gelang

209 26 0
                                    

"Jadi, lo beneran nggak bisa ngelihat makhluk halus?"

Flo menggeleng pelan. "Ini bahkan pertama kalinya gue tahu kalau ada peri yang selalu ikut kemanapun gue pergi," jelasnya dengan wajah lesu.

"Astaga, berarti selama ini gue salah ngira. Gue pikir lo sama kayak gue, punya indera keenam dan sedang berpura-pura nggak peka aja," tutur Hanna tak menyangka.

Siapa sangka, seorang Hanna Safira ternyata menyimpan perasaan kelam. Dia mengungkapkan bahwa ia juga memiliki cerita tak mengenakan selama masa-masa sekolahnya dahulu. Gadis itu dengan tanpa keraguan menuturkan latar belakangnya serta alasan yang membuat dia berani mengajak Flo berteman.

"Kepekaan gue terhadap makhluk tak kasat mata berakibat sama sekeliling gue, Flo. Hampir setiap hari gue dirasuki sama sosok yang beragam, sampai-sampai satu sekolah menjuluki gue Queen of evil, alias Ratu iblis." Hanna terkekeh ditengah ceritanya. Dia mentertawakan dirinya sendiri tatkala ketika mengingat hal-hal memalukan itu.

Namun, Flo yang juga pernah berada di posisi seperti itu tentunya punya sudut pandang berbeda melihatnya. Tawa sumbang Hanna memancarkan kesedihan yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain. Tidak ada yang bisa paham bagaimana sulitnya menanggung anugerah diluar logika seperti yang Hanna dan Flo terima. Mereka bukan hanya menderita dari segi mental dan psikis, karena terkadang kekuatan energi disekitar mereka juga bisa melukai fisik hingga membahayakan nyawa mereka.

Flo memegang pundak temannya itu untuk memberikan sedikit kekuatan. Dia tahu Hanna pasti sangat terluka menceritakan ulang penyebab rasa sakitnya.

Hanna masih berusaha mengulas senyum terbaiknya dihadapan Flo. "Gue nggak marah ke mereka semua, Flo. Gue cuma merasa kalau hidup gue hambar aja. Nggak ada yang mau temenan sama gue karena takut. Gue ngerti perasaan mereka. Gue sadar diri kalau gue emang aneh dan," tak bisa melanjutkan kalimatnya, Hanna kembali tertunduk dalam.

"Bodohnya gue malah sempat mikir lo sama kayak gue, makanya sejak awal gue mendesak ingin jadi teman lo bahkan lewat jalur paksa," ia terkekeh kecil dengan mata yang mulai berembun. "Tapi ternyata lo normal." Ungkapnya lagi. "Lo beruntung, Flo."

Mendengar penuturan Hanna, Flo seketika terdiam. Apa yang dikatakan Hanna rasanya sama persis seperti emosi yang dialaminya sendiri. Hanna selama ini mengira dirinya juga indigo hanya karena peri kecil yang selalu mengikuti Flo setiap saat. Tapi, setelah Flo menyangkal semua itu ekspresi Hanna pun berubah total. Dia nampak murung dan kecewa seakan kehilangan harapan.

"Gu-e nggak seberuntung yang lo maksud, Han," ujar Flo memberanikan diri untuk membuka identitasnya.

"Beruntung, Flo. Lo bisa hidup normal kayak orang lain. Nggak kayak gue, sering kesurupan,"

Flo menggeleng cepat berusaha menampik. "Setahu gue mata batin masih bisa ditutup meski caranya rumit. Gue emang nggak bisa melihat mereka, tapi ada hal lain yang lebih ekstrim dari itu, Han. Yang lo alami masih bisa diterima akal sehat, gue beda."

Kening Hanna mengerut bingung. "Apa maksudnya?" Selidiknya penasaran.

Flo menelan ludah kasar. Senyum tipis menghiasi wajahnya. "Nanti lo bakal lihat sendiri kalau sudah waktunya lo tahu,"

______

"Lukisan yang lo bilang nemu di depan gerbang ini_"

Belum selesai ucapan Flo, senyuman Hanna seakan langsung menjawabnya. "Iya, sebenarnya gue yang ngegambarnya buat nunjukin ke elo. Dan gue mau lihat bagaimana reaksi lo," ungkapnya nyengir kuda.

Memutar bola mata malas, Flo hanya bisa menghela napas berat. "Jujur, gue agak kaget karena sebelumnya emang kayak pernah melihat bentukan peri itu. Tapi pas gue ingat-ingat lagi sepertinya hanya dalam mimpi. Gue bahkan nggak tahu kalau peri itu nangkring terus di pundak gue kalau lo nggak ngasih tahu sekarang,"

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang