Jemari tangan Marvin, menyentuh sebuah suntikan milik Wanda. Wanda sempat menawarkan diri, supaya dia menyuntik Marvin sekaligus menghilangkan ingatannya. Namun, Marvin menolak untuk melakukannya. Dia bersikeras, untuk menghilangkan ingatannya sendiri, tanpa bantuan Wanda.
Hidup Marvin berubah drastis, setelah mengetahui fakta yang telah dibeberkan Wanda. Marvin tak tahu, mana yang baik dan salah, untuk ke depannya nanti. Ketika penglihatannya bertemu dengan tangannya sendiri. Marvin langsung memalingkan wajah.
Dengan tangannya sendiri, Marvin melenyapkan sang kakek. Sekarang, apa yang bisa Marvin banggakan dari pencapaiannya? Semua pencapaian Marvin hancur, hanya dengan fakta bahwa dia telah membunuh sang kakek.
"Marvin," panggil Wanda.
Tak ada lagi panggilan Dik suami dengan nada genit. Sekarang, Wanda kembali pada jati dirinya yang sebenarnya. Dia tidak perlu berakting menjadi istri sempurna, untuk mengimbangi Marvin. Wanita itu cukup memakai kacamatanya, dengan gigi taring yang sedikit mencuat.
Panggilan yang diberikan Wanda tak kunjung mendapat balasan. Wanda tahu, bahwa sang suami masih kaget dengan kenyataan yang ada. Namun, Wanda berjanji, ketika jarum suntik menembus kulit Marvin, pria itu akan memulai kehidupan yang lebih baik lagi.
"Marvin," ulang Wanda. Wanda menarik koper miliknya. Wanita itu mengenakan sweter panjang, dengan rok yang mencapai mata kaki. Telapak tangan Wanda menyentuh bahu Marvin, sampai Marvin berbalik ke belakang. Pria itu menatap Wanda dengan tatapan yang tak bersahabat. Sejujurnya, Marvin masih kecewa karena Wanda menyembunyikan kenyataan yang ada. Padahal, hal itu dilakukan untuk kebaikannya sendiri.
Wanda menundukkan kepala, tak berani melihat langsung ke arah Marvin. Dulu, wanita itu bisa dengan bangganya, mengakui Marvin sebagai sang suami. Padahal, Wanda menikah dengan Marvin, untuk memperbaiki ulahnya sendiri. Lalu sekarang? Setelah tugas Wanda selesai. Wanda tak mempunyai keberanian untuk menatap langsung ke mata sang suami.
Wanita itu hanya menunduk, sembari meremas pegangan koper miliknya. "Karena kau tak mau aku menghapus ingatanmu dulu, kau bisa meminta Juna untuk melakukannya. Selain aku, Juna juga bisa membuatmu melupakan masa lalumu yang pahit. Aku akan menelepon Juna, supaya dia membantumu."
Tanpa melihat ke arah Wanda, Marvin memalingkan wajahnya ke arah lain. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Kemudian bertanya, "Kau benar-benar akan pergi? Ke mana kau akan pergi?"
Pertanyaan Marvin, membuat Wanda tersenyum tipis. Bola mata wanita itu hampir berair, tapi Wanda langsung mengusapnya. Dia tak ingin perpisahannya dengan Marvin menjadi perpisahan yang menyakitkan. "Jauh sekali. Aku akan pergi jauh sekali, Marvin."
Lebih tepatnya ke akhirat.
Marvin tak memiliki niat untuk menghentikan langkah Wanda. Selama ini, Marvin hanya bisa memberikan luka pada kehidupan Wanda. Dibanding menyakiti Wanda lebih jauh lagi, Marvin memutuskan untuk melepas Wanda pergi.
"Berhati-hatilah," pesan Marvin.
Wanda menahan rasa sesak yang menjalar ke jantungnya. Dia berusaha untuk mengangkat sudut bibirnya ke atas. Namun pada akhirnya senyuman itu terhapus, oleh kesedihan yang membesar. "Kau juga. Jalani hidupmu dengan baik. Jangan sia-siakan kesempatan hidupmu Marvin."
Suara Wanda yang merendah, membuat Marvin melirik ke arahnya. Ada banyak hal yang ingin Marvin ungkapkan pada Wanda. Marvin masih ingin hidup bersama dengan Wanda. Karena Wanda, Marvin memiliki semangat hidup setelah sang kakek meninggal. Namun, Marvin sendiri tak mau melukai Wanda lagi. Sudah cukup, dengan semua sifat vampirnya. Marvin muak, tak ingin berurusan dengan makhluk penghisap darah lagi.
"Marvin, tolong terima surat ini," pinta Wanda.
Marvin melihat ke arah surat yang ditunjukkan Wanda. Hanya dalam hitungan detik saja, matanya memelotot sempurna. "Surat cerai?"
Wanda mengangguk. "Aku tahu, sejak awal kau menganggap hubungan pernikahan kita seperti benalu dalam kehidupanmu. Meskipun kau tak menganggap serius pernikahan ini, tapi aku begitu memujanya. Sudah sejak lama, aku bermimpi menikah dengan pangeran negeri dongeng yang kaya raya," ungkap Wanda sembari tersenyum miris.
Marvin membalas, "Tapi dibanding menikahi pangeran negeri dongeng, kau malah menikah dengan monster yang setiap hari melukai hati dan ragamu."
Kepala Wanda dengan cepat menggeleng. "Itu tidak benar, Marvin. Sesakit apa pun luka yang kau berikan, semua itu tak mengurangi rasa kebahagiaanku karena bisa meraih impianku. Semua kebahagiaanku sudah terwujud, sekarang aku hanya ingin memutus hubungan ini, sesuai dengan yang kau inginkan."
Ya. Dulu Marvin yang menginginkan perceraian. Dia berulang kali mengganggu Wanda, supaya Wanda menyerah dengan pernikahan mereka. Namun, anehnya, Wanda tak pernah menunjukkan rasa sakit setelah Marvin lukai. Bahkan sekarang, wanita itu masih menyembunyikan semua luka di tubuh, setelah Marvin menyerangnya habis-habisan.
Terlalu banyak rasa sakit yang Marvin torehkan untuk Wanda. Dibanding memperbaikinya, Marvin malah merampas kertas yang diberikan Wanda. Tak butuh waktu lama, baginya untuk membubuhkan tanda tangan di bagian namanya.
Segores tinta hitam tertulis di surat cerai. Bersamaan dengan air mata yang jatuh dari mata Wanda. Wanda segera mengusap air itu, sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. Pada akhirnya, pernikahan impiannya berakhir dengan perceraian.
Namun, sebelum Marvin menyerahkan kertas perceraiannya pada Wanda. Wanda sudah lebih dulu menghentikan pergerakan tangan Marvin. Wanita itu mendongak, melihat langsung ke arah mata Marvin.
Di dalam mata sang suami, hanya terdapat Wanda seorang. Tak ada orang lain yang berani masuk, apalagi singgah di pikiran dan hati Marvin. Namun, pada akhirnya wanita itu harus lenyap, bersamaan dengan ingatan Wanda yang memudar.
"Marvin, sebelum pergi dan bercerai denganmu. Bisakah aku mengajukan satu permintaan padamu?" tanya Wanda.
Marvin terhipnotis oleh mata berkaca-kaca milik Wanda. Dia menyentuh helaian rambut yang menghalangi mata Wanda, kemudian merapikannya supaya tak menghalangi mata Wanda di balik kacamata miliknya.
"Kau ingin apa?" tanya Marvin.
Wanda menutup kelopak matanya. Bibirnya tipisnya menjawab, "Peluk aku."
"Sesuai permintaanmu," jawab Marvin sembari melingkarkan lengannya pada tubuh Wanda. Tak hanya mendekap sang istri ke dalam pelukannya, Marvin juga menutup kelopak matanya. Dia tak sanggup, melihat aliran air mata yang menetes dari mata Wanda. Ketika tubuh keduanya bersentuhan, sebagai tanda perpisahan.
Wanda terisak, dia akan merindukan pelukan diam-diam Marvin, ketika dirinya sedang tidur. Wanita itu akan merindukan kecupan malu-malu Marvin di keningnya. Dia juga akan merindukan omelan Marvin di pagi hari. Semua tentang Marvin membuat hati Wanda tertekan. Pada akhirnya Wanda menangis, mencurahkan semua kesedihannya.
Wanita itu baru berhenti menangis, ketika Marvin mendaratkan bibirnya di bibir Wanda. Pria itu merenggut semua kesedihan Wanda, bersamaan dengan sapaan lembut di bibir. Marvin berharap, hidup Wanda akan jauh lebih baik lagi setelah keduanya berpisah. Padahal, Wanda sendiri memilih untuk mengakhiri hidup panjangnya.
Dulu Wanda merasakan kebahagiaan tertinggi, saat Marvin memeluk apalagi menciumnya. Namun sekarang, tak ada sedikit pun kebahagiaan di hati Wanda. Padahal Marvin sendiri yang berinisiatif mendekapnya dalam pelukan hangat.
Jika saja, umur Wanda bisa diperpanjang, apakah Wanda bisa hidup lebih lama bersama suaminya ini?
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]
Vampiros"M untuk Marvin di atas! W untuk Wanda di bawah!" - Marvin "Jangan coba-coba berselingkuh dariku, atau kuhisap darahmu sampai habis." - Wanda · · • • • ࿙✩࿙ • • • · · Marvin benci diperintah, tapi suka memerintah. Dia selalu ingin berada di atas ora...