2. Luka Luka Itu

447 61 6
                                    

Hai, hai...., terima kasih banyak sudah menyukai cerita ini :) I really appreciate it ...

Aku akan coba untuk mempostingnya sampai selesai di sini, sooo bear with me its gonna be a bumpy road :) and I hope you enjoy it :)

Soo, here it comes .... hope you like it :)


2. Luka Luka Itu

Kabin adalah tempat tinggal para budak. Setidaknya ada dua puluh lima kabin yang terbuat dari kayu reyot dan dibangun berjajar mirip barak, tak jauh dari rumah utama. Setiap kabin memiliki beberapa dipan tidur sederhana dan tungku kecil. Lebih dari dua puluh budak tinggal di setiap kabinnya. Karena keterbatasan tempat tidur, sebagian budak harus tidur di lantai, beralaskan kasur jerami. Dipan hanya dikhususkan bagi para orang tua dan wanita hamil.

Ada juga sebuah kabin berisi sel-sel yang dikhususkan untuk tempat hukuman para budak.

Perlakuan tak manusiawi terjadi di Kediaman Jonathan Warwood, dan sama sekali tidak peduli jika para budaknya diperlakukan lebih buruk dari babi di kandang.

Terrence cukup bersyukur, Tom tak lagi harus tinggal di kabin. Tempat Tom berada di kamarnya, bersama dirinya. Meski tetap tidur di lantai, paling tidak, beralaskan kain, bersih dan hangat.

Untuk sementara, terpaksa Terrence membawa Tom ke kabin, karena terlalu jauh jika harus membawanya ke dapur atau ke kamarnya.

"Baringkan dia di sini," pinta Terrence pada kedua budak yang memapah Tom.

Dengan hati-hati Tom diletakkan di atas dipan dengan posisi tertelungkup. Terdengar desis menahan sakit terlepas dari bibir Tom.

"Sebentar akan kupanggilkan Mammy3." Secepat kilat, Terrence menuju dapur memanggil pengasuhnya.

Tak berapa lama, Terrence kembali bersama seorang pelayan gemuk berkulit gelap, berusia lebih dari 60 tahun.

"Ya Tuhan, Tom!?" Rossa menahan napas dengan luka baru di punggung Tom. Hatinya selalu hancur, setiap melihat Tom mendapatkan cambukan baru. Ditengoknya Terrence, meminta penjelasan.

Terrence menelan ludah. "Aku terlambat datang ke tempat latihan, dan beberapa tembakanku meleset." Ia mengakui kesalahannya lirih.

Rossa menghela napas sesal.

"Bukan, Rossa, ini salahku..." Tom masih mencoba menjawabnya.

Rossa hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Maafkan aku..." Terrrence tertunduk dengan rasa bersalah.

"Tidak apa-apa... dia akan baik-baik saja," Rossa langsung menenangkan Terrence. "Kita akan obati lukanya, ya." Dan langsung mengambil sebaskom air dan kain bersih.

Rossa harus menahan napas, saat mulai mengusap pelan, membersihkan darah di luka baru tersebut.

"Argh!" Tom memekik tertahan, saat air membasuh luka itu.

"Tahan sebentar, Tom...," Rossa menenangkan, dan dengan cepat membersihkan semua luka itu.

Untunglah sebagian luka sudah tak lagi mengeluarkan darah. Hanya beberapa dari luka lama yang belum sembuh benar, terbuka kembali dan perlu sedikit perawatan.

Jujur Rossa harus menahan napas perihnya, setiap kali melihat Tom terluka. Usianya baru 16 tahun, tapi tubuhnya telah dipenuhi luka cambuk, rotan, dan tongkat, yang mungkin telah diterimanya sejak kecil.

Sebagai seorang budak, Tom memang terlihat berbeda dengan para budak lainnya. Tidak hanya kulitnya yang putih tanpa campuran, tapi ia juga begitu tampan. Orang menyebutnya Budak Putih, yang mungkin memiliki darah Irlandia4. Tapi Rossa meyakini ada sesuatu dengan anak ini, hingga Tuan Warwood membelinya saat Tom masih berusia kanak-kanak. Tuan Warwood tidak pernah membeli budak anak-anak sebelumnya. Apakah karena wajah Tom mengingatkan pada seseorang? Rossa hanya merasa bukan tempat Tom untuk melalui ini semua.

Unwanted (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang