Di bawah gumpalan awan yang terkesan kelabu terlihat tiga orang gadis tengah berdiri, tepat di atas bukit yang dapat menangkap seluruh wilayah Herliconia dengan begitu jelas, sepasang mata semua ke-tiga wanita itu dibalut kain putih, tetapi mereka dapat merasakan arah yang ingin mereka pijak, dibalik kain putih tersebut mata mereka terbuka, dapat melihat pemandangan tanpa cacat warna sedikitpun, seolah kain yang menutupi tidak menjadi masalah bagi mereka bertiga.
Semuanya tidak ada yang mustahil bila sudah di aliri sihir.
"Kota yang begitu indah." Ujar Tillie seraya mengulas senyum miring.
"Kau benar Kak, apalagi kota itu akan terlihat lebih indah bila di penuhi oleh jeritan orang-orang yang kesakitan." Talisa menyahut.
"Kita akan memulainya dari mana?" Tina mengajukan tanya sembari memakan buah apel.
"Bagaimana jika kita memulainya dari kerajaan Earthland saja? Aku dengar Raja di sana masih muda." Talisa memberi usul yang di setujui oleh ke-dua saudara nya.
"Ide yang bagus Talisa."
"Sebagai pembukaan nya kita beri mereka ledakan saja, jangan terlalu besar, hanya bisa meratakan separuh nya saja itu sudah cukup."
"Baiklah, sepertinya ini akan sangat menyenangkan."
•••
"Benar-benar merepotkan." Gerutu Zero yang tengah tidur di atas dahan pohon seraya menutup mata menggunakan sebelah lengan.
"Kapan kau siap pangeran Axell?" Sambung nya kepada Axell yang tengah duduk santai di bawah nya.
"Sekarang juga aku sudah siap."
Zero perlahan beranjak duduk. "Padahal setelah mengajarimu aku sudah punya rencana."
Axell yang bersandar pada permukaan dahan pohon segera menaikkan sebelah alis. "Rencana apa?"
Zero melompat dari atas dahan pohon lalu berujar. "Rencana kencan dengan para gadis Fairy, bahkan aku kemarin sempat melihat pelayan baru di sebuah toko kue di pinggir jalan, apalagi pelayan itu terlihat begitu cantik dari sisi tubuh ataupun wajah."
Axell memutar bola mata seraya berdiri. "Jangan bercanda! Kita tidak punya waktu untuk mengurus hal seperti itu."
"Apalagi perjalanan ke wilayah Earthland begitu jauh, sebaiknya kita berangkat sekarang." Sambung Axell segera mengambil langkah, meninggalkan Zero yang membatu di tempat.
Zero mengernyit. "Kau serius ingin menaiki gerobak ke kerajaan Earthland?"
"Kereta kuda." Koreksi Axell seraya menghentikan langkah.
"Cih! Menaiki kereta kuda begitu lama hingga membuat-ku berdebu, lebih baik kita langsung pergi ke wilayah itu menggunakan ini." Ujar Zero seraya mengarahkan sebelah lengan ke depan di susul merapalkan sebuah mantra, seketika portal berpintu besi berwarna biru tercipta, terbuka lebar seolah menyambut mereka berdua.
Mata Axell membulat sempurna kala menangkap sebuah portal yang di ciptakan oleh Zero. "Bagaimana kau bisa melakukan itu?"
Axell benar-benar tidak habis pikir dengan sosok Zero, dirinya dapat meramal bahwa ada banyak kejutan yang masih tersimpan dari pria biru itu, dapat ditebak dari portal yang telah di ciptakan nya, yang Axell tahu membuat sebuah portal itu memerlukan sihir besar, tidak semudah menjentikkan jari, para Wizard kelas atas nyaris tidak bisa membuat sihir penghubung dimensi tersebut, termasuk Axell sendiri.
"Sampai kapan kau akan berdiri di sana? Cepat masuk!" Ujar Zero menggelengkan kepala pelan, reaksi Axell begitu berlebihan menurut nya.
Axell menelan ludah nya kasar kemudian berjalan sesuai arahan Zero kala masuk ke dalam portal milik pria biru itu, Zero turut mengekori dari arah belakang, sebuah rantai berkilau muncul dari dalam tanah, melingkari pintu besi yang telah tertutup rapat lalu membawa ke-dua pria yang berada di dalam nya ke tempat yang mereka tuju.
•••
Anna memandangi setiap sudut istana yang begitu besar dengan manik biru nya turut berpendar, kristal-kristal seolah berserakan memenuhi permukaan marmer, mulut Anna tidak berhenti terbuka karena takjub. "Sangat indah."
"Tentu saja, karena istana-ku yang paling mewah di dunia ini." Balas Alaric yang setia menggenggam lengan Anna begitu erat, tidak dirinya longgarkan sedikitpun, takut gadis-nya tiba-tiba menghilang ketika Alaric melonggarkan genggaman nya dalam sedetik.
Anna tidak berhenti menyisir setiap sudut istana, begitu luas hingga memakan waktu bermenit-menit, ini sebuah keajaiban, dulu Anna berpikir dirinya hanya bisa melihat kerajaan beserta isinya lewat layar televisi atau handphone, tetapi detik sekarang, dirinya dapat merasakan bila halusinasi semata nya menjadi kenyataan.
Anna meringis pelan kala merasakan ke-dua kakinya nyaris patah, sudah cukup lama dirinya berjalan-jalan seperti ini. "Sebenarnya kita mau kemana? Kaki-ku sudah lelah."
Alaric mengukir senyum kecil, kemudian menarik lengan Anna agar ikut melajukan langkah. "Kita akan pergi ke suatu tempat."
Anna pasrah ditarik oleh Alaric agar sejajar berjalan bersama, lorong serta ruangan-ruangan megah lain nya sudah mereka berdua lewati, bertepatan Alaric mengambil jalan yang harus melewati dua prajurit yang tengah berjaga, Anna segera menundukkan kepala nya dalam, prajurit tersebut segera membungkukkan badan, mereka terkejut kala menangkap sepasang kekasih yang melewati mereka, dua prajurit itu segera menarik badan masing-masing seraya memandangi Lord-nya yang sudah berjalan menjauh.
"Apa dia calon Ratu kita?" Tanya salah satu prajurit kepada teman-nya yang berada di sampingnya.
"Mungkin saja, karena pertama kalinya aku melihat yang mulia Lord berjalan bersama seorang gadis."
"Dia terlihat berbeda dengan yang lain, apalagi warna rambutnya, benar-benar begitu cantik."
Sontak dari teman si prajurit segera menatap nya horror. "Bila yang mulia Lord mendengar itu aku tidak yakin jika anggota tubuh-mu masih utuh."
"Apa maksudmu? Aku hanya memuji calon Ratu kita."
"Ada apa ini?" Evan bersuara yang kemunculan nya mengagetkan mereka berdua.
"Tidak ada Tuan Evan." Balas salah satu prajurit yang segera membungkuk.
"Kerjakan tugas kalian dengan baik, atau aku akan mengirim kalian ke neraka secepatnya."
Ke-dua prajurit itu cepat-cepat mengangguk, lantas bergegas pergi, Evan hanya bisa menggeleng seraya membuang nafas panjang, dirinya harus segera melanjutkan langkah dengan secarik kertas di dalam genggaman.
Kembali lagi kepada Anna serta Alaric, setelah berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
"Kita mau masuk ke dalam?" Anna bertanya dengan bulir-bulir keringat dingin mulai keluar dari pelipis nya, dirinya dapat menangkap jelas pintu besi yang tertelan tumbuhan berduri sudah berdiri kokoh di hadapan nya.
"Tentu saja, apa kau takut?" Tanya Alaric yang berada di samping nya.
"Ti-tidak, aku tidak takut, hanya saja... "
"Tidak usah takut, aku selalu ada di samping-mu." Alaric mengukir senyum tipis.
Kepala Anna perlahan menunduk sambil merasakan perasaan hangat yang menyirami hatinya kala perkataan Alaric masuk ke dalam telinga nya, namun tarikan di pergelangan tangan nya membuat Anna segera mendongak serta berjalan maju, pintu terbuka secara sendirinya kala Alaric mengucapkan sebait mantra, tidak ada satu-pun prajurit yang berjaga di sana.
Kala kakinya merasakan rerumputan lembut yang menusuk, Anna perlahan membuka mata yang semula terpejam, ntah yang berapa kalinya Anna dibuat terkagum akan keindahan alam yang tercipta di dunia Immortal, detik-detik lalu pemandangan menyeramkan bergumul di dalam benak nya, tapi sekarang berbanding terbalik dengan bayang-bayang nya.
Sebuah pemandangan bunga tulip memenuhi se-penjuru taman hingga tidak berujung, warna cerah yang membuat sepasang mata berdecak benar-benar mengagumkan, Anna tidak berhenti memuji keindahan ini di dalam hati, sepertinya rangkaian kata tak dapat mendeskripsikan keindahan yang tengah dirinya pandang.
"Ayo kita pergi ke sana Willi." Ajak Anna sembari menarik lengan kekar Alaric menggunakan ke-dua tangan nya.
Alaric yang melihat Anna mengulas senyuman ikut menarik ke-dua sudut bibirnya, memperlihatkan senyuman manis yang dirinya lukis.
"Baik Ratu-ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Dunia bukan misteri yang harus dipecahkan, tetapi kenyataan yang harus dijalani." Anna tidak menyangka jika hutan lebat yang dimasukinya menyimpan dunia lain, dihuni oleh...