𓆩✩11. Membutuhkanmu ✩𓆪

327 44 14
                                    


Wanda mengajukan satu pertanyaan, "Bagaimana cara membuatmu mengerti, lalu membalas semua perasaanku?"

Pertanyaan Wanda dibalas sorot mata tajam Marvin. Pria itu tidak berminat menjawab pertanyaan Wanda. Karena dia tidak peduli dengan semua usaha yang Wanda lakukan. Selamanya, Marvin hanya akan menganggap Wanda sebagai bawahannya yang telah membangkang.

Ketika sorot mata Marvin semakin mencerminkan kebencian. Bola mata Wanda dilapisi oleh cairan bening. Wanda tahu, dirinya tak pantas bersanding dengan Marvin. Namun, hati dan pikirannya memaksanya untuk terus berusaha mendekati Marvin. Wanda yakin, suatu hari nanti perjuangannya akan mendapatkan balasan yang setimpal.

Air hujan semakin deras mengguyur bumi. Namun, Marvin masih tetap mengukung Wanda dengan tatapan tak bersahabat. Keduanya berbicara lewat tatapan mata. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing, tanpa memedulikan sekitar. Bahkan, keduanya lupa, jika detik pada jam terbuang sia-sia hanya untuk saling menatap satu sama lain.

"Silakan lakukan apa yang kau mau. Tapi aku tak akan pernah membiarkan tujuanmu tercapai, Kak, " bisik Marvin tepat di telinga Wanda.

Ketika posisi mereka hampir tak berjarak. Marvin dan Wanda tersentak kaget. Mereka melirik ke arah pintu masuk. Tepat di sana, seorang petugas kebersihan muncul. Pria itu langsung memalingkan wajah ke arah lain. Sembari berkata, "Maaf. Saya pikir Tuan sudah mengosongkan tempat ini. "

Marvin langsung berdiri tegak, membiarkan Wanda lepas dari kurungannya. Dia berdeham beberapa kali, sembari berpura-pura memperbaiki dasinya. Begitu juga dengan Wanda yang mendorong kacamatanya ke pangkal hidung.

"Cepat bersihkan tempat ini, " perintah Marvin kemudian pergi dari ruang kerjanya.

Petugas kebersihan itu mengangguk, lalu masuk ke dalam ruangan. Dia sempat melihat ke arah Wanda, kemudian tersenyum ramah. Wanda ikut membalasnya dengan senyuman kikuk. Dia berdiri dari sofa, lalu menyusul Marvin yang pergi ke luar ruangan kerjanya.

Untuk beberapa saat, indera pendengaran Wanda yang tajam, mendengar gosipan pekerja Marvin. Mereka menduga, jika jatuhnya makanan di meja, karena Marvin berniat bermesraan dengan sang Istri. Padahal kenyataannya, jauh berbeda dari dugaan mereka.

Wanda hanya bisa tersenyum manis. Setidaknya, di depan semua orang dia harus membuktikan jika Marvin dan dirinya adalah pasangan yang serasi.

"Aku sudah meminta sopir untuk mengantarmu pulang, " kata Marvin tanpa melirik ke belakang.

Wanda menatap punggung Marvin dari belakang. Dia masih bisa tersenyum, kemudian melirik ke arah punggung tangannya sendiri. Senyum di wajahnya semakin terlukis. Wanda masih memikirkan saat Marvin mengobati luka di tangannya.

Terdengar naif, tapi setiap perhatian Marvin membuat Wanda merasa sangat senang. Sebelumnya, Wanda tak pernah merasa diperhatikan sampai ke hal-hal kecil seperti ini.

"Dik Suami. Lain kali aku akan selalu datang ke tempat ini, jika kau melewati jam makanmu lagi, " peringat Wanda.

Marvin masih enggan melihat ke arah Wanda. Dia memasukkan kedua tangan ke saku celana, dengan pandangan fokus ke depan. Tampaknya, bangunan yang ada di balik jendela, lebih menarik daripada wajah cantik sang Istri. Marvin membalas, "Aku tidak akan melewatkan jam makanku lagi. Jadi kau tak perlu berlagak peduli padaku. "

"Aku tak membutuhkannya, " lanjut Marvin.

Bukannya merasa sedih, Wanda malah tersenyum tipis. "Itu bagus. Kau harus makan teratur, jika tak ingin aku memberimu peringatan lagi. "

Marvin tersenyum kecut, dia memberitahu Wanda, "Tanpa kau beritahu, aku sudah tahu hal itu. Kau pikir aku anak kecil?"

"Menurutku kau lebih dari anak kecil. Kau bayi mungil yang selalu ada di dalam pengawasanku, " balas Wanda.

Perkataan Wanda membuat kening Marvin mengernyit. Wanda mengatakan dia selalu mengawasi Marvin. Itu artinya, dugaan Marvin memang benar. Sebelum Marvin mengawasi Wanda, wanita itu sudah lebih dulu mengamatinya dari jauh. Marvin tak tahu, bagaimana cara Wanda mengamatinya? Namun, semua yang Wanda katakan, selalu sesuai dengan kenyataan yang ada.

"Aneh." Marvin langsung berbalik ke belakang. Dia menemukan Wanda tersenyum manis ke arahnya. Wanita dengan mata rubah itu berdiri tepat di belakangnya. Menanti Marvin, untuk berbalik ke belakang lalu memerhatikannya dari jarak jauh.

Selamanya Wanda akan selalu memerhatikan Marvin. Meskipun Marvin tak pernah serius memerhatikan Wanda secara keseluruhan. Rasanya, semakin Marvin menggali tentang Wanda. Semakin otaknya dibuat pusing, oleh teka-teki yang disuguhkan biodata Wanda.

"Aku sudah menghabiskan banyak waktu bekerjamu, Dik Suami. Terima kasih sudah mendengarkan ocehanku, sekarang aku berniat pulang, " pamit Wanda.

Marvin melirik ke arah jendela. Dia memperhatikan air hujan yang terus turun dari langit. Keningnya mengernyit, dia langsung berbalik ke arah Wanda. "Tunggu dulu. "

Wanda berhenti bergerak. Dia berbalik, lalu bertanya, "Ada apa?"

"Di luar hujan. Tunggulah beberapa saat lagi, " pinta Marvin.

Tadi mengusir, sekarang meminta Wanda untuk berada di dekatnya lagi. Wanda tersenyum tipis. Dia memberitahu, "Apa kau lupa? Aku naik mobil. Kau tak perlu khawatir padaku. Lagi pula, sopirmu tak akan membiarkanku terkena satu tetes air hujan pun."

"Aku tidak mengkhawatirkanmu. Aku hanya mengkhawatirkan pekerjaku. Mengemudi di saat hujan besar itu sangat berbahaya. Terlebih lagi, dia adalah sopir kepercayaanku, " lanjut Marvin.

Tanpa memedulikan Marvin yang mengelak tuduhannya. Wanda tersenyum manis, dia kemudian berjalan menghampiri Marvin lagi. Di depan jendela, Wanda bertanya, "Kau ingin aku temani lebih lama lagi?"

Meskipun Marvin tak menjawab pertanyaannya. Wanda masih bisa tersenyum manis. Dia menutup kelopak matanya, ketika suara air hujan terdengar berirama di telinga. Ditambah lagi, tubuhnya berdekatan dengan orang yang dicintai. Wanda bersumpah, jika saat-saat seperti ini, sangat berarti dalam hidupnya.

Tetes air hujan yang mengenai jendela perusahaan, tak lagi ada di penglihatan Marvin. Pria itu sekarang lebih tertarik memerhatikan Wanda dengan mata tertutup. Bibir wanita itu terkunci rapat, tapi dari sudut bibirnya yang melengkung ke atas, Marvin tahu jika Wanda menyukai suara air hujan.

Untuk beberapa menit, Marvin mengagumi kecantikan Wanda. Andai saja, wanita itu bukan wanita pembangkang yang senang membuatnya darah tinggi. Marvin mungkin tak akan bersikap dingin dan kasar pada Wanda. Dia pasti tahu batasan, dan memperlakukan Wanda seperti memperlakukan bawahannya yang lain.

"Jika bisa, aku ingin menghentikan waktu, " gumam Wanda. Kelopak mata Wanda terbuka sedikit demi sedikit. Dia kemudian melirik ke arah Marvin. Dalam hitungan detik, mata keduanya bertemu. Marvin langsung memalingkan wajah ke arah lain. Dia ketahuan, menatap Wanda tanpa berkedip.

"Kenapa kau memalingkan wajah seperti itu? Kalau kau mau, aku tak keberatan ditatap seperti itu, " ungkap Wanda.

Marvin langsung berbalik ke belakang. Dia berniat menghubungi restoran tempatnya memesan makanan. Namun, sebelum itu Marvin berkata, "Jika hujan sudah mulai mereda. Cepat pergi dari sini. "

Ketika Marvin akan meninggalkan Wanda, tiba-tiba seorang pria menghampiri Marvin dengan tergesa-gesa. "Tuan! Ada berita buruk!"

•••

MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang