Beberapa bulan kemudian...
Sudah sejak beberapa jam yang lalu Daru berangkat ke kantor. Gisha sibuk menidurkan Gieta, sudah beberapa hari ini ini anak itu rewel. Suhu tubuhnya juga naik. Namun pagi ini naiknya lebih ekstrim. Gisha sudah menelpon Mami untuk bertanya pada beliau dan kalau menurut Mami, Gieta mungkin akan tumbuh gigi lagi. Namun melihat kondisi Gieta, Gisha memutuskan membawa anaknya itu ke dokter.
Sebagai seorang ibu yang belum banyak pengalaman, Gisha memang sedikit panik untuk menghadapi situasi ini. Apalagi selama beberapa bulan belakangan Gieta tidak pernah sakit.
"Halo Mas," sapa Gisha pada Daru ketika telponnya tersambung.
"Halo sayang, kok tumben nelpon. Aku baru beberapa jam di kantor lho," canda Daru.
"Mas, aku mau ke rumah sakit."
"Rumah sakit?" tanya Daru panik.
"Iya Mas, ini suhu tubuh Gieta panas banget. Aku ukur tadi udah 37,9."
"Astaga, terus Gieta gimana? Dia nangis? Aku mau jemput ke rumah atau gimana?"
"Kamu nyusul ke rumah sakit XX aja Mas, aku udah pesan taksi."
"Ya udah, aku langsung ke rumah sakit."
Daru mencoba untuk tetap santai walaupun sebenarnya dia panik sekali. Tadinya dia malah terpikir untuk langsung menelpon ambulans. Namun akhirnya dia sadar, kalau dia panik pasti istrinya akan jauh lebih panik.
"Iya Mas."
Daru mendengar dengan jelas suara bergetar milik istrinya.
Setelah memberitahukan informasi pada Daru, Gisha kemudian segera keluar rumah, tak lama setelah itu taksi online yang dipesannya sampai di rumah.
Dalam perjalanan Gisha dilanda kepanikan yang luar biasa karena Gieta tiba-tiba mengalami kejang.
"Pak tolong! Anak sayang kejang-kejang," teriak Gisha panik.
"Baik Bu," balas sang sopir dan langsung meningkatkan laju mobilnya.
Sampai di rumah sakit dan membayar ongkos taxi, Gisha segera turun dan berlari dengan cepat.
"Dokter, Suster, tolong!!" teriaknya dengan keras.
"Tolong anak saya!" teriaknya lagi.
Namun kali ini sudah disertai tangisan. Gisha takut sekali. Gieta nampak tidak merespon, bayi itu terkulai tak sadarkan diri.
Segera para perawat di bagian UGD melihat dan sigap langsung menghampiri Gisha yang sudah menangis histeris bersama Gieta dalam gendongannya.
Gieta segera dibawa ke ruang UGD untuk diberikan pertolongan pertama. Saat itulah lulut Gisha lemas bagai tidak bertulang.
Dengan tangan gemetar dia menelpon Daru.
"Mas."
Pecahlah tangisannya ketika Daru mengangkat panggilan telponnya.
"Ya sayang, udah sampai? Aku udah di jalan ke sana."
Lagi-lagi Daru mencoba untuk tidak panik.
"Gieta Mas, Gieta," raung Gisha histeris.
"Gieta kejang-kejang Mas. Dia lagi ditangani dokter."
Oh Tuhan. Daru mengepalkan tangan kirinya yang masih memegang kemudi. Matanya memerah mencoba menahan tangis. Jujur saja, Daru juga ketakutan. Dalam hati dia terus berdoa.
"Sayang dengar, kamu harus tenang. Gieta pasti akan baik-baik aja. Putri kita anak yang kuat.
Jangan nangis, jangan takut. Aku udah sampai di tempat parkir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daru & Gisha (Tamat)
RomanceGisha mencintai Marko Seandaru begitu dalam hingga membuatnya terluka karena sebuah kenyataan tentang sang suami. 8 bulan perpisahan itu terjadi, Gisha masih sangat berharap. Namun sebuah surat yang berada dalam amplop cokelat yang tiba di rumahnya...