𓆩✩27. Manis dan Asam✩𓆪

238 42 20
                                    

"Manis. "

Sial. Wanda merasakan napasnya berembus tak teratur. Dia melihat ke depan, menemukan Marvin dengan napas terengah-engah. Pria itu menjauh dari tubuhnya beberapa menit, kemudian membalikkan badannya ke belakang. Dia kembali melewati batas, tanpa persetujuan Wanda.

Wanda tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memanas. Dia memalingkan wajah ke samping, dengan sudut bibir yang terangkat ke atas. Berbeda lagi dengan Marvin yang terdiam, kemudian memberitahu, "Kau duduk saja di sini. Jangan melakukan pekerjaan apa-apa. Meskipun tubuhmu sudah lebih baik."

"Marvin, tunggu dulu," pinta Wanda.

Langkah Marvin terhenti. Padahal pria itu ingin cepat-cepat mandi, dan melupakan apa yang sudah dia lakukan. Tanpa berbalik ke belakang, dia berdeham.

"Malam ini, aku ingin tidur di kamar lain," ungkap Wanda.

Permintaan mendadak Wanda membuat Marvin mengernyitkan kening. Seharusnya Marvin senang, Wanda pindah kamar. Namun, kali ini Marvin merasa ada yang disembunyikan wanita itu. Dia tidak bisa menghentikan bibirnya untuk bertanya,"Tidur di kamar lain? Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan kamar ini? Penyakitmu menular?"

"Bukan, bukan seperti itu. Dari perkiraan cuaca, malam ini akan ada hujan lebat. Lalu kamar ini memiliki atap yang bocor, jadi aku pikir..."

Belum sempat Wanda mengakhiri pernyataannya, Marvin sudah lebih dulu memotong, "Apa maksudmu bocor? Kebocoran tak mungkin terjadi di rumahku. Ada banyak pelayan yang bisa memperbaiki atap."

"Ah itu... Pelayan sudah kusuruh pulang. Karena mereka bekerja terlalu keras, lalu aku hanya bermalas-malasan saja. Kupikir aku bisa menyelesaikan semuanya sendir---"

"Hal bodoh ini lagi. Kau bertindak tanpa memikirkan situasi. Baiklah, malam ini tidurlah di kamar lain. Bagus juga, kau pindah ranjang. Aku yang akan memperbaiki atap itu sendiri," ungkap Marvin.

Perkataan Marvin membuat Wanda tersenyum tipis. Wanita itu memberitahu, "Aku tak ingin tertidur sendiri. Kau juga harus pindah ranjang bersamaku."

Marvin langsung berbalik ke belakang. Dia menolak, "Aku tak ingin seranjang denganmu. Jika ingin pindah, pindah saja sendiri."

Jari jemari Wanda kembali menyentuh cangkir teh miliknya. Dia menggoyangkan isi cangkir itu, sampai teh di dalamnya bergerak ke sana ke mari. Terlihat bayangan Wanda, yang tak terlihat jelas. Wanda berkata, "Aku membutuhkanmu. Aku ingin kau membungkus tubuhku dengan tubuhmu."

"Peluk aku, jika aku kedinginan lagi," ungkap Wanda.

Permintaan Wanda terdengar sederhana, tapi berhasil membuat Marvin tergagap. Dia tertangkap basah, memeluk tubuh Wanda semalaman, untuk dijadikan boneka pengantar tidurnya. Marvin langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak sanggup melihat wajah Wanda, kemudian berjalan pergi begitu saja.

"Meskipun sikapmu ketus, aku tahu kau peduli padaku. Hanya saja, kau selalu menolak untuk mengakuinya," gumam Wanda.

"Perkataannya masam, tapi perlakuannya manis."

•••

Semakin detik berdetak, semakin jantung Wanda berdenyut. Padahal Marvin sudah menyuruhnya untuk tetap diam, tapi wanita itu tak bisa diam. Dia bergerak ke sana kemari, mengunci satu persatu pintu, sekaligus menyembunyikan kuncinya dari Marvin. Sementara Marvin sendiri, berkutat di dapur, menyiapkan makan malam.

Setelah mengunci semua pintu, Wanda melihat ke arah jendela. Tepat di atas langit, bulan purnama tertutupi oleh kabut hitam. Wanda sebenarnya sudah yakin, jika hari ini akan turun hujan. Lalu hasrat vampirnya tak akan mengendalikan pikirannya. Namun, ketenangan tak bisa dia dapatkan. Terlebih lagi, setelah kabut mulai menghilang sedikit demi sedikit.

Wanda langsung berlari menuju kamar. Sayangnya, ketika langkahnya melewati dapur. Marvin menemukan sosoknya. Pria itu berkata, "Berhenti. Jangan berlari di dalam rumah. Kau kenapa?" tanya Marvin bingung.

Dengan napas terengah-engah Wanda melirik ke arah sang Suami. Dia menemukan Marvin membawa sebuah mangkuk berisi sup. Selain itu, Marvin juga mengenakan sebuah celemek. Tanda dia sudah memasak. Wanda berlari menuju Marvin, dia mengatakan, "Malam ini kau---"

Ponsel Marvin berbunyi, membuat fokus Marvin teralihkan. Dia berkata, "Tunggu sebentar. Kakek menelepon."

Tangan Marvin langsung menaruh mangkuk di atas meja. Dia mengangkat panggilan telepon. Kemudian berbincang-bincang sebentar. Setelahnya, dia memberitahu Wanda, "Malam ini kakek akan pulang. Aku berniat menjemputnya di stasiun kereta."

Mata Wanda langsung memelotot, mendengarkan apa yang Marvin katakan. "Kakek akan pulang malam ini?!"

Marvin menganggukkan kepala. "Sesi silaturahmi Kakek dengan Paman dan Bibi sudah selesai. Dia berniat pulang malam ini, jadi aku berniat menjemputnya."

"Tadinya kakek tak ingin aku jemput, tapi aku mengkhawatirkan kondisinya. Jadi aku berniat menjemputnya pulang," kata Marvin.

Tubuh Wanda langsung bergetar, mendengar apa yang dikatakan Marvin. Bibirnya kesulitan untuk membalas, apalagi menatap langsung ke arah Marvin. Dia terdiam, dengan bibir bawah digigit berulang kali. Apalagi jari jemarinya yang meremas jemarinya yang lain.

"Bagaimana ini?" gumam Wanda. Sudah lama, Wanda tidak merasakan ketakutan seperti ini. Wanita itu memberanikan diri melirik ke arah Marvin, yang terdiam dengan kening mengernyit. Perlahan, jari jemarinya menyentuh bibir Wanda. Dia memberitahu, "Jangan gigiti bibirmu lagi. Lihat, bibirmu terluka."

Bagaimana bisa Wanda tetap tenang, setelah mendengar apa yang Marvin katakan? Apalagi saat Marvin mengusap rambut, kemudian berpamitan pergi. Sumpah, Wanda tak bisa menahan rasa takutnya lagi. "Marvin!"

Marvin mengernyitkan kening, melihat beberapa pintu yang terkunci. Dia ingin bertanya, tapi kepalanya tiba-tiba merasa pusing. Pandangannya mengabur, dengan napas yang berembus tak teratur. "Apa-apaan ini? Apa yang terjadi dengan tubuhku?"

Tubuh Marvin hampir ambruk, tapi sebelum jatuh tangannya sempat berpegangan pada pintu. Selain pusing, Marvin merasakan rasa panas yang membakar tubuhnya. Dia berusaha untuk membuka pintu, tapi dia baru sadar jika Wanda sedari tadi sudah mengunci pintu itu. "Wanda. Kenapa kau mengunci pintu rumah?"

Cahaya rembulan menelusuk masuk ke dalam jendela. Lensa mata Wanda berubah warna menjadi merah. Gigi taring wanita itu kembali memanjang, seperti saat malam pertama dulu. Di depan mata Marvin sendiri, dia melihat Wanda berubah menjadi vampir dengan kepala menunduk. Sebisa mungkin, wanita itu menyembunyikan wujud aslinya. Namun, Marvin masih berusaha mencari tahu.

Rasa penasaran Marvin membuatnya melangkah menuju Wanda. Walaupun indera penciumannya mencium aroma aneh, tapi Marvin berjalan tanpa keraguan. Dia memegangi kedua bahu Wanda.

Namun, ketika Marvin ingin melihat langsung wajah Wanda, penglihatannya kembali memburam. Marvin merasakan sakit di kepala, dengan denyutan yang kuat di sekitar jantung.

"Marvin, bertahanlah. Jangan ikut berubah sepertiku, kumohon," pinta Wanda dengan suara merendah.

Dan yang terjadi selanjutnya adalah, Wanda harus bersusah payah menghilangkan ingatan Marvin lagi.

•••

MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang