"Dik suami, Awas! Ada ulat di punggungmu!" peringat Wanda.
Marvin memelototkan mata, kemudian menggeram kesal. Seumur-umur, Marvin belum pernah menyentuh ulat. Lalu sekarang? Si Ulat itu menempel tepat pada punggungnya? Lelucon macam apa ini? Sialnya lagi, Marvin tak bisa menyingkirkan ulat itu sendiri. Dia terlalu jijik untuk menyentuh badan si Ulat.
"Wanda!" Salah satu nama, yang menyebabkan kesialan ini terjadi adalah Wanda. Marvin mendengkus, dia mencari para pelayan. Namun, tak ada seorang pun pelayan yang berjaga di sekitarnya. Semua orang memang Wanda suruh untuk tak bekerja hari ini. Karena Wanda ingin menghabiskan waktu bersama Marvin.
Wanda mengambil sebuah ranting, kemudian menjulurkannya ke depan. Dia berkata pada Marvin, "Ambil ini, lalu singkirkan makhluk itu sendiri. "
"Aku sudah berjanji tak akan menyentuhmu, Dik suami, " peringat Wanda.
Persetanan dengan janji yang dibuat. Mau tak mau Marvin terpaksa menarik ucapannya sendiri. "Cepat bantu aku! Lupakan perjanjian yang aku tulis!"
Padahal Marvin baru mengatakan hal itu beberapa menit yang lalu. Namun, sang istri sudah lebih dulu menyingkirkan ulat yang berada di baju Marvin. Selain itu, Wanda tiba-tiba menarik ujung baju Marvin. Wanita itu menatap mata suaminya, dengan tatapan serius. Kemudian memerintah, "Buka bajumu. "
"Kau bilang apa?!" Darah Marvin hampir naik, ketika mendengar perkataan Wanda. Wanita itu tak membiarkan Marvin mengelak ucapannya, kemudian menarik Marvin ke gudang di belakang rumah. Wanda berkata, "Ganti bajumu. Aku takut, bulu ulat itu menempel pada kulitmu. "
"Selama kulitmu tidak mengenai bulunya, kau pasti tidak akan merasa gatal, " kata Wanda.
Marvin mendengkus kesal. Dia bertekad, tak akan membiarkan tubuhnya duduk berjongkok untuk menanam tanaman lagi. Marvin tak sudi, membiarkan tubuhnya menjadi sasaran ulat-ulat bulu, atau cacing tanah.
Berbeda dengan Marvin yang masih setia memasang wajah ketus, Wanda malah tertawa kecil. Wanita itu menjulurkan sebuah kemeja di depan Marvin. Dia berkata, "Baiklah. Karena kau sudah membantuku menanam tanaman. Kau boleh masuk ke rumah. Kita lakukan hal lain saja. "
Setelah mengatakan hal itu, Wanda pergi meninggalkan Marvin. Wanita itu membawa selang dari gudang, berniat menyirami beberapa tanaman miliknya. Hal itu membuat Marvin mengernyitkan kening. Dia sebenarnya bersyukur, karena Wanda tidak memaksanya seperti biasa.
"Wanita aneh, " kata Marvin.
Lebih aneh lagi Marvin yang mau menikahinya. Marvin tak habis pikir dengan ulahnya sendiri. Dari pagi hingga siang hari, untuk apa juga dia menuruti dan membantu Wanda. "Lain kali, aku tak akan mau menuruti permintaan aneh wanita itu lagi. "
Sinar matahari menyinari dunia. Sinarnya yang panas, membuat kening Wanda berkeringat. Wanita itu mengusap keringatnya, kemudian mengambil selang air. Dengan senyuman tipis, Wanda mengisi satu persatu ember air. Namun, senyumannya tiba-tiba terhapus, ketika air di selangnya tidak muncul lagi. "Ada apa dengan air di selang ini?" heran Wanda.
Marvin yang tak sengaja berjalan melewati Wanda, memberhentikan langkahnya. Keningnya mengernyit, sementara matanya menyipit ke arah sang istri. Dia melihat Wanda memainkan selang tanpa air, dengan wajah ketus.
Ini pertama kalinya, Marvin melihat Wanda kesal. Itu pun hanya karena selang air. Biasanya, Wanda tetap tersenyum, walaupun keadaan buruk sering menimpanya. Tanpa sadar, Marvin menyilangkan tangan di depan dada. Sudut bibirnya terangkat ke atas. Tampaknya, melihat wajah kesal Wanda, bisa menjadi hobi barunya akhir-akhir ini.
Sayangnya, senyuman Marvin tak bertahan lama. Ketika dia sedang sibuk menertawakan kesialan sang istri, tiba-tiba saja Wanda tak sengaja mengarahkan selang ke arah Marvin. Lalu sialnya lagi, air itu menyembur membasahi semua tubuh Marvin.
"Wanda!" teriak Marvin.
Mata Wanda berkedip beberapa kali, melihat air selang yang membasahi tubuh sang suami. Dia akhirnya menurunkan arah selang itu, hingga airnya berjatuhan ke tanah. "Wow, " gumam Wanda.
Satu persatu tetes air berjatuhan dari rambut Marvin. Kedua tangan pria itu mengepal kuat, dengan mata yang menatap tak bersahabat ke arah Wanda. Angin di siang hari, mulai memeluk tubuhnya. Sinar matahari masih bersinar terang, tapi hangatnya tak mampu mengeringkan perasaan jengkel di hati Marvin.
Di sisi lain, ada Wanda yang menatap kagum pada tubuh basah sang suami. Di balik kemeja putih tipis itu, Wanda bisa melihat jelas guratan-guratan otot perut milik suaminya. Wanda tak tahu, harus mengatakan hal ini adalah sebuah keberuntungan atau bukan. Namun, matanya tak bisa berkedip melihat pemandangan indah di depannya. "Sangat bagus. Kapan kau berolahraga, Dik Suami?"
Marvin mengeratkan kepalan tangannya. Dia menyisir rambutnya yang basah ke belakang, kemudian tersenyum kecut. "Kau pikir, aku akan membiarkanmu tersenyum, setelah membuat tubuhku basah?!"
"Kemari, kau!"
Marvin berlari ke arah Wanda. Dia memegang selang, berniat membalas apa yang sudah Wanda lakukan. Namun, Wanda lebih dulu mengelak, kemudian lari ke arah lain. Wanita itu berkata, "Aku tidak sengaja! Jangan siram tubuhku juga! Aku alergi air selang!"
"Alergi?" Seketika Marvin memperlebar senyumannya. Dia berkata, sembari mengejar Wanda, "Baguslah! Aku akan menyirammu, supaya alergimu kambuh, lalu kapok menjadi istriku dan meminta bercerai!"
Di tengah terik sinar matahari yang menyinari bumi. Ada dua orang manusia yang berlari mengelilingi rumah. Ambisi Marvin untuk membalas Wanda, tak kunjung habis. Marvin tak bisa hidup tenang, jika wanita itu belum mendapatkan balasannya. Begitu juga dengan Wanda yang terus berlari, mencoba bermain-main dengan sang suami.
Sayangnya, Wanda tak sengaja tersandung selang air. Wanita itu jatuh, bersamaan dengan tangan sang suami yang hampir menyentuh lengannya. Keduanya akhirnya jatuh, bersamaan dengan selang air yang membasahi baju.
Di samping Wanda, terdapat pria yang berstatus sebagai suaminya. Bola mata keduanya bertemu, bersamaan dengan air selang yang ada di antara keduanya. Sebelum Wanda beranjak, Marvin sudah lebih dulu mengurung tubuh sang istri dengan tubuhnya. Sudut bibir pria itu terangkat ke atas, melihat Wanda berada tepat di bawahnya.
"Kau tidak bisa lari lagi! Sekarang terima pembalasanku, " kata Marvin.
Wanda tersenyum manis. Bola matanya tertuju pada kemeja basah yang dikenakan sang suami. Jari jemarinya memainkan kancing baju, kemudian memperingati, "Dibanding membalas dendam, lebih baik kau urus dulu dirimu. Nanti, kau masuk angin, Dik suami. "
Marvin menaruh jari telunjuknya tepat di bibir sang istri. Dia memperingati, "Jangan mencoba memberi perintah!"
Kurang dari hitungan detik, Marvin hampir menyiram Wanda dengan air selang. Sayangnya, air dari selang itu malah kembali menghilang. Marvin mengernyitkan kening. "Kenapa airnya tidak ada lagi?"
Tanpa menjawab pertanyaan sang suami, Wanda tertawa kecil. Wanita itu langsung mendorong tubuh suaminya menjauh, kemudian beranjak dari tanah. Wanda menawarkan, "Dibanding berniat memandikanku di tempat umum, kenapa kita tidak mandi bersama di kamar mandi, Dik suami?"
Marvin tak percaya dengan wanita yang saat ini tertawa, kemudian berlari meninggalkannya. Dia berteriak, "Tawaranmu tidak diterima!"
Wanda segera masuk ke rumah, untuk pergi ke kamar mandi. Semua tubuhnya berkeringat setelah melakukan kejar mengejar dengan suaminya. Sayangnya, senyuman di bibir Wanda tiba-tiba menghilang. Wanita itu merasakan rasa sesak di area dadanya. Selain itu, kepala Wanda juga berdenyut pusing.
"Aku ... aku butuh darah, " gumam Wanda sembari memejamkan matanya erat-erat.
Sebisa mungkin, Wanda mencoba untuk tidak keluar kamar mandi. Dia berusaha keras, menahan nafsu yang mulai menggerogoti pikirannya. Hanya saja, dewi keberuntungan tidak berpihak padanya. Tiba-tiba saja, Marvin masuk ke kamar mandi yang sama dengannya.
"Sial."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]
Про вампиров"M untuk Marvin di atas! W untuk Wanda di bawah!" - Marvin "Jangan coba-coba berselingkuh dariku, atau kuhisap darahmu sampai habis." - Wanda · · • • • ࿙✩࿙ • • • · · Marvin benci diperintah, tapi suka memerintah. Dia selalu ingin berada di atas ora...