38. Part Tiga Puluh Delapan

44.2K 4.6K 57
                                    

Haiiiii, ada notif masuk lagi ya?

Xixi, seantusias apa sih kamu sama cerita ini Gengs?

Xixi, seantusias apa sih kamu sama cerita ini Gengs?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

38. PTSD

"Apa kamu melihat adegan kekerasan lagi? Atau mendapat kekerasan dari orang lain."

Jevanya menatap langit-langit ruangan, tenggorokannya terasa tercekat hanya untuk sekedar menjawab. Memikirkan tentang kekerasan? Dia memang melihat kejadian tersebut sebelum kambuh.

Jevanya tidak mengerti, dia memang memiliki riwayat penyakit mental; namanya PTSD dan hal aneh yang terjadi Numy tidak pernah mengalami hal kekerasan semasa hidupnya.

Namun sebuah bayangan-bayangan aneh terlihat memukul seseorang, memakinya dan menghakiminya. Numy sering membayangkan orang-orang yang mengangkat tangan mereka untuk memukuli satu orang dan menyiksanya sampai sekarat.

Karna halusinasinya itu Numy divonis memiliki PTSD; yang hanya akan kumat saat bayangan-bayangan itu muncul saja.

Dia awalnya tidak tau Jevanya juga mengalami hal yang sama, bedanya tubuh ini merespon saat terjadi kekerasan atau melihatnya secara langsung.

"Bicaralah Jeva, kamu ke sini untuk di dengarkan..." Psikiater itu beranjak mengambil sebuah lilin aromaterapi di laci meja kerjanya, dan kembali lagi pada Jevanya yang setengah berbaring di kursi praktek ruangan itu.

Menyalakan api kecil sehingga membuat aroma menenangkan dari lilin varian Lavender menyeruak, sedikit membuat Jevanya lebih tenang.

"Sekarang bisa kamu menceritakan semuanya pada saya?" Tanya Psikiater itu lembut.

Jevanya membuka matanya perlahan dan mengangguk, "Sepasang ibu dan anak, dia memukulnya dan—" Nafas Jevanya langsung tercekat, Psikiater segera mengambil kedua tangannya untuk digenggam.

"Tenang, tenang... It's okey, di sini nggak ada yang seperti itu. Kamu aman, jangan takut Jevanya."

"Dipukul, anaknya... Sakit, sakit sekali!" Racau Jevanya memeluk lengan Psikiater erat.

"Iya, tenang... Sekarang buka mata kamu, lihat itu semua sudah tidak ada."

Jevanya membuka matanya dan sedikit tersentak setelah sadar dia kembali membayangkan kejadian di mall.

"Mereka nggak ada?" Tanya Jevanya lirih.

Psikiater itu menatap sendu ke arah Jevanya yang begitu memperihatinkan dari kondisi sebelumnya.

"Kamu masih tetap meminum obat kan?"

Jevanya menatap dan mengangguk pelan, "Hanya saat kumat."

"Saya akan buatkan resep baru, sepertinya obat itu tidak akan ampuh karna kondisi kamu semakin parah Jevanya." Ucap Psikiater membuat Jevanya tertegun dengan pandangan sulit.

The Devil Girl? [TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang