Pagi hari, dimulai dengan temuan lengan Marvin pada pinggang Wanda. Pria itu tidur di samping Wanda, dengan wajah yang bersembunyi di dekat ceruk leher sang istri. Wanda bisa merasakan hembusan napas hangat, menyentuh kulitnya. Dia tersenyum, kemudian melirik ke arah jam dinding.
"Sudah pukul delapan pagi. Aku ketiduran." Wanda berusaha untuk memindahkan tangan Marvin yang melingkari pinggangnya. Namun, sebelum pegangan tangan Marvin turun dari tubuhnya, Wanda mengernyitkan kening. "Bukannya, hari ini Marvin harus bekerja. Kenapa dia belum bangun, juga? Apa dia sakit?"
Punggung tangan Wanda menyentuh kening kemudian turun ke leher Marvin. Wanita itu memelototkan mata, "Marvin sakit."
"Dia pasti masih memikirkan tentang Kakek Adhitama," tebak Wanda.
Ketika Wanda ingin beranjak dari tidurnya. Marvin sudah lebih dulu bangun. Pria itu mengusap wajahnya sendiri, kemudian pergi meninggalkan Wanda. "Aku akan bekerja," katanya.
"Kau sakit, beristirahat lah hari ini, " peringat Wanda.
Perkataan Wanda masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Marvin tak memedulikan apa pun. Tanpa berbalik ke belakang, dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Padahal kepalanya sendiri berdenyut sakit, dengan jantung berdetak dua kali lebih cepat.
Selesai mandi dan berganti baju, Marvin berusaha untuk menyisir rambutnya sendiri. Sayangnya, sisir yang dia pegang sudah lebih dulu dirampas Wanda. "Biarkan aku menyisirmu rambutmu."
"Aku bisa sendiri," tolak Marvin.
"Duduk," perintah Wanda.
Pada akhirnya Marvin menurut, dan duduk di sofa. Pria itu membiarkan Wanda menyentuh dan menyisir rambutnya sedemikian rupa. Dia menutup kedua kelopak matanya, merasakan lembutnya jemari tangan Wanda menggapai helaian rambut miliknya.
Sembari merapikan rambut sang suami, Wanda mengajukan sebuah pertanyaan, "Dik Suami, apa keluhan sakit, yang kau rasakan saat ini? Biar aku carikan obat sementara untukmu."
Marvin terdiam beberapa menit. Setelah berpikir, dia menjawab, "Kepalaku terasa pusing, jari jemariku juga bergetar beberapa kali. Apalagi jantungku terenyut nyeri."
Wanda menghentikan kegiatannya. Dia menaruh sisir di atas meja, kemudian mengambil dasi yang akan digunakan Marvin saat ini. Wanda berdiri tepat di depan sang suami. Dia melingkarkan dasi itu di antara kerah baju Marvin. Sampai Marvin mendongak, melihat langsung ke wajahnya.
Di dalam pandangan Marvin, terlihat seorang wanita biasa dengan piama tidur. Rambut panjang wanita itu tergerai. Matanya menatap langsung ke arah dasi yang sedang dia ikatkan. Tak ada lagi kacamata yang biasa menghalangi bola mata indahnya. "Kau belum mencuci muka, tapi sudah lebih dulu membantuku bersiap-siap."
"Aku tahu, kau benci datang terlambat ke perusahaanmu. Jadi biarkan aku membantumu bersiap-siap," jawab Wanda.
Wanda menarik kedua sudut bibirnya ke atas, ketika dia berhasil memasangkan dasi milik suaminya. Jari jemari wanita itu memainkan dasinya, sebelum menyentuh langsung ke bagian dada suaminya. "Sepertinya ada yang tidak beres dengan jantungmu, Dik Suami. Suara detakannya begitu kencang, sampai aku bisa mendengarnya dengan jelas," tebak Wanda.
"Tentu saja detak jantungku berdetak. Jika tidak, itu artinya aku sudah mati," balas Marvin ketus.
Setelah Wanda membantu Marvin untuk bersiap-siap, sekaligus memakan sarapan. Wanita itu membawakan sebuah obat beserta segelas air. Wanda menjulurkan telapak tangannya di depan Marvin, dia berkata, "Ambil obat ini. Jika sakitmu belum mereda, aku akan menemanimu ke dokter."
Marvin langsung merampas obat yang Wanda julurkan. Dia memakan obat itu, kemudian mengambil segelas air. "Tidak perlu. Kau tak usah mengantarku segala."
Terjadi keheningan beberapa saat. Marvin sudah ingin pergi, tapi Wanda menahan pergelangan tangannya. Jari jemari wanita itu bergerak untuk menyentuh telapak tangan Marvin. Setelahnya, dia menyatukan kedua tangan mereka, sembari menutup kelopak matanya.
"Apa ... apa yang sedang kau lakukan?" tanya Marvin heran.
Wanda bisa merasakan basahnya keringat di tangan Marvin. Wanita itu tak mengucapkan satu kalimat saja. Namun, bibirnya bergerak seperti membaca mantra. Wanda membatin, "Semoga tubuhmu baik-baik saja."
Kelopak mata Wanda terbuka sedikit demi sedikit. Wanita itu memberitahu, "Jangan lupakan makan siangmu. Jangan biarkan perutmu kosong. Lalu Jangan lupa untuk menghubungiku jika kau ingin pergi ke dokter."
Marvin merotasikan bola matanya. "Ya, ya. Aku akan melakukannya jika tidak lupa."
"Kau tidak akan bisa melupakannya. Aku akan mengingatkanmu jika kau lupa," gumam Wanda.
•••
Pekerjaan Marvin berjalan seperti biasa. Awalnya dia sempat memarahi salah satu pekerjanya yang memberikan vlog tak jelas kepadanya. Namun, lama kelamaan Marvin memaafkan kesalahan orang itu. Pria itu lebih memilih untuk fokus pada pekerjaan baru yang harus dia kerjakan.
Setelah bekerja, Marvin pulang larut malam. Dia pikir Wanda sudah lebih dulu tidur, karena tidak menemukan sosok wanita di ruang tamu. Namun, saat Marvin membuka pintu kamar, dia melihat Wanda sedang duduk di sofa kamarnya. Wanita itu memegangi sebuah buku tebal di tangannya.
"Wanda."
Wanita dengan Kacamata itu menghentikan kegiatan membacanya. Dia perlahan menurunkan buku yang sedang dibaca, kemudian menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Setelah itu, dia tersenyum dan berdiri dari duduknya. "Kau sudah pulang lagi? Kau ingin aku menyiapkan makan malam untukmu. Aku pasti akan bergegas menyiapkannya dalam hitungan menit saja," tawar Wanda.
Dibanding mendengar perkataan Wanda, Marvin lebih tertarik mengamati pakaian yang sedang Wanda kenakan. Wanita itu memakai gaun tidur tipis, dengan lengan pendek. Dia menggulung rambutnya ke atas, sampai leher jenjang dan kulit putihnya terlihat langsung di mata sang suami. Warna merah pada gaunnya, membuat Marvin memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kenapa kau memakai baju seperti itu?" tanya Marvin.
Tanpa ragu, Wanda menjawab,"Aku tadi sempat memeriksa hadiah pernikahan kita. Lalu aku menemukan beberapa pakaian baru untuk dikenakan. Sayang sekali jika aku tidak mengenakannya."
"Kenapa harus baju seperti itu?" tanya Marvin.
Wanda mengernyitkan kening. "Malam ini sangat panas, Dik suami. Jika dingin, aku tidak akan mengenakan baju seperti ini."
"Apa kau tidak takut digigiti nyamuk? Pakaianmu sangat terbuka, " ungkap Marvin.
Digigit nyamuk? Wanda tertawa dalam hati. Dia seorang vampir. Mana ada nyamuk yang berani mengisap darah miliknya. "Aku sudah memakai losion anti nyamuk. Lagi pula tak ada nyamuk yang berani masuk ke dalam sini," jawab Wanda.
Marvin merotasikan bola matanya. Dia memerintah, "Jangan gunakan pakaian seperti itu lagi. Penampilanmu mengganggu mataku."
Wanda menundukkan kepala melihat tubuhnya yang dibalut gaun malam pendek. "Apa tidak cantik? Kau tidak menyukainya?"
"Baiklah, aku akan mengganti baju ini dengan baju lain. Kau tunggu di sini. Lain kali aku tak akan mau mengenakan baju seperti ini lagi," gumam Wanda.
Ketika Wanda berniat pergi, Marvin sudah lebih dulu menahannya. Pria itu menjulurkan sebuah surat di depan Wanda. Dia meminta, "Buka amplop ini, dan lihatlah isinya."
"Apa ini?" tanya Wanda.
"Jangan bertanya. Kau buka saja amplopnya," jawab Marvin.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MY MYSTERIOUS WIFE [Republish][✓]
Vampir"M untuk Marvin di atas! W untuk Wanda di bawah!" - Marvin "Jangan coba-coba berselingkuh dariku, atau kuhisap darahmu sampai habis." - Wanda · · • • • ࿙✩࿙ • • • · · Marvin benci diperintah, tapi suka memerintah. Dia selalu ingin berada di atas ora...