𓆩✩10. Memberitahu✩𓆪

277 41 15
                                    

"Tanganmu kenapa?" tanya Marvin. Untuk beberapa menit, Marvin menunggu Wanda menjawab pertanyaannya. Namun, wanita itu tak kunjung bersuara.

Karena Wanda tak menjawab pertanyaannya, Marvin berdiri dari kursinya. Pria itu melangkahkan kaki, kemudian ikut berjongkok di depan Wanda. Dalam satu tarikan, Marvin berhasil menahan pergelangan tangan Wanda. Dia mengernyitkan alis, kemudian bertanya, "Kenapa luka ini tak diobati? Kau 'kan seorang apoteker! Seharusnya kau tahu cara mengobati luka seperti ini!"

Wanda mengangkat wajah, menemukan Marvin memegangi pergelangan tangannya. Genggaman tangan Marvin mungkin terasa kuat sekaligus kasar. Namun, Wanda malah bersyukur. Setidaknya sang Suami ternyata peduli pada tangannya. Wanda memperingati Marvin, "Aku sudah mengobatinya kemarin. Hanya saja, hari ini aku belum sempat mengolesi obat, karena harus membuat kotak bekal makan untukmu. "

Pernyataan Wanda terdengar tulus di telinga Marvin. Namun, Marvin berusaha untuk tidak terpengaruh. Dia melepas pergelangan tangan Wanda, kemudian berdiri tegak. "Kau adalah istri dari pria kaya raya yang mempunyai banyak pelayan. Kenapa kau tidak meminta pelayan saja?"

"Kau ingin bekerja untuk dipuji Kakek? Atau kau ingin mencoba menarik rasa simpatiku? Maaf, tapi aku tak akan terpengaruh, " lanjut Marvin.

Perkataan dan perbuatan Marvin tak bisa diajak bekerja sama. Marvin mengatakan dia tidak peduli pada Wanda. Namun, diam-diam pria itu bergerak mencari kotak obat di ruang kerjanya. Marvin membuka laci meja, kemudian menemukan kotak obat yang dia miliki.

"Aku melakukan kewajibanku sebagai seorang istri," ucap Wanda kembali merapikan kotak bekal makan siangnya.

Marvin kembali berjalan ke arah Wanda, dia memberhentikan Wanda, "Berhenti. Kau tak perlu membereskan makanan itu. Aku akan menyuruh petugas kebersihan untuk membersihkannya. "

Telinga Wanda tak mendengar perintah Marvin. Wanita itu masih asik mengambil makanan yang jatuh, sebelum Marvin menahan pergelangan tangannya lagi. Pria itu menarik paksa Wanda agar berdiri, kemudian mendudukkan sang Istri di sofa. Dia tak membiarkan Wanda pergi, sebelum jari jemarinya mengolesi obat, di punggung tangan Wanda.

Untuk beberapa saat, Wanda terdiam. Dia fokus mengamati sang Suami yang mencoba mengobatinya. Marvin mungkin melakukannya secara kasar, tapi anehnya Wanda tersenyum senang. Dia menyukai, cara Marvin memandang lukanya dengan begitu serius. Wanda juga menyukai, sentuhan Marvin di punggung tangannya.

Terkadang Wanda meringis, membuat Marvin mengangkat wajah memeriksa kondisi sang Istri. "Jangan memasang wajah seperti itu. Ini salahmu juga, tak berhati-hati. "

"Terluka? Itu tidak masalah. Asalkan aku ada bersamamu, seberapa pun rasa sakit yang menimpaku, aku masih bisa menahannya, " lanjut Wanda.

"Pembual, " komentar Marvin.

Wanda mengetahui semua hal tentang Marvin. Dari ujung kepala hingga kaki, Wanda sudah mengenal baik sang Suami. Hanya saja, Wanda belum mengetahui apa yang ada di dalam hati pria itu. Dia terkadang tak mengerti, dengan sikap Marvin yang tiba-tiba berubah. Layaknya hujan di musim kemarau.

"Kau bilang kau tak peduli padaku, tapi kau mengambil obat lalu mengobatiku, " ucap Wanda heran.

Marvin tersenyum kecut. Setelah beres mengobati Wanda, dia membuang asal obatnya. Marvin memberitahu, "Jangan terlalu percaya diri dulu. Aku melakukan ini, karena tak mau Kakek berpikir, aku memperlakukanmu seperti pembantu. Lalu memaksamu memasak hingga terluka. "

"Lain kali, jangan memasak jika kau berniat melukai dirimu sendiri, " lanjut Marvin.

"Kau sangat memedulikanku. Aku pasti akan lebih berhati-hati lagi, " jawab Wanda.

Marvin melihat ke arah makanan yang ada di lantai. Dia berdecak beberapa kali, kemudian menelepon petugas kebersihan di tempatnya bekerja. Selain itu, Marvin juga menelepon sopir pribadinya, untuk mengantar sang Istri pulang.

Sebelum mengusir Wanda, Marvin sempat berpesan, "Jika lukamu belum sembuh juga, lebih baik kau pergi ke rumah sakit. Nanti aku akan menelepon dokter kenalanku, supaya bekas lukanya cepat hilang. "

"Bisa gawat, jika Kakek melihatnya. "

Wanda tersenyum tipis, sebenarnya menghilangkan luka bakar di tangan sangat lah mudah. Terlebih lagi, Wanda seorang Apoteker yang mengetahui jenis obat paling ampuh. Hanya saja, melihat cara Marvin memedulikan luka bakarnya, membuat Wanda ingin menyusahkan suaminya lebih banyak lagi. Wanda suka melihat raut wajah cemas Marvin, yang tak berkedip memperhatikan tangannya.

Marvin kembali duduk di sofa, dia menunggu petugas kebersihan datang, sekaligus memarahi Wanda. Wanda yang duduk di sampingnya hanya bisa tersenyum, mendengar omelan Marvin. Tanpa sadar, jari jemarinya terarah ke wajah sang Suami. Dia mendekatkan wajah keduanya, kemudian mencuri satu kecupan di bibir Marvin. "Terima kasih."

Marvin terdiam, setelah bibirnya kembali ternodai. Dia tak bisa mengelak, atau menghindar, karena Wanda terlalu cepat bergerak. Semua pikiran Marvin berisi Wanda, Wanda, Wanda dan Wanda. Kenapa wanita itu begitu senang mempermainkan hatinya? Tak tahu kah dia, jika Marvin benar-benar muak dengan sikapnya?

"Aku mengerti, jadi kau tak perlu berbicara panjang lebar, Dik Suami, " lanjut Wanda. Jari jemari wanita itu mengusap lembut rambut Marvin. Sayangnya, Marvin malah mengempaskan tangannya kasar. Dia memperingati, "Jangan sentuh aku!"

Amarah Marvin memenuhi kepala. Marvin memelototkan mata, lagi-lagi wanita itu berbuat seenak hati. Tanpa permisi, Marvin mendorong bahu sang Istri, hingga menyentuh sofa. Bola mata Marvin, memandang Wanda dengan tatapan mengintimidasi. Dia memperingati Wanda, "Jaga sikapmu! Kenapa kau sangat berani berbuat sesuka hatimu?! Ingatlah jika aku adalah atasanmu!"

Bukannya takut, Wanda malah tersenyum lebar. Dia melingkarkan kedua tangannya di leher sang Suami. Kemudian menarik Marvin, agar semakin menyudutkannya ke sofa. Wanda mengembuskan napas hangat di leher sang Suami. Dia berbisik tepat di kuping Marvin. "Jika aku tak mau, apa yang akan kau lakukan, Dik, Suami?"

Marvin menangkup kasar pipi Wanda dengan salah satu tangannya. Dia membuat Wanda mengamati bola mata marahnya secara langsung. "Kau pikir, karena Kakek berada dipihakmu. Kau bebas melakukan apa yang kau mau?" tanya Marvin.

"Jangan terlalu percaya diri, Nona Wanda. Jika aku tak bisa menceraikanmu, aku akan membuat hidupmu menderita karena tak mau bercerai," peringat Marvin.

Wanda tertawa kecil. Dia menjawab, "Sudah kubilang, aku tak peduli jika harus terluka karenamu."

"Selagi aku bisa bersamamu, aku tak perlu khawatir dengan semua penderitaan hidup. Karena berada jauh darimu, adalah penderitaan hidup yang sebenarnya, " lanjut Wanda.

"Kau sudah gila!" bentak Marvin.

Wanda mengangguk setuju. Dia mengembuskan napas panjang, kemudian memberitahu, "Aku bisa jauh lebih gila, jika kau jauh dariku. "

Tepat ketika Wanda mengatakan hal itu, setetes air hujan turun ke bumi. Marvin mengernyitkan kening, berbeda lagi dengan Wanda yang tersenyum manis. Di antara banyaknya air hujan yang jatuh dari atas langit. Wanda mengajukan satu pertanyaan, "Bagaimana cara membuatmu mengerti, lalu membalas semua perasaanku?"

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang