38. Menghimpun Percaya Diri

156 34 15
                                    

Mariiiiii, kita lanjutkan lagi ... :)

Enjoy, and hope you like it

38. Menghimpun Percaya Diri

Perlahan tapi pasti, Tom menjalani kehidupan normalnya. Tanpa tekanan, tanpa rasa takut, juga tanpa hukuman. Semua dilalui dengan sewajarnya, termasuk saat menjadi pelayan di Bar. Rufus, Phillipe, juga Ellen, membantu agar semuanya lebih mudah untuk Tom.

Mereka berusaha menghindari apapun yang dapat membangkitkan kenangan buruk Tom akan rumah itu. Dan tentu saja kehadiran Lilly yang juga menemaninya. Bukan, bukan maksud Tom menggantikan Terrence, tapi ia seperti memiliki adik perempuan. Adik perempuan yang sama cerewetnya dengan Terrence.

Sore yang indah saat Tom menemani Lilly belajar di ruang tengah. Tuan Phillipe sedang mengunjungi pasiennya di luar desa, dan menyerahkan tugas menemani Lilly kepadanya. Entah siapa yang menemani siapa belajar. Siapa yang menjadi guru dan siapa yang menjadi murid. Keduanya sama-sama berkonsentrasi dengan kertas soal mereka.

Kebersamaannya bersama Lilly seperti ini membuat Tom selalu teringat kepada Terrence. Terkadang ia membayangkan Terrencelah yang sedang bersamanya kini, seperti saat mereka belajar bersama-sama dulu, atau lebih tepatnya Terrence yang mengajarinya, tentunya tanpa sepengetahuan Tuan Warwood.

DOR!

Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari luar rumah. Tubuh Tom spontan menjengat kaget. Terdengar kembali suara tembakan itu, dan tembakan berikutnya dengan jarak waktu yang konsisten.

"Jangan khawatir, Tom, Rufus sedang berlatih menembak," ucap Lilly santai, tanpa meninggalkan konsentrasinya dari buku tulisnya. Gadis cilik itu sepertinya dapat membedakan mana suara tembakan berlatih dan tembakan yang sebenarnnya.

"Oh." Tom menghela napas lega. Ia mengira ada keributan di luar sana. Tanpa sadar ia menarik tubuhnya ke arah jendela untuk melihatnya.

Dari balik jendela, ia melihat Tuan Rufus sedang berlatih menembak di halaman belakang, dengan jarak sasaran yang tak terlihat. Tapi ia mendengar lirih suara kaleng terhempas terkena peluru.

"Tom, kau sudah selesai menghitung semuanya?" Suara Lilly kembali menyadarkannya.

"Ah, ya, Nona, saya sudah selesai..." Tom kembali pada Nona Lilly, dan menunjukkan hasil pekerjaannya.

"Kita samakan jawabannya," ucap Lilly, lalu menyamakan jawaban dirinya dengan jawaban Tom. Beberapa soal hitungan penambahan dan perkalian yang Lilly buat sendiri.

"Sama semua, Tom." Lilly tersenyum puas melihat jawaban di dua buku tulis itu. Entah benar atau tidak. Tapi nanti ia akan memastikan jawaban yang benar kepada Phillipe. Phillipe sangat pintar berhitung.

"Nanti malam biar Phillipe yang memeriksanya lagi," lanjut Lilly.

Tom hanya mengangguk setuju dengan tersenyum.

"Baiklah, kita bisa makan kue sekarang, Tom," putus Lilly.

Kembali Tom mengangguk, dan mengikuti Nona Lilly ke Bar, untuk meminta kue sore ini.

Di Bar, keduanya menikmati bersama kue coklat buatan Nyonya Ellen. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Tom saat bersama Terrence dulu, karena hukuman akan menunggunya. Tapi sekarang, tidak akan ada hukuman lagi.

Ellen tersenyum melihat keduanya. Benar-benar seakan melihat dua anak kesayangannya. Perasaan yang sama saat awal Phillipe tinggal di sini. Sama-sama rapuh dan terguncang. Tapi mungkin Phillipe tak serapuh dan serusak Tom, hingga ia cepat kembali pulih dan kuat, bahkan kini mampu menolong dan menyembuhkan orang. Ellen hanya berharap, Tom akan sama kuatnya dan dengan cepat kembali pulih.

Unwanted (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang