Sebelumnya, terima kasih banyak untuk masih dengan setia menunggu, membaca dan memvote cerita ini, i appreciated sooo much, it makes me sooooo happy!! meski yaa ceritanya tidak bikin hati happy, maaaafkaaaan.... Tapi semoga masih bisa dinikmati, dan disukai...hehehehe...
Baiklah, tunggu apa lagi, mari kita lanjutkan.... :)
So, enjoy, and hope you like it ... :)
32. Ledakan Perasaann
Jonathan masih memandang Tom dengan tatapan tak nyaman dan rasa bersalah. Ia kemudian merogoh sakunya dan mengambil kunci yang sepertinya selalu ia bawa. Dibukanya kunci pintu itu dan pintu itu pun terbuka lebar.
"Satu-satunya alasan aku melarang kalian, terlebih kau, Tom..., untuk memasuki kamar ini, karena...," Jonathan melangkah masuk, "Karena kau sangatlah mirip dengannya." Ia berdiri di hadapan lukisan besar Catherine Warwood, istri tercintanya.
Tapi Tom tetap berdiri di luar. Tidak, ia tidak akan masuk ke dalam.
Melihat putranya sama sekali tidak bergerak, ia memandang kesemuanya dengan canggung. Dihelanya napas dan berjalan keluar kamar.
"Aku akan membiarkan pintu ini terbuka, jadi kau bisa masuk kapanpun kau siap."
Tom terkatup. Ingin rasanya ia masuk, tapi tidak bisa. Kamar itu memberinya kenangan buruk, memberi rasa sakit yang luar biasa. Ia kemudian mengetahui, hukuman 150 cambukan hanya untuk mereka para budak pelarian ataupun budak yang mencuri makanan, sebelum akhirnya dibunuh. Dan Tom sama sekali bukan keduanya! Meski akhirnya berhenti di 130, setelah Rossa memohon Tuan Warwood untuk menghentikannya, tetap meninggalkan luka yang dalam
Itu berarti Tuan Besar benar-benar ingin ia mati, Tuan sengaja berniat membunuhnya. Tiba-tiba ia merasakan mual kembali, dan siap keluar.
"Maafkan saya....!" pamit Tom dan berlari turun keluar rumah sebelum sempat muntah dan mengotori lantai.
"TOM!" pekik Terrence dan mengejar kakaknya.
Di luar, Tom mengeluarkan semuanya. Rasa mual yang mengguncang perutnya.
Terrence berdiri di samping Tom menunggu.
"Tom, kau tidak apa-apa?" tanya Terrence pelan penuh perhatian.
Tom mengusap mulutnya, dan menarik napas dalam-dalam. Wajahnya tampak pucat, namun ia memaksakan untuk tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Terrrence."
"Tidak, kau tidak baik-baik saja, Tom..."
Tom terkatup. "Aku akan baik-baik saja, Terrence, jangan khawatir."
Terrence terdiam. "Aku ingat hari itu..., aku kira aku akan kehilanganmu, aku yang hampir membunuhmu..." ucapnya lirih.
Tom tersenyum, "Bukan, bukan salahmu...." Perutnya kembali terasa mual teringat lagi semuanya. Tapi ia berusaha menahannya,ia tidak ingin menakuti Terrence.
Tom tersenyum canggung, "Jangan takut, aku masih di sini, bersamamu, Terrence..."
Bungsu Warwood tersenyum dengan leganya dan menghambur ke pelukan Tom dan memeluknya erat.
Tom mengeratkan pelukannya, mengendalikan perasaannya sendiri.
Ditariknya napas dalam-dalam. "Hey, bagaimana kalau kita berjalan-jalan ke hutan. Sudah lama bukan?" Tom mengalihkan pembicaraan.
"Tapi kau tidak boleh keluar rumah dulu, Tom."
"Mungkin saat ini yang kubutuhkan keluar dari rumah dahulu," sahut Tom dengan tersenyum.
Terrence terdiam dan mengangguk. "Aku janji tidak akan naik pohon lagi..." ucapnya lirih patuh.
Tom harus tertawa kecil, "Aku yang akan memastikan kau tidak akan naik pohon lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted (END)
Historical FictionTerlahir sebagai seorang Budak Perkebunan Kapas, Tom tahu tugas dan posisinya hanya untuk melayani Sang Tuan Muda yang masih berusia 12 tahun. Dengan hanya berjarak usia 4 tahun, Tom menyayangi Terrence seperti kepada adik yang tidak pernah ia mili...