39. Tangguh

191 35 8
                                        

Baiklah mari kita lanjutkan :)

Nah..., siapkan hati kalian ... hehehe

Enjoy, and hope you like it :)

39. Tangguh

Mata tajam itu memandang seksama penuh waspada sekitarnya. Sinar bulan purnama, malam ini sedikit membantu penglihatannya. Ia tahu situasi tidaklah aman. Ia bisa merasakan bahaya mengancam. Suara hembusan angin dari pohon-pohon tinggi di sekitarnya, mengirimkan suasana tak menyenangkan dan mencekam. Entah makhluk apa yang berada di balik semak-semak itu. Ia sudah memasang beberapa perangkap di beberapa titik. Dan ia pun harus berhati-hati dalam bergerak, atau ia sendiri yang akan masuk jebakan.

SRET!

Insting pemburunya bergerak cepat mengikuti suara itu. Matanya semakin tajam, tak lepas mencari benda yang bergerak itu. Dikejarnya makhluk itu dengan mengarahkan panah bermata peraknya.

Ia terus mengejar. Berapa lama ia berlari? Entahlah, tapi yang pasti ia sudah keluar dari zona amannya. Tidak ada jebakan yang akan membantu menolongnya. Hanya keberuntungan dan kemampuannya dari mempertahankan diri.

Tiba-tiba ia merasakan angin dari arah belakang. Mempertaruhkan instingnya, ia menggerakkan kepalanya ke samping kiri, dan secepat angin sebuah belati melintas melewati pipinya. Ia kurang cepat menghindar, dan mata belati itu, sempat menggores pipinya yang mulus.

"Auch!"

Jleb!

Ia menengok ke mana belati itu berakhir. Menancap di batang pohon.

Ditariknya napas dalam-dalam dengan tersengal-sengal. "Phiuh, nyaris!"

Ia segera menengok ke belakang. Siapa yang melemparnya dengan belati. Tidak ada siapa-siapa di sana.

SRET!

SRET!

Suara makhluk itu lagi berlarian di sekelilingnya. Berapa banyak jumlahnya???

Ia kembali mempertajam penglihatannya, ke mana mereka berlari? Kemudian tiba-tiba hening. Kewaspadaannya meningkat tajam. Hening pertanda tidak baik. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Serangan bisa datang kapan dan dari arah mana saja.

Ia pun kembali merasakan gerakan dari arah belakang. Dan secepat kilat ia berbalik, menyambut apapun makhluk itu dengan mengarahkan busurnya. Terlambat, makhluk itu jauh lebih cepat.

BRUG!!

Makhluk berbulu, berkaki empat itu menubruk tubuhnya dan menghempaskannya ke tanah. Busur yang dipegangnya terlepas.

Kini ia hanya beberapa senti dari makhluk itu. Moncong bergigi tajam itu, dengan ganas mengincar kulitnya.

Sekuat tenaga dengan kedua tangannya menahan gigi itu menyentuh kulitnya. Dia tidak mau berubah menjadi makhluk yang sama!

Tapi tenaganya tak sebanding dengan kekuatan makhluk itu. Ia seperti diterjang anjing raksasa!

"UGGHH!!!!" Kekuatannya semakin melemah. Ia tidak akan kuat menahannya lagi.

DOR!

DOR!!

DOR!!!

Sesaat ia terpaku dengan suara tembakan itu, dan berubah menjadi kelegaan besar. Terlebih makhluk yang berada di atasnya ini, langsung tersungkur di atas tubuhnya. Moncongnya jatuh lunglai di atas pundaknya. Tak terasa lagi hembusan napas bau itu. Makhluk itu sudah mati!

Ia mengernyitkan hidungnya dengan aroma amis makhluk itu.

Namun yang lebih membuatnya lega lagi, tiga peluru itu tidak sampai menembus ke kulitnya.

Unwanted (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang