𓆩✩37. Mati Akal✩𓆪

260 39 12
                                    

Bulan bersinar sangat terang. Namun, sinarnya tak cukup untuk menerangi pikiran Marvin yang menggelap. Semua fakta yang terkumpul di otaknya mulai membuat Marvin berpikir puluhan kali, sebelum pulang ke rumah. Oleh karena itu setelah berdiskusi dengan kliennya, Marvin memutuskan untuk menerima tawaran makan malam. Dia belum siap bertemu Wanda, setelah wanita itu menaruh obat aneh di makanannya.

Marvin memainkan botol berisi bubuk obat. Sembari menunggu kliennya datang ke meja restoran, dia menyipitkan mata. "Setelah aku cari di apotek, tak ada satu pun Apoteker yang tahu fungsi obat ini. Sepertinya aku memang harus bertanya langsung kepada Wanda. Meskipun wanita itu pasti akan berbohong, tapi setidaknya aku bisa tenang."

Seorang wanita dengan rok di atas lutut, datang menghampiri Marvin. Wanita itu tiba-tiba duduk di samping kursinya, kemudian menatap Marvin dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Bibir merah wanita itu menyapa, "Selamat malam, Tuan Marvin. Dikarenakan Ayahku harus melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, aku yang akan menggantikannya makan malam bersamamu, sekaligus membahas kerja sama perusahaan kita."

Seharusnya Marvin tak menerima tawaran untuk makan malam bersama. Sekarang, dia baru menyesali keputusannya. Terlebih lagi, wanita di depannya berusaha untuk sok akrab, sekaligus menggoda Marvin dengan baju yang dia kenakan.

Siapa klien yang berniat bekerja sama, dengan pakaian mini dan begitu ketat di tubuh? Terlebih lagi, beberapa orang di restoran tiba-tiba pergi. Mereka meninggalkan Marvin berdua dengan wanita bernama Michelle.

Michelle berkata, "Papaku tak keberatan bekerja sama denganmu, asalkan kau mau bekerja sama denganku juga. Aku tahu perusahaanmu membutuhkan dana yang besar, untuk membangun sebuah produk baru."

Marvin menyipitkan matanya. Setengah percaya dan setengah tidak. Pria itu pura-pura batuk. Dia ingin pergi dari tempat ini. Namun, wanita bernama Michelle itu memancing rasa penasaran Marvin. Diam-diam, Michelle mengetahui semua rencana yang Marvin susun dengan Ayahnya.

Lama kelamaan berbicara dengan Michelle, Marvin tertarik untuk bekerja sama. Namun, kening Marvin mengernyit, ketika salah satu pelayan membawakannya sebotol minuman berwarna merah. Dari bentuk botolnya, Marvin bisa menebak jika minuman itu adalah alkohol. Segera saja, Marvin menolak, "Tidak perlu dituangkan pada gelasku. Aku tidak minum."

Sudut bibir Michelle melengkung ke bawah. Wanita itu tampak kecewa dengan apa yang dikatakan Marvin. Oleh karena itu Michelle memberi kode lain, kepada pelayan untuk menukar minumannya. Hanya dalam hitungan detik saja, pelayan itu sudah berbalik menggantikan minumannya.

Segelas air biasa sudah berada di atas meja. Namun, Marvin masih belum menyentuh airnya. Dia malah melihat ke arah pergelangan tangannya, kemudian berpamitan, "Aku harus pulang sekarang, soal kerja sama, lebih baik kita bahas lain waktu saja."

Michelle semakin kecewa dengan keputusan Marvin. Namun, sudut bibirnya tiba-tiba melengkung ke atas. Tepat di depan matanya sendiri, Marvin meneguk habis air putih di atas meja. Wanita itu menjilat bawah bibirnya sendiri, melihat apel adam di tenggorokan Marvin yang naik dan turun. Bersamaan dengan kosongnya air di gelas. "Bagus. Habiskan semuanya tanpa sisa."

Sebelum Marvin melangkah lebih jauh, Michelle langsung menahan pergelangan tangannya. "Beberapa hari ke depan aku sibuk. Ada kemungkinan kau akan kesulitan untuk bertemu denganku. Kenapa tidak sekarang saja?"

Marvin menarik dan mengeluarkan napas panjang. "Istriku sedang menungguku di rumah. Aku tidak bisa membiarkannya menunggu lebih lama lagi," jelas Marvin sembari menghempaskan tangan Michelle.

Michelle mengangkat sebelah sudut bibirnya ke atas. "Kau yakin akan pergi meninggalkanku begitu saja? Apa kau tak berniat menghabiskan satu malam penuh bersamaku? Aku bersedia memberimu segalanya, melebihi apa yang diberikan istrimu padamu," jelas Michelle.

Perkataan Michelle membuat Marvin tertawa kecil. Dia melirik ke belakang, kemudian berkata, "Kau tak akan mampu melakukannya, Nona. Istriku sangat jauh berbeda darimu. Kau tak mungkin bisa mengambil alih tugasnya dalam hidupku."

Sudah Marvin duga, jika Michelle berbasa-basi mengenai pekerjaan hanya untuk menarik perhatiannya saja. Dibanding mendengarkan godaan wanita itu lebih lama lagi, Marvin memutuskan untuk pergi. "Jika aku pulang terlambat malam ini, lalu Wanda menemukanku menghabiskan waktu makan malam dengan wanita aneh itu, sudah pasti istriku benar-benar akan mengisap darahku."

Bulan di langit bersinar sangat terang. Hanya dalam hitungan detik saja, jantung Marvin tiba-tiba terenyut sakit. Perasaan tak nyaman merambat ke seluruh tubuh. Apalagi tenggorokan Marvin yang terasa seperti terbakar.

"Kau tak akan bisa pergi jauh malam ini, Tuan. Lebih baik bermalam di sini bersamaku," rayu Michelle.

Marvin memegangi kepalanya sendiri. Denyutan-denyutan di kepala Marvin membuatnya kesulitan berjalan dengan seimbang. Dia hampir jatuh, jika Michelle tidak memeluk erat tubuhnya. Wanita itu tersenyum senang, saat wajahnya berhasil bersandar di dada Marvin. Michelle bisa mendengarkan suara detak jantung Marvin yang mengencang. Bersamaan dengan hawa panas, yang berembus di atas kepalanya.

"Lepaskan aku!" gertak Marvin. Marvin berusaha untuk melepas Michelle, tapi keseimbangannya sendiri yang malah goyah. Dia hampir jatuh lagi, tapi Michelle sudah lebih dulu menompang tubuhnya.

"Tidak, sebelum aku mendapatkan apa yang kumau, Tuan. Besok malam, aku pastikan jika hubunganmu dengan istrimu akan rusak. Lalu media juga akan mencapmu sebagai pria bej*t, " bisik Michelle. Wanita itu tersenyum lebar, sembari berjalan ke kamar yang sudah dia siapkan.

Sementara Marvin sendiri kehilangan kesadarannya, ketika Michelle mendorong tubuhnya ke ranjang. Kelopak mata pria itu terpejam erat, sementara napas hangat terus berembus dari hidungnya. Kesempatan ini, dipakai Michelle untuk naik ke atas tubuh Marvin. Wanita itu menekan lututnya pada ranjang, kemudian melepas satu persatu kancing baju Marvin.

Jari jemarinya menelusuri satu persatu bagian dada Marvin. Dia tak henti-hentinya menjilat bibirnya sendiri, tak sabar untuk membuat ulah. Michelle berkata, "Malam ini, kau akan aku permalukan habis-habisan, Marvin Adhitama."

"Karena kesuksesan produkmu, perusahaan ayahku mulai kehilangan pelanggan setia. Kau sudah merebut banyak pelanggan, sampai perusahaan ayahku bangkrut."

"Sekarang, nikmati saja malam ini, lalu kau akan kehilangan kehormatanmu besok."

Michelle bersenandung gembira, sembari melepas kemeja putih yang melekat pada tubuh Marvin. Di bawah kendali obat, Marvin masih setia menutup kelopak matanya. Pria itu tak sadar, ketika wanita lain selain istrinya berani meraba dada sampai ke perut miliknya.

"Aku tak sabar menantikan berita bahwa seorang pria dari perusahaan ternama, baru saja menodai gadis tak bersalah, yang akan menjadi kliennya."

Seketika, suara kaca jendela pecah terdengar di telinga Michelle. Selain itu, pintu kamar terbuka lebar. Michelle yang akan membuka bajunya langsung berhenti. Dia melirik ke belakang, menemukan jendela kamar hotel pecah. Kening Michelle mengernyit. "Padahal aku baru saja meminta para pelayan untuk mengosongkan tempat ini. Siapa orang yang berani membuat onar?"

"Aku orangnya," balas Wanda yang sudah berada tepat di samping ranjang.

•••

MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang