Dia

223 25 0
                                    

"Udah dapat temen baru belum?" Tanya Faris ketika si bungsu baru akan menginjakkan kaki keluar dari mobil yang dikendarainya.

Flo menolehkan kepalanya sejenak sambil mengangguk singkat membuat senyum manis seketika terbit disudut bibir laki-laki itu.

"Really? Siapa namanya? Ajak kerumah sesekali dong, biar sekalian kenalin sama mama," ujarnya terlihat sangat bahagia mengetahui kabar tersebut secara langsung dari si bungsu. Sebab ini pertama kalinya sang adik kembali berani menginjakkan kaki untuk bersosialisasi setelah sekian lama hanya asyik dengan dunianya sendiri. Mendengar dia sudah mendapatkan teman rasanya begitu membahagiakan bagi Faris. Tidak sia-sia upaya mereka membujuk gadis itu untuk berkuliah dan menjalani kehidupan sebagaimana mestinya.

"Namanya Hanna Safira. Lain kali lah diajak kalau dianya mau," jawabnya kemudian. "Ya udah, Flo masuk dulu. Kak Faris juga mau ke kampus, kan?" Lanjutnya bertanya.

"Iya nih. Kakak masih harus ngejar materi yang tertinggal selama seminggu kemarin. Nanti pulangnya kamu mau kakak jemput nggak?"

"Nggak usah, biar aku minta jemput sama pak Harto aja. Kakak urusin aja tugas kuliahnya sampai selesai," tolak gadis itu tidak mau terlalu merepotkan. Toh, dia sebenarnya sudah punya supir pribadi yang memang disediakan oleh Sam untuk mengantar-jemput kemanapun Flo pergi. Hanya saja untuk pagi ini Faris memaksa mengantarnya sekalian dia juga hendak berangkat kuliah.

Mengangguk singkat, Faris kemudian melirik jam tangannya. "Kakak mau langsung jalan, kamu masuk aja," pamitnya sekalian menyuruh si bungsu agar tidak menungguinya.

"Hati-hati, kak," pesannya setelah mencium punggung tangan kakak sulungnya tersebut.

Akan tetapi tidak jua lantas pergi, Flo masih terus memantau mobil Faris sampai benar-benar menghilang dibalik pintu gerbang. Senyum tipis terukir di wajah yang tertutup sebagian rambut tersebut. Berbicara dengan kak Faris memberikannya efek semangat menjalani hari, berbeda sekali ketika dia berdekatan sama kak Felix.

Beruntung pagi ini dia berangkat lebih awal guna menghindari pertemuan antara ia dan kakak keduanya tersebut,  karena kalau tidak maka akan seperti biasanya mereka pasti adu mulut hingga mood gadis itu anjlok. Entah sekarang kak Felix sudah berangkat atau belum, tapi baiknya Flo harus segera masuk ke dalam sebelum bertemu kakaknya yang menyebalkan itu.

Baru saja membalikkan badannya, gadis itu seketika mematung di tempat. Jalan yang dia perkirakan akan mulus nyatanya harus dihadang oleh seseorang yang sangat dihindarinya. Dia terkejut namun tak bisa berkutik karena tepat dihadapannya sekarang ini, Genta sudah berdiri sambil menatapnya. Laki-laki itu rupanya memang sudah menunggu Flo sedari tadi tanpa gadis itu sadari.

Flo menelan ludah karena gugup diliputi perasaan cemas. Ingin sesegera mungkin Flo kabur dari sana, akan tetapi jaraknya yang hanya berkisar beberapa centimeter membuatnya tidak bisa menghindar lagi. Flo dibuat membeku tak bisa melakukan apapun atau bahkan sekedar menggerakkan kakinya yang tiba-tiba kaku.

Tatapan cowok itu masih sama dengan yang terakhir kali mereka bertemu waktu di kantin. Sorotnya penuh tanya dan penasaran dengan keberadaan Flo. Hal itu seakan memberikan efek aneh yang menciptakan suasana tegang dan Flo sendiri seperti terkunci pada manik mata itu.

"Gue Genta," mencairkan ketegangan yang tercipta, cowok itu mengulurkan tangan seraya menyebutkan namanya.

Flo masih bergeming dan hanya memperhatikan kelima jari yang mengarah padanya tersebut tanpa niat membalas menjabatnya. Dia masih bingung dengan keadaan yang tiba-tiba ini. Apakah benar firasatnya kalau cowok ini mengenalinya? Dari pandangannya sih, iya. Akan tetapi entah kalau dari kenyataannya. Haruskah Flo memperkenalkan dirinya juga?

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang