33. Gamang

197 36 11
                                        

Kudatang lebih awal hehehehe

So what are waiting for, mari kita lanjutkan!

Just enjoy and hope you like it :)

33. Gamang

Ayah dan anak itu masih dalam posisi yang sama hingga pagi hari. Jonathan memeluk putranya yang tertidur kelelahan, dan Tom tampak tidak ingin melepaskannya. Ia tetap berada di pelukan ayahnya.

Tidak ada yang berniat memisahkan mereka dan membiarkan tetap seperti itu. Terrence ingin ikut bergabung, ikut memeluk mereka, tapi diurungkannya. Ia menyadari ini saatnya untuk Tom. Ia tidak boleh mengganggunya. Tom sangat membutuhkannya sekarang. Maka ia pun mundur dan kembali ke kamarnya, menangis bahagia seorang diri.

*#*

Tom terbangun dengan perasaan aneh di sekelilingnya. Terasa hangat dan nyaman, tapi dengan aroma yang selama ini amat ditakutinya begitu kuat di dekatnya.

"Selamat pagi, Nak...," sapa suara hangat itu dengan tersenyum ramah. Tapi justru langsung membuatnya terpaku pucat. Suara itu!

Tom memandang ketakutan saat menyadari posisinya. Ia masih berada di pelukan Tuan Warwood! Di lantai.

Secepatnya ia melepaskan diri, "Maafkan saya, Tuan..., maafkan saya!" dengan gemetar ketakutan.

Semakin membuatnya ketakutan saat menyadari mereka masih berada di kamar Nyonya Catherine. Ia tak berani melihat ke arah Tuan Warwood. Dipejamkan matanya kuat-kuat, bersiap untuk sesi hukuman selanjutnya.

"Hey, tidak apa-apa, Tom... tidak apa-apa..." Perlahan Jonathan menyentuh lengannya.

Tom terlonjak dengan sentuhan itu. Jonathan langsung menarik tangannya.

Jonathan terdiam dan memandangi Tom.

"Buka matamu, Tom...," pintanya tenang sedikit tegas.

Tom menelan ludah. Perintah tetap perintah. Ia harus mematuhinya.

Perlahan ia membuka matanya, namun tetap tak berani beradu mata.

"Lihatlah padaku, Tom..."

Dengan ketakutan, Tom perlahan melihatnya, dan bertemu sepasang mata Tuan Warwood yang berbeda dari biasanya.

"Tidak apa-apa...." Suara itu begitu jelas dan lembut.

Tom melihatnya dan ingin mempercayainya. Dilihatnya ke samping, sebuah belati tergeletak di sana.

Jonathan menegang, melihat mata itu terarah pada belati itu. Mungkinkah Tom akan menyerangnya lagi seperti semalam?

Tapi tak ada, Tom hanya memandangi belati itu dengan kebingungan.

"Kau ingat semalam?" Jonathan bertanya hati-hati.

Tom menggigit bibirnya, semakin memandangi belati itu, mencoba mengingatnya. Ya, dia ingat.  Semua itu bukanlah imajinasinya, itu semua nyata, ia telah meluapkan sesak dadanya, bahkan di luar kendalinya. 'Apa yang sudah ia lakukan??' Ia kembali menengok ke arah Tuan Warwood, ragu dan takut.

Jonathan menelan ludah penuh persiapan. Apapun bisa kembali terjadi.

"Maafkan saya, Tuan..., saya tak bermaksud..." ucap Tom lirih dengan matanya langsung tertunduk penuh penyesalan.

Jonathan menghela napas lega, meski hampir tak terdengar. "Tidak, Tom..., aku lega itu terjadi. Aku jadi bisa mendengar kemarahan, kesakitan, kesedihanmu, semuanya. Kau butuh melepaskannya semua, dan aku lega kau melakukannya."

Tom terkatup, "Saya hampir membunuh Anda..."

"Aku rela mati di tanganmu, jika itu semua bisa membuatmu merasa lebih baik. Jika itu bisa menghapus rasa sakit itu dan kemarahanmu," Jonathan menyahut pelan namun pasti.

Unwanted (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang