𓆩✩15. Menandatangani Perjanjian ✩𓆪

281 42 9
                                    

Wanda pikir, Marvin akan mengusirnya dari perusahaan. Namun ternyata, pria itu malah membawa Wanda ke ruang kerja pribadinya. Marvin bahkan mengunci pintu itu, sebelum mendorong Wanda ke sofa.

"Kau ... apa yang mau kau lakukan?" tanya Wanda bingung.

Marvin tak menjawab, pria itu malah pergi menuju laci meja kerjanya. Di sana, dia mengambil sebuah buku beserta satu buah pena. Setelah kedua benda itu ada di genggaman tangannya, Marvin berjalan ke arah Wanda. Dia memberitahu, "Sesuai keinginanmu, aku akan berada bersamamu selama satu hari penuh. "

"Namun, sebelum hal itu terjadi, aku ingin kau menandatangani kesepakatan di antara kita berdua, " lanjut Marvin.

"Kesepakatan apa?" tanya Wanda. Wanda tersenyum, kemudian menangkup salah satu pipi dengan tangannya. Dia melihat Marvin yang ikut duduk di sampingnya, kemudian berkomentar, "Tampaknya surat kontrak tak bisa menjauh dari kehidupanmu, Dik Suami."

"Tentu saja, aku tak ingin rugi sedikit pun, " jawab Marvin.

Marvin kemudian menaruh buku di meja. Dia mulai menulis, tanpa melirik ke arah Wanda. Marvin berkata, "Yang pertama, Wanda dilarang menyentuh Marvin. "

"Kedua, Wanda dilarang memaksa Marvin melakukan apa yang diinginkannya. "

"Ketiga, Wanda tidak boleh melarang Marvin mengangkat telepon. "

Semua permintaan Marvin membuat kening Wanda mengernyit. Wanita itu kemudian melingkarkan tangan di depan dada, sembari menutup kedua matanya. Sebenarnya permintaan Marvin cukup sulit untuk dia penuhi.

Setelah menulis, Marvin menjulurkan bukunya di depan Wanda. Dia kemudian memperingati, "Jika kau melanggar peraturan ini, kau harus pergi dari rumahku. "

Peringatan Marvin, malah membuat Wanda tertawa kecil. Ternyata, suaminya memang mempunyai niat terselubung di balik perjanjian ini. Namun, itu tidak masalah. Selagi Wanda bisa dekat dengan Marvin, Wanda tak perlu berpikir dua kali lagi untuk meneliti kontrak itu.

"Berarti ini giliranku untuk menulis keinginanku," gumam Wanda. Tangan Wanda langsung mengambil kertas yang ada di tangan Marvin. Dia kemudian menaruh kertas itu si meja, sekaligus menulis keinginannya.

Detik demi detik berlalu. Awalnya Marvin mengintip tulisan yang sedang Wanda buat. Namun, fokusnya teralihkan ketika sebuah senyuman manis terbit di bibir Wanda. Entah kenapa, wajah Wanda lebih menarik untuk dilihat, daripada isi tulisannya.

Bola mata terhalangi oleh kacamata, ditambah dengan rambut panjang yang tergerai indah. Marvin tak tahu, berapa sering Wanda melakukan perawatan tubuh. Namun, dia tidak pernah mengagumi kecantikan Wanda terlalu lama.

Meskipun Wanda terkadang tersenyum jahat, tapi Marvin tak bisa memungkiri, jika sang Istri selalu tampil cantik di hadapannya. Bibirnya saja, yang terlalu gengsi untuk mengakui hal itu. Sebisa mungkin, Marvin selalu menolak apa yang ingin hatinya sampaikan.

"Aku sudah selesai menulis, " kata Wanda tersenyum senang. Wanita itu melirik ke arah Marvin. Dia tersentak, karena menemukan Marvin menatapnya tanpa berkedip.

Spontan, Wanda tersenyum manis. Dia kembali mengingatkan, "Aku sudah menulis keinginanku. Kau bisa menandatangani perjanjian kita, Dik Suami. "

Marvin kembali lagi ke dunia nyata. Dia berdeham beberapa kali, kemudian mengambil buku yang ada di atas meja. Keningnya mengernyit, ketika membaca satu permintaan Wanda. Padahal Wanda hanya menginginkan satu hal saja, tapi Marvin sudah memasang wajah tak setuju.

"Kau ingin bercocok tanam denganku? Permintaan aneh macam apa ini?" tanya Marvin heran.

Wanda tersenyum manis. Dia memberitahu, "Dulu, tanamanku mati, karena kau rusak. Aku hanya ingin, menanam lebih banyak tanaman di belakang rumah. "

"Kau tahu bukan, aku tak bisa tidur tanpa menghirup udara segar yang dihasilkan oleh tanaman?" kata Wanda.

Untuk beberapa menit. Marvin bergidik ngeri, membayangkan dirinya harus keluar di siang hari yang panas. Apalagi ketika memikirkan tangannya bersentuhan dengan tempat tinggal para cacing. Atau bahkan mengambil kotoran untuk dijadikan pupuk. Sumpah, Marvin tak akan sanggup melakukannya. "Aku tak mau. "

"Kau benar-benar sulit diatur, " komentar Wanda. Wanita itu menggelengkan kepala, sembari menyilangkan tangan di depan dada. Meskipun Marvin sudah menolak keinginannya, dia tetap tersenyum lebar. Setelahnya, Wanda baru menyipitkan mata. Dia menawarkan, "Jika kau tak ingin bercocok tanam di kebun, kita bisa melakukan jenis bercocok tanam yang lain. Misalnya, membuat cucu untuk Kake---,"

Belum sempat Wanda menyelesaikan ucapannya, Marvin sudah lebih dulu membungkam mulutnya. Marvin mendengkus, dia terpaksa menandatangani perjanjian kontrak, di banding terus mendengar ucapan tak bermutu milik Wanda. Terkadang Marvin heran, kenapa Wanda selalu berhasil membuatnya darah tinggi, hanya dalam hitungan detik saja.

"Sudah! Aku sudah menandatangani perjanjian ini. Sekarang giliranmu!" perintah Marvin.

Wanda langsung mengambil pena. Tanpa ragu, wanita itu membubuhkan tanda tangan di atas kertas. Setelahnya, Wanda memberikan perjanjian itu pada Marvin. Dia tak bisa menghapus senyuman lebar di wajah, kemudian memberitahu,"Kau bisa menyimpan perjanjian ini, Dik Suami. "

"Jika tidak ada lagi yang harus didiskusikan, aku pamit pulang, " kata Wanda kemudian berdiri dari sofa.

Sebelum Wanda pergi, Marvin sempat menahan pergelangan tangannya. Pria itu berdecak, beberapa kali. Dia memperingati Wanda, "Langsung pulang, jangan temui dulu Juna. "

Wanda mengernyitkan kening. Dia kemudian mencubit pipi sang Suami gemas. Meskipun pada akhirnya, tangannya langsung ditepis Marvin. Marvin menatapnya dengan tatapan sinis, tapi Wanda melihatnya dengan tatapan tulus. Wanda berkata, "Aku langsung pulang. Kau tak perlu cemburu, Dik Suami. "

"Aku tidak cemburu!" peringat Marvin.

"Kau cemburu, " balas Wanda kemudian berbalik ke belakang pintu keluar. Wanita itu membuka kunci, kemudian melambaikan tangan ke arah sang Suami.

Awalnya Wanda sudah berjalan pergi menuju pintu keluar. Namun, langkah kakinya terhenti. Dia melihat seorang wanita cantik, ditahan beberapa satpam perusahaan  Marvin. Kening Wanda mengernyit, kemudian bergumam, "Aku sepertinya pernah melihat wanita itu, tapi di mana?"

Entah siapa nama dari wanita itu, tapi dilihat dari rupa dan penampilannya. Dia jelas bukan orang biasa. Terlebih lagi, bibirnya terus meneriaki nama Marvin. Wanda jadi menyilangkan tangan di depan dada. Siapa wanita itu, sampai berani memanggil-manggil nama suaminya.

Awalnya Wanda hanya diam, mengamati satpam yang terus menahan penyusup. Dia diam-diam tersenyum manis, sementara gigi taringnya menajam. Seluruh darah ditubuh Wanda mendidih, karena selain berteriak, wanita itu sekarang sudah berani mengumpati nama suaminya. "Siapa wanita itu? Kenapa dia mengumpati suamiku?"

"Apa aku harus memberinya pelajaran?" batin Wanda. Tanpa disadari, lensa mata Wanda berubah menjadi merah. Namun, itu tidak lama, karena Marvin tiba-tiba keluar dari ruang kerjanya. Wanda langsung berbalik, dia terheran-heran, karena Marvin menyusulnya pergi ke luar.

Tanpa memandang ke arah Wanda, Marvin lebih fokus pergi ke wanita yang tengah di tahan satpam. Hal itu, memancing rasa penasaran Wanda. Dia kemudian berpikir lebih teliti, mengamati wanita itu dari bawah hingga atas. Setelah mengetahui identitasnya, Wanda menurunkan sudut bibirnya. "Mau apa wanita itu ke sini?"

•••

MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang