𓆩✩03. Menantu Baru✩𓆪

420 50 9
                                    

"Marvin, kapan kau akan menemukan calon istri?" Pertanyaan ini terbit lagi dari bibir Kakek Adhitama, setelah Marvin sembuh. Marvin tak habis pikir, kenapa sang Kakek sangat senang memerintah untuk segera menikah? Tak tahu kah dia, jika Marvin terbebani dengan pertanyaan sekaligus perintah ini?

Di sofa ruang keluarga, Marvin duduk sembari memijat pangkal hidungnya. Di depan matanya tersedia secangkir kopi, yang berada di atas meja. Uap panas yang awalnya terlihat di atas kopi, kini perlahan menghilang. Bersamaan dengan cairan kopi yang mendingin, karena tak kunjung diminum pemiliknya. "Tidak sekarang, Kek, " jawab Marvin.

"Kalau tidak sekarang? Mau kapan lagi?" tanya Kakek Adhitama. Sang Kakek mengeluarkan napas panjang. Dengan tongkatnya, dia menunjuk ke arah kucing milik Marvin. Dia mengingatkan, "Kau bahkan sudah kalah dengan kucing milikmu. Lihatlah dua bola bulu pengangguran, yang sekarang sudah mempunyai enam bayi kucing."

"Apa kau tak merasa iri? Melihat kucing itu sudah menemukan jodohnya? Setiap hari mereka memadu kasih, tanpa memedulikan sekitar," kata Kakek Adhitama.

Marvin mendorong punggungnya ke sofa. Dia menyandarkan tubuh, kemudian menjelaskan, "Kakek, menikah itu bukan hal yang mudah. Banyak hal yang mungkin akan mengganggu kehidupan tenangku, jika aku menikah."

"Bagaimana jika aku menikahi wanita jahat gila harta? Dia mungkin akan menambah masalah dalam hidupku. Bukannya bahagia, aku pasti akan menderita," ungkap Marvin.

Kakek Adhitama tertawa kecil, dia berujar, "Oleh karena itu, kau harus memilih istri yang tepat untuk calon ibu dari anak-anakmu. Cari wanita tulus, yang bertanggung jawab."

"Ya ya, Marvin pasti akan mencari wanita seperti itu, tapi tidak sekarang, " ulang Marvin, yang membuat Kakek Adhitama mendengkus kehilangan kesabaran.

"Baiklah, jika kau tak berniat mencari istri. Kakek yang akan memilihkan calon istri untukmu, " ucap sang Kakek.

Dipilihkan calon istri, itu berarti Marvin dijodohkan. Jelas saja, Marvin langsung menolak. Dia tak suka diatur apalagi dijodohkan. Pokoknya semua keputusan yang memengaruhi kehidupannya, harus sesuai dengan kemauannya.

"Mencari istri tak mau, dicarikan juga tak mau. Jadi kau mau apa? Apa kau tak merasa risi, mendengar berita-berita di luar sana yang mempertanyakan alasanmu belum menikah juga?" tanya Kakek Adhitama. Dia kemudian beranjak dari sofa, lalu memberitahu, "Kakek memberimu waktu beberapa minggu, untuk berpacaran. Jika wanita yang menjadi pacarmu cocok dengan dirimu, kau harus menikahinya. Jika tidak, Kakek akan mencarikanmu istri. "

Ketika Marvin sibuk berpikir untuk mencari cara bebas dari pertanyaan ini. Tiba-tiba saja, sesosok wanita berkacamata melewati sofanya. Wanita dengan senyum yang terlukis di wajahnya itu, berjalan ke arah sang Kakek. Di tangannya ada beberapa obat, sekaligus gelas air hangat. "Tuan, ini waktunya Anda minum obat."

"Untung saja Nak Wanda mengingatkan, " ungkap Kakek Adhitama. Pria tua itu duduk di kursi, kemudian mengambil obat yang diberikan Wanda. Setelah itu, Wanda tersenyum kemudian pergi melakukan pekerjaannya yang lain.

"Kalau bisa, berpacaran lah dengan wanita baik dan penurut seperti Wanda, " saran sang Kakek.

Wanda, Wanda, Wanda dan Wanda. Setelah Wanda bekerja untuk memberi obat pada sang Kakek, Marvin jadi sering mengamati wanita itu. Perlu Marvin akui, jika Wanda memang bersungguh-sungguh dengan pekerjaannya. Dia selalu siap siaga memberitahu obat untuk kesehatan para penghuni rumah. Selain itu, dia juga sangat teliti dan ramah. Pantas saja, Kakek Adhitama menyukai sifat dan pekerjaan Wanda.

"Kakek baru beberapa bulan mengenal Wanda, tapi sudah menyimpulkan jika Wanda itu wanita baik-baik," sindir Marvin.

Kakek Adhitama membalas, "Kau juga baru beberapa bulan mengenal Wanda, tapi selalu berpikiran buruk tentang wanita itu. Memangnya Wanda pernah menjahatimu?" tanya Kakek Adhitama.

Mengenai pertanyaan ini, Marvin tak bisa menjawab apa pun. Wanda memang tak pernah membuat masalah untuk Marvin. Wanita itu terlalu sibuk bekerja, begitu juga dengan Marvin.

"Kakek sebenarnya sudah lama mengenal Nak Wanda."

"Sejak Kakek membeli obat di apotek rumah sakit, Kakek sudah sering bertemu dengan Wanda, " ungkap Kakek Adhitama.

Pantas saja, sang Kakek yang pemilih, menawarkan pekerjaan pada Wanda. Rupanya dia memang sudah mengenal Wanda sejak dulu. Marvin saja yang belum mengetahuinya.

"Nak Wanda adalah seorang apoteker yang teliti dan bertanggung jawab. Dia pernah memberitahu Kakek, jika resep yang diberikan dokter agak keliru. Untung saja dia memberitahu, lalu memberikan obat yang benar, " jelas sang Kakek.

"Jadi, jangan berpikiran buruk tentang Nak Wanda, " lanjutnya.

Marvin mengeluarkan napas panjang. Otaknya mulai dipenuhi bayang-bayang wanita bernama Wanda. Usianya memang satu tahun di atas Marvin, tapi Wanda selalu menunduk dan menuruti perkataan Marvin. Poin penurut dan lembut ini, membuat Marvin berpikir untuk menjadikan Wanda sebagai pendamping hidupnya.

Cantik, lemah lembut, disukai Kakek Adhitama, penolong, rajin bekerja, teliti dan memiliki tubuh berisi. Dari ujung kaki hingga kepala, Wanda terlihat sederhana tapi mempunyai banyak kelebihan. Bola matanya mungkin tak bisa ditatap langsung, karena terhalang kacamata dan kepala yang menunduk. Namun, Marvin yakin, tanpa bertatapan mata dengan Wanda, dia bisa tahu jika wanita itu selalu berkata jujur.

Jujur saja, Marvin tak butuh wanita manja yang akan mengganggu ketenangan hidupnya. Dia juga tak butuh beban hidup baru. Karena Marvin hanya membutuhkan wanita penurut, untuk mengabulkan permintaan sang Kakek. Lagi pula, Wanda sesuai dengan tipe wanita yang disukai Marvin. Pendiam dan banyak bekerja. Kapan lagi, Marvin akan menemukan wanita seperti Wanda?

"Coba lah untuk mendekati Nak Wanda, " saran Kakek Adhitama.

Marvin meminum kopinya yang sudah dingin. Setelah menyesap air kopi, dia kemudian mengatakan, "Aku akan menikahinya."

Pengakuan Marvin membuat sang Kakek bertepuk tangan. Dia tersenyum lebar, sebelum berjalan ke arah Marvin dan menepuk bahu Cucunya. "Kau yakin akan menjadikan Wanda sebagai istrimu? Apa kau mencintainya?"

Cinta? Apa itu cinta? Marvin hanya melakukan semua keputusannya berdasarkan pikiran bukan perasaan. Dia tidak peduli tentang perasaan hatinya. Karena yang terpenting adalah melakukan semua hal setelah berpikir menggunakan otaknya. Marvin yakin, Wanda tak akan menolak apalagi membantah ucapannya. Siapa wanita miskin yang akan menolak menikahi pria mapan dan juga tampan?

"Tentu saja. Lagi pula Kakek ingin Wanda menjadi istriku bukan? Why not?" kata Marvin sebelum beranjak dari sofa. Pria itu kemudian menghampiri Wanda yang ada di dapur rumahnya. Niat Wanda adalah membuat olahan sehat untuk Kakek Adhitama, tapi panggilan dari Marvin membuatnya menghentikan kegiatannya. Wanda menoleh ke belakang. "Ya?"

Hembusan angin bertiup dari jendela dapur. Bola mata Wanda, menemukan sosok Marvin yang berdiri di belakangnya. Pria itu memasang ekspresi yang tak bisa Wanda baca. Spontan, Wanda menurunkan pandangannya. Dia kemudian menunggu Marvin mengatakan apa yang ingin disampaikan.

Satu langkah, mendekat ke arah Wanda. Marvin berjalan, menuju wanita yang saat ini memakai celemek dapur. Dia sedikit, mengangkat sudut bibirnya ke atas. Bukan menunjukkan senyuman ramah, tapi lebih ke arah senyuman percaya diri. Tanpa ada hujan, badai, atau bahkan gempa bumi, Marvin tiba-tiba mengajak, "Ayo kita menikah. "

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang