𓆩✩04. Menikah atau Melajang✩𓆪

362 48 7
                                    

Tanpa ada hujan, badai, atau bahkan gempa bumi, Marvin mengajak, "Ayo kita menikah. "

Angin berembus menyapu helaian rambut Wanda, tapi wanita itu tetap diam tak bersuara. Ajakan Marvin membuat Wanda mematung tak berkedip. Rasanya Wanda baru saja mendengarkan sebuah lagu tanpa irama. Terasa hambar, dan sangat sederhana. Apa Marvin sedang melamarnya? Di tempat yang dinamakan dapur ini?

Karena Wanda tak kunjung membalas ajakannya. Marvin semakin mendekat ke arah wanita itu. Senyum di bibirnya masih terlukis. Begitu juga dengan kepercayaan diri, yang masih menempel pada jiwanya. Dia memutuskan untuk mendekatkan bibirnya ke samping telinga Wanda, kemudian berbisik mengulang ajakannya, "Ayo kita menikah."

Perlu beberapa menit, untuk mendengar jawaban Wanda. Selagi menunggu, Marvin fokus memandangi gerak-gerik Wanda. Berbeda lagi dengan Wanda yang masih menunduk. Wanita itu menggigiti bawah bibir, sembari berpikir bagaimana cara menjawab ajakan Marvin. Setelah berdiskusi dengan hati dan otaknya, Wanda mengaku, "Maaf, tapi saya sudah mempunyai calon suami."

Satu pukulan menghancurkan benteng rasa percaya diri Marvin. Marvin langsung mundur beberapa langkah dari Wanda. Dia memegangi kening, dengan salah satu tangannya. Kenapa Marvin belum mencari tahu status Wanda? Ini semua karena dorongan sang Kakek. Jika saja Marvin tidak terburu-buru, mungkin dirinya tak harus merasa malu. Padahal Marvin biasanya teliti dalam memeriksa suatu hal.

Tenggelam dalam rasa malu, membuat Marvin memalingkan wajah ke arah lain. Dia ingin menarik ucapannya, tapi Kakek Adhitama tiba-tiba muncul dari arah pintu. Sang Kakek tertawa mendengar Marvin ditolak Wanda. Setelahnya beliau meledek, "Bagaimana bisa kau melamar seorang wanita di dapur? Tak ada romantis-romantisnya. Pantas saja Wanda menolakmu. "

"Tampilan seperti orang kaya, tapi melamar calon istri malah di dapur. Itu pun dengan cara yang tidak romantis, " sambung Kakek Adhitama.

Marvin memberitahu, "Memangnya aku harus bagaimana, Kek? Lagi pula, Wanda sudah mempunyai calon suami. Melamarnya adalah hal yang sia-sia dilakukan. Jadi berhenti membujukku untuk menikahinya."

Kakek Adhitama menertawakan ekspresi wajah kecewa yang ada pada wajah cucunya. Begitu pula dengan Wanda yang tersenyum kecil, tanpa dosa. Kakek Adhitama menjelaskan, "Calon suami Nak Wanda itu adalah dirimu sendiri. Nak Wanda sengaja menolakmu, karena Kakek yang memintanya."

Kening Marvin berkerucut, tak mengerti. Apa maksudnya semua ini? Kakek Adhitama melanjutkan,"Dari awal Kakek sudah ingin Nak Wanda menjadi istrimu. Untungnya, Nak Wanda setuju dijodohkan dengan pria batu sepertimu."

Marvin mengeluarkan napas panjang. Dia menggelengkan kepala, setelah mendengar jawaban sang Kakek. Sebenarnya Marvin ingin mengomel, tapi Marvin tak mau membuang waktunya untuk menggerutu. Dia memperingati Wanda, "Aku hanya akan mengulang tawaranku satu kali. Jadi jawab dengan benar, jangan main-main."

"Ayo kita menikah."

Lamaran sederhana yang jauh dari kata romantis. Kakek Adhitama tersenyum tulus. Dia menganggukkan kepala ke arah Wanda, supaya menerima cucunya. Sebenarnya beliau cukup kecewa, karena Marvin tak mengubah pikirannya untuk melamar dengan cara lain. Namun, mau bagaimana lagi? Dibanding Marvin berubah pikiran, lebih baik Wanda segera menerimanya.

Wanda membalas tawaran Marvin dengan senyuman manis. Dia menganggukkan kepala, kemudian menjawab, "Ya."

Tak ada yang menyadari, jika di balik senyuman manis Wanda, terdapat gigi taring yang mulai memanjang. Wanda mungkin bisa menyembunyikan bola mata, di balik kacamata dan lensa yang dia pakai. Ketika sinar matahari mulai menyentuh kulitnya, Wanda masih bisa berlindung dibalik tabir surya. Namun, Wanda tidak bisa melindungi diri ketika cahaya bulan purnama mulai meresap masuk ke dalam jiwa. Hasrat penghisap darah memenuhi benaknya. Wanda tahu dirinya bukan manusia biasa. Lantas, kenapa Wanda setuju untuk menikahi Marvin?

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

Pita besar berwarna putih, membentang cantik di atas tembok. Ribuan bunga mawar berjajar rapi, menyambut para tamu undangan. Balon-balon berbentuk hati beterbangan di langit-langit. Pernikahan Marvin dan Wanda, dibuat semeriah mungkin. Kakek Adhitama ingin, hari ini menjadi hari yang tak terlupakan bagi Marvin dan Wanda. Meskipun pada kenyataannya, Marvin tak peduli dengan pernikahan. Sebisa mungkin, dia hanya ingin terbebas dari perintah sang Kakek sekaligus melepas status lajang miliknya.

Jarum jam terus berdetak, bersamaan dengan detak jantung Marvin. Marvin awalnya merasa bosan, berdiri di pelaminan menunggu sang Mempelai wanita. Begitu suara langkah kaki Wanda terdengar, Marvin akhirnya menoleh ke belakang. Bola matanya bertemu dengan sosok wanita yang akan dia nikahi.

Wanda datang dengan gaun putih yang melilit tubuh rampingnya. Langkah kakinya anggun. Dia membiarkan para tamu undangan memperhatikan kecantikannya. Walaupun wajah Wanda terhalangi oleh kain veil. Para tamu undangan masih bisa melihat wajah wanita anggun itu.

Marvin mematung, hampir tak mengenali calon istrinya. Selain terhalangi oleh kain putih transparan, Wanda juga mengganti kacamatanya dengan lensa berwarna cokelat. Semakin dekat langkah Wanda menuju calon suaminya, semakin detak jantung Marvin berdetak kencang.

"Sudahi menatap kagum calon istrimu. Segera nikahi dia," bisik Kakek Adhitama, sembari menyenggol bahu Marvin. Marvin tersentak, sembari berdeham. Dia kemudian melangkah, menjemput calon istrinya.

Dua angsa yang berjalan di atas pelaminan. Salah satu angsa itu berwarna putih anggun. Sementara angsa lainnya berwarna hitam menawan. Walaupun sifat Marvin dan Wanda berbanding terbalik. Namun ketika keduanya berjalan berdampingan, dunia bisa menerima perbedaan keduanya.

Ya, untuk saat ini mereka mungkin bisa menerima perbedaan, tapi sampai kapan? Wanda masih setia, membungkam rapat semua rahasianya. Dia masih ingin memperlihatkan sosok angsa putih yang anggun. Meskipun pada kenyataannya, sosok Wanda yang asli tak seperti angsa putih.

Setelah melakukan acara resepsi pernikahan, pada malam hari, Marvin sudah menyiapkan sebuah kontrak yang harus ditanda tangani Wanda. Dia belum sempat memberikan surat perjanjian pernikahan, karena kesibukan yang mengganggu waktunya. Marvin pikir, Wanda mudah dibujuk dan penurut. Setelah beberapa menit menjadi sepasang suami istri pun, Wanda masih setia mendengarkan ucapan Marvin. Oleh sebab itu, Marvin jadi berleha-leha memberikan surat perjanjian pernikahan. Isi suratnya pun, hanya berisi hal-hal yang Marvin larang kepada Wanda.

Ketika bulan purnama bersinar terang, Marvin berjalan tenang menuju kamar tidurnya. Dia meneliti surat perjanjian yang dia tulis, takut-takut ada beberapa hal yang dilupakan. Marvin membaca satu persatu perintahnya, "Jangan menolak atau mengabaikan perintah Marvin Adhitama."

"Jangan menyentuh tubuh Marvin Adhitama tanpa izin."

"Selalu ingat posisi sebagai istri penurut dan tak banyak menuntut."

"Jangan mengharapkan cinta dan kasih sayang dari Marvin Adhitama."

"Tak boleh berdekatan dengan pria lain. Jaga nama baik keluarga Adhitama. "

"Marvin Adhitama akan memberikan nafkah, asal Wanda selalu menuruti apa perkataan Marvin Adhitama. "

"Jalani peran istri dengan bersungguh-sungguh."

"Jangan menggoda .... " Belum sempat Marvin membaca keseluruhan surat kontraknya. Tiba-tiba pria itu berhenti di depan pintu kamar. Dia membuka pintu itu perlahan, sebelum memelototkan mata, melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat.

Apa yang Marvin lihat?

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

· · • • • 𓆩✩𓆪 • • • · ·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang