraya membelakangi nya tenang, Evan mengayunkan kakinya mendekat, lalu membungkuk singkat. "Salam yang mulia, semoga berkah langit selalu tercurahkan kepada anda."
Alaric menoleh ke belakang. "Kau sudah mengetahuinya?"
"Tentang wilayah di bagian barat yang mulia?"
"Hmm."
"Tentu, saya sudah mengetahuinya."
Alaric membawa tubuhnya duduk di atas kursi kekuasaan nya. "Zero sudah mengerjakan misi-nya namun masalah baru datang kembali."
Ke-dua alis Evan langsung menyatu. "Apa mereka benar-benar sudah bergerak yang mulia?"
"Menurutmu? Dan aku ingin kau mengurus wilayah-ku yang berada di bagian barat."
"Tentu saja, tapi bagaimana dengan El?"
"Zero bisa mengurusnya sendiri, dia sudah bukan anak kecil lagi Theo."
"Baiklah yang mulia, tapi saya ingin mengatakan sesuatu." Sedikit ada keraguan di akhir kalimat saat Evan mengatakan itu.
Alaric melirik sekilas kepada Evan, lalu menarik salah satu gulungan yang menumpuk. "Katakan saja."
"Akhir-akhir ini pemberontakan sering terjadi saat mereka mengetahui kalau anda telah memiliki seorang Mate."
"Apa hubungan nya dengan Ratu-ku?"
"Ada yang menyebarkan berita bila yang mulia Ratu adalah seorang Wizard yang tidak memiliki sihir, membuat mereka tidak setuju tentang hal itu hingga pemberontakan terjadi." Jelas Evan panjang lebar seraya menunduk, dirinya takut bila Alaric akan marah lalu mengeluarkan sihir besar-besaran.
Tapi sepertinya tidak, Alaric tidak menyahut, netra gelap nya fokus tertuju pada permukaan gulungan yang penuh dengan tulisan tinta, seusai menandatangani lembaran kertas yang membutuhkan persetujuan kerajaan Diamond, Alaric segera beranjak berdiri, lalu menatap Evan yang setia menundukkan kepala. "Apa kau sudah membawa para bedebah itu ke dalam penjara bawah tanah?"
"Sudah yang mulia."
"Bila mereka tidak mau menerima Ratu-ku maka kematian yang akan menjemput mereka."
Langkah lebar Alaric membawa pria itu ke luar ruangan, perlahan tubuh tegap nya amblas tertelan pintu raksasa, pandangan Evan beralih ke arah jendela, dirinya mengambil langkah lalu keluar ruangan melalui jendela bening, alas kakinya menapaki rerumputan halus yang terhampar rapi, Evan berhenti seraya mengarahkan sebelah lengan ke atas langit hingga memunculkan lingkaran sihir, se-ekor burung dengan sepasang sayap berlumur api muncul dari lingkaran sihir tersebut lalu membungkuk di hadapan Evan.
Evan yang mengerti segera berjalan mendekat kemudian mendudukkan diri di atas punggung burung itu, Evan bersiul memerintahkan burung peliharaan nya untuk segera pergi.
"Wilayah Nirvana!" Perintah Evan, seolah mengerti burung api milik-nya langsung mengepakkan sayap lalu segera membawa tuan-nya ke tempat yang dituju.
•••
Anna berjalan dengan sebuah senyuman manis tersungging di wajah nya seraya memeluk beberapa buku, Fay yang terbang di samping nya terus berceloteh tanpa henti meskipun tidak Anna hiraukan, bola mata Anna bergerak liar, memandang ke segala arah hingga tidak fokus, alhasil dirinya menabrak dada bidang seseorang hingga tubuh mungilnya terjatuh mencium permukaan marmer, buku yang tengah dirinya peluk langsung tumpah ke bawah, Lucy yang melihat itu segera membantu Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Dunia bukan misteri yang harus dipecahkan, tetapi kenyataan yang harus dijalani." Anna tidak menyangka jika hutan lebat yang dimasukinya menyimpan dunia lain, dihuni oleh...