𓆩✩13. Membutuhkanmu✩𓆪

289 39 8
                                    

"Memangnya kau ingin memakan apa?"

Pertanyaan Marvin membuat sudut bibir Wanda melengkung ke atas. Wanita itu tertawa kecil, sebelum menatap langsung ke arah bola mata Marvin. Tanpa ragu, bibir Wanda berkata, "Memakanmu."

Setiap sel darah yang ada di tubuh Marvin, membuat indera penciuman Wanda terpancing. Jika saja, Wanda tidak memakan pil penahan nafsunya, mungkin vampir itu sudah mengisap darah suaminya. Itu pun sejak keduanya pertama kali bertemu.

Namun, untuk saat ini. Wanda tak bisa melakukannya. Dia masih ingin terlihat anggun, sebagai manusia biasa dengan sikap anehnya. Asalkan Wanda bisa berdekatan dengan makanannya, Wanda tak keberatan jika harus mengalami beberapa hal yang menjengkelkan.

Marvin langsung menatap tajam ke arah Wanda. Dia tiba-tiba mengernyitkan kening. Entah kenapa, setiap Wanda menjilat bawah bibirnya sendiri. Wanita itu selalu mengeluarkan aura menyeramkan. Terlebih lagi, ketika bibirnya mengungkap hal yang tak bagus untuk dikatakan. "Seharusnya aku tak bertanya padamu, " kata Marvin menyesali perkataannya.
Marvin mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja Wanda hanya asal bicara.

Setelah beberapa menit mengamati gerak-gerik suaminya. Wanda tiba-tiba mengambil botol minum Marvin. Tanpa permisi, wanita itu ikut meminum air yang ada di botolnya. Marvin terus memandangi Wanda dengan mata menyipit.

"Aku tak mengerti, kenapa kau bisa melupakan sarapan, bahkan makan siangmu, " kata Wanda setelah meminum air.

"Aku saja tak bisa hidup tanpa makanan. Tubuhku pasti akan kekurangan energi, seperti mayat hidup, " lanjut Wanda diiringi tawaan kecil.

Padahal Wanda mengatakan hal itu dengan senyuman manis. Namun, Marvin malah merasakan hal aneh. Dia kemudian berkata, "Jadi, kau sudah makan? Kalau begitu, cepat bereskan makanan ini lalu kita pulang. "

"Kita pulang?" Wanda terdiam mencerna perkataan yang baru saja Marvin katakan. Dia kemudian tersenyum manis, sembari merapikan makanan yang ada di meja. "Akhirnya kau mengajakku pulang bersama juga. Aku sudah lama menunggumu mengatakan hal itu. "

Marvin tak menjawab ucapan Wanda. Dia hanya mendengkus, kemudian berdiri dari kursinya. Perlu Marvin akui, jika berkomunikasi dengan Wanda hanya akan membuat kepalanya semakin pusing. Marvin tak mau berdebat argumen dengan orang yang berstatus sebagai istrinya itu.

Perlu waktu beberapa menit untuk membereskan bekas makan Marvin. Namun, anehnya Wanda sudah menyelesaikannya dalam hitungan menit saja. Wanita itu dengan santainya masuk ke mobil, lalu duduk di samping Marvin.

"Apa kau menyuruh petugas kebersihan untuk bekerja membersihkan bekas makanku?" tanya Marvin.

Kepala Wanda bergeleng. "Tentu saja tidak. Aku mengerjakannya sendirian."

Marvin mengeluarkan napas panjang. Dia akhirnya menyuruh sopir untuk menjalankan mobil yang sedang ditumpangi. Berbanding terbalik dengan Wanda yang tersenyum ramah. Marvin memasang wajah kesal. Dia berulang kali mengurut kening sembari mulai memikirkan masalahnya lagi.

Sepanjang perjalanan, Marvin sibuk mengamati bangunan-bangunan tinggi yang dia lewati. Bola matanya memang tertuju pada luar jendela, tapi pikirannya masih berputar pada masalah yang sedang menimpanya. Marvin tak mau menyerah begitu saja dengan masalah ini.

"Dik Suami, " panggil Wanda.

Satu kali panggilan tak membuat Marvin menoleh ke arah Wanda. Dua kali panggilan tak Marvin dengar. Karena Wanda muak tidak diperhatikan. Wanita itu langsung mengambil salah satu tangan Marvin. Dia menjulurkan telapak tangannya, kemudian memberikan sebuah kartu pengenal.

Marvin berdecak. Dia melihat ke arah kartu yang diberikan Wanda. Kemudian menatap Wanda dengan tatapan heran. "Ini apa?"

"Apa lagi selain solusi dari masalahmu, " kata Wanda tersenyum manis.

Awalnya Marvin tak peduli dengan apa yang dikatakan Wanda. Dia bahkan membuang kartu itu sembarangan. "Aku tidak membutuhkannya, " tolak Marvin.

Wanda tak menyerah begitu saja. Jari jemarinya kembali menggapai tangan Marvin, kemudian menaruh kartunya di telapak tangan. Wanda berkata, "Lihat kartu ini dengan teliti, setelah itu kau baru bisa berkomentar atau menolak tawaranku. "

Mau tak mau, Marvin akhirnya mengambil kartu yang Wanda julurkan. Ketika bola matanya melihat langsung ke arah kartu itu, Marvin tersentak kaget. Dia kemudian melirik tak percaya ke arah Wanda. "Apa maksudnya ini?"

Tanpa ragu Wanda menjawab, "Itu adalah salah satu kartu pengenal milik sahabatku. Dia adalah seorang aktor ternama yang cocok untuk menjadi brand ambassador pengganti. "

"Aku jamin, dia pasti akan bekerja dengan sepenuh hati. "

Marvin tertawa kecil, mendengar ungkapan Wanda. "Sahabatmu? Aku sudah pernah menawarinya kontrak menjadi brand ambassador perusahaanku. Tapi dia langsung menolak."

"Mana sudi aku mengemis lagi, untuk membuat dia bekerja denganku. "

Wanda langsung berkata, "Itu karena dia memiliki banyak kerjaan. Tapi percaya lah padaku. Jika aku yang memintanya dia pasti akan menuruti perkataanku."

"Kenapa kau bisa seyakin itu?" tanya Marvin.

"Aku sudah mengenalnya sejak kecil. Kami tumbuh di panti yang sama. Jika dia menolak permintaanku, dia pasti akan terkena masalah besar," kata Wanda sembari memainkan kartu pengenal sahabatnya.

Perkataan Wanda diucapkan dengan mata yang tak berkedip. Mungkin Wanda bisa tersenyum manis di hadapan Marvin, tapi perkataan Wanda barusan membuat bulu kuduk Marvin merinding. Terkadang asal usul Wanda ini menyimpan banyak misteri yang membingungkan.

Dibanding terus berpikir lama tapi tidak menemukan solusi. Akhirnya Marvin mengambil kartu pengenal dari tangan Wanda. Dia berkata, "Akan aku coba. Jika dia menolak permintaanmu. Aku pasti akan menyeretmu dalam masalahku, " kata Marvin.

Wanda tak keberatan, dia mengangguk tanpa keraguan. Bibirnya memberitahu, "Kau bebas menghukumku semaumu. Tapi jika aku sudah berhasil membantumu, kau harus menuruti salah satu permintaanku. "

"Apa yang kau inginkan?" tanya Marvin.

Sudut bibir Wanda semakin melengkung ke atas. Dia menatap tajam ke arah Marvin, dengan lidah yang menjilat bawah bibirnya sendiri. Tanpa ragu, Wanda mendekatkan wajahnya ke arah wajah sang Suami.

Untuk beberapa saat, Marvin mematung tak mengerti dengan apa yang ingin Wanda lakukan. Padahal di hadapan mereka ada sopir yang tengah mengemudikan mobil. Namun, Wanda terus memperkecil jarak di antara keduanya. Marvin ingin menghindar, tapi sorot mata Wanda menantangnya untuk terus menatap Wanda.

"Kau ingin apa?" ulang Marvin berusaha untuk tetap tenang.

Sayangnya, detak jantung Marvin tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat. Jari jemari Wanda merambat menyentuh dasi miliknya. Wanita itu memandangi dasi itu sebentar, sembari mempermainkannya beberapa kali. Wanda tak peduli, walaupun Marvin mulai risi dengan tingkahnya. Dia ingin bermain-main dengan suaminya sebentar saja.

Setelah puas memainkan dasi, sekaligus membuat Marvin menahan napas beberapa saat. Wanda mendongakkan wajah, memandang langsung ke arah sang suami. Dia menyentuh bibir milik Marvin, kemudian berbisik pelan di telinga pria itu.

Napas hangat Wanda menyentuh telinga Marvin. Bola mata Marvin memelotot, mendengar bisikan-bisikan yang diucapkan Wanda pada samping telinganya. Dia mengepalkan kedua tangan, sementara dadanya terus berdebar kencang.

Apa yang Wanda inginkan?

•••

MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang