Maba

234 27 0
                                    


Hari ke-tiga ospek. Semuanya berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Ketakutan yang selama ini terbayang-bayang olehnya pun seolah lenyap setelah dia berhasil melalui dua hari terakhir. Perkenalan awalnya membawa dia bertemu dengan seseorang yang kini bisa dibilang paling akrab diantara yang lainnya. Tidak begitu mengerikan rupanya dunia luar selama dia masih bisa bersikap normal seperti orang-orang lainnya.

Flo mencoba berbaur meskipun sulit, namun dengan bantuan temannya dia akhirnya bisa menciptakan suasana sendiri. Gadis itu lumayan bisa menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang terlontar oleh beberapa teman sesama angkatannya meski rasa sungkan seringkali membuatnya tak percaya diri.  Namun, dengan proses penyesuaian yang telah dia pelajari selama satu bulan terakhir di rumah, bisa membantunya untuk sedikit lebih berani.

Sekarang, melihat perkembangan Flo yang cukup pesat, Sam dan Gita sebagai orang tua pun teramat bersyukur. Pengawasan sepenuhnya mereka berikan kepada Felix, sebab dialah satu-satunya orang yang bisa memantau kondisi Flo dari dekat selama di kampus. Bukan tanpa alasan, mereka masih mengkhawatirkan sindrom putri tidur yang kerap menyerang si bungsu diwaktu tak terduga sekalipun. Untuk antisipasi, Felix akan selalu siap mengawasi adik kesayangannya tersebut meskipun menurut beberapa syarat yang pernah Flo ajukan.

Seperti saat ini dibawah teriknya matahari, ditengah lapangan yang luas, seluruh anggota mahasiswa baru diperintahkan untuk duduk berjejer rapih membentuk barisan. Sementara didepan mereka sudah ada beberapa senior yang siap mengawali kegiatan ospek mereka hari ini. Pemandangan yang sama sekali membosankan dimata Flo yakni menyaksikan wajah tengil yang selalu membuat jengkel harinya kini juga berada diantara jejeran kakak tingkat mereka. Iya, Felix Pranadipa Charmaine juga ikut bergabung sebagai anggota BEM dan diketahui jabatannya adalah sebagai wakil ketua. Sementara ketuanya dipimpin oleh Leon, sahabatnya Felix.

Tidak ada hal yang paling diminati gadis itu selain waktu pulang. Kuliah hanyalah metode terapi yang menurutnya formalitas belaka. Flo tidak benar-benar meminati pelajaran, karena itulah dia memilih seni sebagai jurusan. Niatnya bersosialisasi adalah untuk mendapatkan kesembuhan, bukan semata-mata ingin memperoleh kesenangan ataupun mengejar cita-cita. Tidak ada yang lebih diharapkannya selain untuk bisa kembali hidup normal seperti beberapa tahun silam. Semoga saja saran dokter ini bekerja sebagaimana mestinya.

"Astaga, kak Felix damage-nya bukan maen. Lo lihat itu Flo," bisik Hanna Safira, gadis yang kini dikenal sebagai teman Florencia Charmaine.

Hanna memang sangat berisik dan selalu memancing pertanyaan yang terkadang membuat Flo jengah menjawabnya.  Gadis pemilik mata biru itu terlihat begitu periang juga kocak. Mulutnya ceplas-ceplos bahkan dia tidak segan mengatakan sesuatu yang membuat orang disekitarnya malu. Sejak awal berkenalan, Hanna sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap kakak tingkat mereka, yakini Leon, Rafi, dan tak ketinggalan, Felix. Dia itu tipikal gadis-gadis centil yang berjiwa sosial tinggi.

Flo yang mendengar pujian berlebihan di alamatkan kepada sang kakak menyebalkan itu hanya bisa berdecih pelan. "wajah menjijikan seperti itu," Gumamnya dalam hati. Lihatlah, betapa sok kegantengan kakaknya satu itu main tebar pesona kepada mahasiswi lainnya. Kalau saja dekat, ingin sekali Flo menabok wajah jelek itu.

Hanna bahkan seluruh kampus memang tidak tahu bagaimana hubungan Flo dan Felix. Hal ini masih sesuai rencana gadis itu yang tidak ingin identitasnya disebarluaskan, sebab dia tidak mau kedudukannya dihubung-hubungkan dengan sang kakak yang memang cukup disegani di kampus tersebut. Beruntung juga selama ini Felix hanya memperkenalkan diri sebagai Felix Pranadipa C, alhasil nama Charmaine bisa leluasa digunakan oleh Flo.

"Eh, lihat. Siapa tuh cewek? Kegatelan banget datang-datang main godain kak Felix," omel Hanna dengan raut tak sukanya.

Flo mengikuti arah pandang Hanna dengan pandangan bingung. Dia juga baru pertamakali melihat gadis dengan dandanan menor seperti itu. Mana pakaiannya serba ketat. Persis sekali seperti remaja alay gaya cabe-cabean yang pernah ditemuinya di lampu merah pinggir jalan. Astaga, kalau diperhatikan gadis itu cocok sekali dengan kak Felix, batin Flo tersenyum jahil.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang