pilihan

258 30 0
                                    

Gadis itu membenamkan kepalanya sekuat tenaga dengan bantal. Suara laki-laki disebelahnya itu sungguh sangatlah menyebalkan terdengar di telinga, hingga rasanya memekakkan. Rengekan tak berarti dengan rayuan mematikan itu sedari tadi mengalun dengan tak santai. Tak peduli seberapa keras suara teriakan menolak dari yang gadis itu lontarkan, kakaknya tetap enggan untuk menyerah. Hingga detik terakhir dan Flo akhirnya menyerah. Dia lebih memilih untuk pura-pura mati sejenak ketimbang menyahuti permintaan Felix yang bebal.

"Astaghfirullah, Felix, kamu apain itu adik kamu?" Kaget Gita melihat sang putri menelungkup di atas kasur dengan posisi menungging, sementara kepalanya masih dia benamkan diantara bantal. Di sana terlihat juga Felix yang sedang berusaha menarik tubuh Flo agar bangkit.

"Ngapain sih lo?!" Sentak Faris yang juga ikut keheranan sekaligus kesal melihat kembarannya tersebut. Dia yakin pasti Felix yang membuat Flo bersikap konyol seperti itu.

Usai meletakkan tas diatas nakas, Faris pun menyusul sang mama mendekati kedua adiknya. Akhirnya, Flo mau memperbaiki posisi tubuhnya menjadi duduk setelah Gita membujuknya. Faris menatap sinis kearah Felix yang saat ini tengah memperhatikan Flo dengan raut melasnya.

"Usir dia, ma. Pusing kepala ku dengerin ocehannya," Flo menunjuk Felix dengan raut jengkel teramat.

"Cabut lo!" Faris ambil suara mengusir si pembuat ulah.

"Nggak boleh gitu dong, sayang. Kak Felix udah repot-repot jagain kamu di sini, masa' main suruh pergi aja." Gita mencoba menenangkan keadaan sang putri yang masih terlihat kesal.

"Bunga-ku, bilang sekarang kalau kamu setuju untuk kuliah di kampus kakak," pinta Felix memohon untuk yang kesekian kalinya.

"Nggak. Flo ikut kak Faris aja," sahut Faris memotong ucapan Felix dengan tak santai.

"Aduh udah deh! Berapa kali harus aku tegaskan kalau aku nggak mau kuliah. Entah itu di tempat kak Faris ataupun kak Felix. Flo nggak mau kuliah! Titik." Gadis itu menekankan.

Felix menggeleng tak setuju dengan jawaban sang adik. Dia tidak mau melihat Flo kesepian sepanjang hidupnya dengan hanya berdiam diri di dalam rumah tanpa teman.  Dia ingin adiknya tersebut bisa beraktivitas seperti cewek-cewek normal seusianya. Happy, bersenang-senang, berjumpa orang-orang, menemukan sahabat, dan kebahagiaan lainnya yang semestinya Flo dapatkan.

Akan tetapi, sepertinya Flo sudah terjebak dalam pola pikirnya tentang kondisinya yang berbeda dari gadis lainnya. Dia cenderung menjauh dari lingkungan karena takut dibilang aneh. Flo tidak bisa menutupi rasa khawatirnya untuk bertemu dengan orang-orang banyak. Penyakitnya membuat dia trauma untuk menjalin hubungan dengan siapapun.

"Flo, kamu harus kuliah agar kamu bisa melihat kalau diluar sana itu indah. Kamu juga nantinya bisa menemukan beberapa teman yang bisa kamu ajak main atau cerita. Ayolah, apa kamu mau sendirian terus seperti ini di dalam rumah?" Pancing Felix berusaha membangkitkan ketertarikan gadis itu akan dunia luar.

"Mungkin lebih baik seperti ini. Aku nggak butuh teman," jawab Flo tidak peduli.

"Felix benar, Flo. Apa kamu nggak bosan berdiam diri di rumah terus sepanjang waktu? Kalau kuliah kan setidaknya kamu punya kegiatan lain dan pastinya membuat mood kamu ikut membaik." Faris ikut menimpali, berusaha membujuk sang adik.

"Kalian lupa? Aku ini berbeda, nggak seperti manusia normal. Dengan keluar rumah apa akan membuat keadaanku berubah? Yang ada akan lebih memperburuk hidupku lagi kalau tiba masanya mereka tahu aku ini aneh. Mereka akan menjauhiku seperti yang sebelum-sebelumnya, dan aku akan merasa sangat terluka lagi. Jadi, berhenti memaksaku kuliah," ungkap gadis itu menggebu-gebu.

Hening. Tidak ada yang membuka mulutnya mendengar nada bicara si bungsu. Bahkan Gita yang waktu itu sedang sibuk memasukkan barang-barang Flo kedalam tas pun seketika membatu. Kegiatannya terhenti seolah terhenyak mendengar suara lirih dari sang putri yang menyimpan sejuta luka itu.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang