Buah tangan

225 25 0
                                    


Melangkahkan kakinya ke dalam rumah, pemandangan pertama yang dilihat Felix adalah keberadaan kembarannya di anak tangga. Senyum tipis lengkap dengan seringai mewarnai wajah cowok itu, tak lupa juga siulan menyebalkannya seakan bersiap mengibarkan bendera perang. Faris yang menyaksikan kelakuan adiknya satu itu hanya bisa menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya memilih melengos pergi begitu saja.

Tak tinggal diam, rupanya Felix pun mengikuti langkah Faris sembari sesekali berdeham singkat. Berharap Faris akan merespon keberadaannya. Namun sayang, kakaknya tersebut tetap bersikap acuh tak acuh. Keduanya melangkah beriringan menuju ruang makan dengan Felix yang masih mengekor di belakangnya.

Menyadari kehadiran kedua kakaknya, Flo yang saat itu sedang sibuk dengan laptop menghentikan kegiatannya sesaat. Usapan lembut pada rambut panjangnya dia dapatkan dari Faris yang kemudian langsung mengambil tempat duduk di hadapan si bungsu.

"Kenapa?" Tanya Faris menaikkan sebelah alisnya ketika mendapat sorot tak biasa dari gadis itu.

"Aku kasihan sama kak Faris. Dari kecil sampai besar ketempelan terus sama sosok menyeramkan setengah iblis itu," celetuknya seraya menunjuk Felix dengan lirikannya.

Felix membelalakkan matanya mendengar penuturan tersebut. "Lo kata gue jin qorin? Sembarangan!" Tampiknya dengan raut cemberut.

"Terus apa kalau bukan? Jelas-jelas kak Felix ngikutin kak Faris lahir ke dunia bahkan sampai hari ini," sungut Flo yang paling merasa risih.

"Yee namanya juga anak kembar, satu rahim, satu wadah, satu adonan. Dia lahir kakak juga lahirlah. Ngerti konsep kembar kan?"

Gadis itu mencebikkan bibirnya. "Bisanya ngintilin orang mulu. Nggak punya pendirian. Dasar setan!" Tambahnya semakin memancing urat leher Felix mencuat keluar.

Faris hanya tertawa puas menikmati keadaan yang ada. Dia merindukan momen ini setelah satu minggu terakhir tidak berada di rumah karena urusan pekerjaan. Energinya yang semula terkuras habis kini seakan terisi kembali ketika melihat kedua adiknya, terutama si bungsu kesayangannya.

"Kak Faris katanya tadi mau istirahat, kenapa turun lagi?"

Decit kursi yang ditarik cukup kasar mengalihkan atensi Flo dan Faris. Disamping gadis itu, Felix menempatkan dirinya. Masih dengan wajah kesal dia mengambil piring dan menata aneka lauk pauk kedalamnya untuk kemudian makan siang. Sementara dia sendiri yakin kalau kedua saudaranya itu pasti sudah lebih dulu menyantap hidangan seperti biasa, tanpa menunggunya. Terkadang, Felix merasa seakan dirinya adalah saudara tiri di rumah itu. Padahal nyatanya jam keberadaan Felix yang tidak menentu. Dia memang suka berakting menjadi anak tiri dan merasa terkucilkan supaya mendapat perhatian lebih dari si bungsu.

"Kakak cuma mau ngasih ini," ucapnya mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.

Meski kehadirannya tak terlalu dianggap, Felix pun ikut melirik tangan Faris untuk memeriksa apa yang tengah kakaknya itu berikan. "Flo doang yang dikasih, punya gue mana?" Tuntutnya berbicara dengan mulut terisi setengah penuh makanan.

"Jorok banget sih jadi orang," omel Flo menghardiknya sinis. Gadis itu paling tidak suka melihat orang berbicara sembari makan karena itu terlihat sangat menjijikan dimatanya.

Felix tersenyum manis kearah Flo meski mendapat tatapan jijik seperti itu. Dia senang sekali membuat gadis itu marah-marah. Sementara Faris hanya menggeleng pasrah melihatnya kelakuannya.

"Ini oleh-oleh dari Wisnu buat Flo. Dan ini buat lo," Faris melemparkan gelang satunya kepada Felix usai memberikan punya Flo dengan penuh perhatian.

"Jahat lo sama gue," ucap Felix mendramatisir padahal lemparannya tidaklah kasar pun jauh. Faris memang sengaja melakukan itu supaya keadaan semakin ramai. Keusilan mereka ternyata saling timbal-balik.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang