"Marvin."
Jantung Wanda berdetak semakin kencang. Dia mencoba tetap tenang, meskipun Marvin menatap langsung ke arahnya. Telapak tangannya menutup, dia sembunyikan di balik mantel. Sayangnya, upaya penyembunyian darah di tangannya gagal. Hanya dalam hitungan menit saja, Marvin terburu-buru menuruni anak tangga. Dia langsung menggapai lengan Wanda, kemudian menariknya ke depan matanya sendiri.
"Kau baru saja muntah darah?" bentak Marvin.
Sebisa mungkin Wanda menaikkan sudut bibirnya ke atas. Dia berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Marvin. Namun, Marvin tak melepaskan begitu saja. Sorot mata pria itu menatapnya tajam, dengan tangan yang mencengkeram pergelangan tangan Wanda. Wanda dengan tenang menjawab, "Aku hanya sedikit kecapean saja. Ini bukan masalah besar."
"Bukan masalah besar katamu?! Bagaimana jika darahmu mengotori lantai rumahku?!" bentak Marvin.
Marvin mendengkus, kemudian melanjut,"Hari ini juga, aku akan meminta sopir untuk membawamu ke rumah sakit."
Perhatian Marvin, yang terkesan kasar membuat Wanda tertegun. Meskipun pegangan tangan pria itu kasar, tapi tersirat rasa khawatir di balik tindakannya. Sebisa mungkin, Wanda menjelaskan, "Kemarin, aku sudah melakukan pemeriksaan dengan Juna. Dokter bilang, tak ada yang harus dicemaskan dengan kondisiku. Aku hanya kelelahan saja. "
"Selain itu, dokter juga sudah memberiku obat. Kau tidak perlu meminta sopir untuk mengantar ku pergi ke rumah sakit," lanjut Wanda.
"Dengan Juna?" Fokus Marvin teralihkan setelah mendengar nama Juna disebutkan. Pria itu berdecak, dengan tangan yang mengeratkan pegangan tangannya pada Wanda. "Jadi kau pergi dengannya untuk melakukan pemeriksaan? Kenapa kau malah memintanya menemanimu, kau bahkan tak meminta izinku lebih dulu."
Wanda mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Sebenarnya aku pergi sendiri dari rumah, tapi di rumah sakit aku bertemu dengan Juna. "
"Perihal meminta izinmu, kupikir kau sudah mengetahui ke mana pun aku pergi, lewat mata-matamu. Lagi pula, aku takut mengganggu waktumu," jelas Wanda.
Marvin tak percaya dengan apa yang Wanda katakan. Terlebih lagi, wanita itu berulang kali menghindari tatapan matanya. Biasanya, Wanda selalu berbicara percaya diri, dengan mata yang menatap langsung ke arahnya. Hal itu membuat Marvin penasaran, pria itu mengapit dagu sang Istri. Dia sengaja membuat Wanda melihat langsung ke arah bola matanya. "Kau? Takut mengganggu waktuku? Sejak kapan Kak Istriku takut menggangguku?"
Tatapan mata Marvin membuat Wanda membeku. Dia tidak bisa lolos, untuk membuktikan kebohongannya sendiri. Apalagi ketika Marvin memperkikis jarak antara keduanya. "Jangan berbohong. "
Wanda berusaha untuk melepaskan diri. "Aku tidak berbohong. Kata dokter aku hanya memerlukan waktu untuk istirahat. Jadi, aku tak ingin membuang waktuku untuk pergi ke rumah sakit."
Suara Wanda yang merendah membuat Marvin melepaskan apitan tangannya pada dagu wanita itu. Marvin kemudian memeriksa pergelangan tangan Wanda. Keningnya mengernyit, dengan indera penciuman yang mulai bekerja. Marvin mencium aroma berbeda dari darah Wanda. Dia melihat baik-baik pergelangan tangan Wanda, sampai menemukan bekas merah di balik pakaian wanita itu.
Marvin langsung melepaskan genggaman tangannya. Dia baru sadar, jika cengkeraman tangannya membuat bekas memerah di lengan Wanda. Selain itu, perlakuan kasar Marvin, sejak kemarin malam mulai teringat jelas di pikirannya. Tak seharusnya, Marvin bertindak gegabah, hanya karena merasa kesal tanpa mendengar penjelasan Wanda.
"Kau tidak perlu cemas. Aku baik-baik saja, Dik Suami," peringat Wanda. Setelah pergelangan tangannya terlepas, Wanda terburu-buru berjalan menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]
Vampire"M untuk Marvin di atas! W untuk Wanda di bawah!" - Marvin "Jangan coba-coba berselingkuh dariku, atau kuhisap darahmu sampai habis." - Wanda · · • • • ࿙✩࿙ • • • · · Marvin benci diperintah, tapi suka memerintah. Dia selalu ingin berada di atas ora...