Aku datang jauh lebih awal hehehe
Baiklah, mari kita lanjutkan kembali...
Enjoy, and hope you like it :)
34. Teror Besar
Masing-masing terpaku dalam emosi dan ketegangan mereka.
Jonathan terkaget, ia tak ingin lagi mendengar putranya memanggil dirinya Tuan Besar. Dan terlihat sekali Tom masih sangat takut padanya.
Phillipe terluka melihat Tom masih tampak ketakutan di hadapan ayahnya sendiri. Sebesar apapun ia ingin menenangkan Tom dan meyakinkannya bahwa tidak ada yang akan memperlakukannya seperti dulu lagi, ia tahu bukan itu yang akan menyembuhkan Tom. Tom harus memastikannya sendiri, dan satu-satunya cara, hanyalah ayahnya sendiri yang memastikan dan meyakinkannya.
Terrence sama terkejutnya seperti ayahnya, tapi kemudian berubah menjadi rasa marah. Ia tak mengira memberi-tahukan ayahnya; Tom membawakannya sarapan ke kamarnya akan memunculkan reaksi tersebut dari ayahnya.
Jonathan yang pertama bereaksi keluar dari keterpakuannya mereka. Ia berdiri dari duduknya dan mendekati Tom.
"Hey, hey, Tom..." Suara Jonathan sangatlah pelan, ia tak ingin menakuti putranya lagi. "Tidak apa-apa, Tom, aku tidak marah padamu." Ia mencoba untuk menyentuh pundaknya, tapi Tom menjengat kaget.
"Ayah! Berhentilah menakutinya!!" teriak Terrence marah. Ia lalu mendekati kakaknya dan bersimpuh di sampingnya, merangkul tangannya di pundak Tom. Ia benci melihat kakaknya ketakutan seperti ini.
Jonathan menghela napas memandangi kedua putranya.
"Maafkan aku, Nak." Ia mencobanya lagi. "Aku tak bermaksud menakutimu. Ayo, bangunlah," ia memohon. "Tidak ada yang marah, tidak ada yang memarahimu."
Perlahan Tom mengangkat kepalanya dan melihat ayahnya. Jonathan berdiri perlahan agar tidak menakuti Tom dan kembali duduk di kursinya.
Terrence turut berdiri dan membiarkan Tom berdiri lalu kembali ke kursinya.
Keluarga kecil itu kembali duduk. Ketegangan masih terasa.
"Tom..." Jonathan mencoba berucap pelan. "Terrence sudah besar. Ia bisa mengurus dirinya sendiri, kau tak perlu melayaninya lagi."
"Tapi...," Tom menyahut lirih. "Bukankah itu tugas seorang kakak, melayaninya dan memastikan kebutuhan adiknya?"
Jonathan tersenyum dengan kebanggaan. "Yea, itu memang tugas seorang kakak."
Tom memberanikan diri memandang ayahnya. "Saya selalu suka melayani Terrence," aku Tom.
Jonathan memejamkan matanya dan menghela napas. Pengabdian tulus di antara kedua putranya satu-satu hal baik dari kekejaman yang ia ciptakan selama ini. Perasaannya hancur, ia bertanggung jawab atas sikap dan reaksi Tom padanya. Kewajiban Terrence untuk mencari kakaknya, dan kewajiban Tom untuk selalu melindungi dan melayani adiknya.
"Well, baiklah," Jonathan menghelan napas. "Tapi jangan terlalu sering. Kau sudah terlalu memanjakan Terrence."
"Ayaah...," erang Terrence. Terrence sendiri tak benar-benar merasa dimanjakan Tom, tapi dia memang menyukai Tom mengasuhnya dan berharap tidak berhenti. Bukan, bukannya ia ingin dilayani oleh kakanya, tapi diasuh dengan cinta.
"Tidak apa-apa, Tuan, saya tidak keberatan," sahut Tom.
Jonathan menghela napas dan menundukkan kepalanya. Ia benci harus kembali membangkitkan trauma putranya. "Janganlah memanggil Tuan, Nak... kau putraku ..."
Tom terdiam sesaat, lalu mengangguk, "Ya.. A..yah.."
Jonathan menghela napas kembali. Bagaimana ia bisa sangat bodoh, melukai Tom seperti itu lagi? Ia merasa canggung sekarang, dan hampir terlupa, mereka tidak sendiri. Tuan Phillipe masih duduk bersama mereka, yang artinya menyaksikan semua yang terjadi. Ia bersedia bersumpah kepada pemuda itu akan melakukan apapun untuk membahagiakan Tom dan tidak akan lagi menakutinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted (END)
Ficción históricaTerlahir sebagai seorang Budak Perkebunan Kapas, Tom tahu tugas dan posisinya hanya untuk melayani Sang Tuan Muda yang masih berusia 12 tahun. Dengan hanya berjarak usia 4 tahun, Tom menyayangi Terrence seperti kepada adik yang tidak pernah ia mili...