"Masih lama, Han?" Gadis itu nampak gelisah, dari tadi tak berhenti mencuri pandang pada sekitar ruang perpustakaan yang memang sudah sepi.Hanna menggaruk kepalanya mencoba mengingat-ingat sesuatu. "Bentar, gue lupa lagi sama judulnya. Gue searching dulu," putusnya langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Flo memutar bola mata malas mendengar kebodohan sahabatnya tersebut. "Ya udah deh kalau gitu, gue tunggu diluar aja," ucapnya melenggang pergi setelah mendapat anggukan kecil dari Hanna.
"Janji jangan ninggalin gue? Awas lo kalau asal pergi kayak kemarin!" Peringat Hanna setengah berteriak.
Gumaman menjadi sahutan karena Flo sudah hampir tiba di depan pintu. Dia memilih berada diluar ketimbang menemani Hanna mencari buku referensi menggambar. Sebenarnya bukan malas yang menjadi alasan gadis itu tega membiarkan sahabatnya sendirian, melainkan perasaan bergidik yang tiba-tiba menyergapnya.
Sesaat setelah berapa lama dia menginjakkan kaki di dalam perpustakaan, Flo merasakan hawa yang langsung berbeda. Seperti ada yang tengah memperhatikannya, namun entah dari sudut mana. Flo bahkan sempat memeriksa sekeliling rak buku untuk mencaritahu apakah ada mahasiswa lain di tempat itu, akan tetapi nihil. Tidak ada orang selain mereka berdua di sana.
Mencoba mengalihkan perhatiannya pada firasat itu, Flo sampai menyibukkan diri membaca judul-judul buku yang tersedia sembari menunggu Hanna menemukan bukunya. Namun rupanya kesibukan itu tidak berarti apa-apa, Flo masih merasakan ada sesuatu yang sedang memantaunya. Akhirnya karena tidak tahan lagi, diapun memutuskan untuk menunggu diluar.
"Flo,"
Gadis itu menolehkan wajahnya setelah mendengar suara lantang memanggil namanya. Dia berdecak jengah saat tahu siapa yang sedang berlari kecil ke arahnya.
"Tunggu dulu, gue mau ngomong. Please jangan menghindar," tahannya ketika melihat pergerakan Flo hendak memasuki perpustakaan kembali.
"Kalau lo mau nanyain soal mimpi itu, maka jawaban gue tetap sama. Lo salah orang," ketusnya pada Genta yang kini sudah berada di hadapannya.
Tak langsung berucap, Genta malah menarik sebelah tangan Flo untuk kemudian meletakkan sesuatu di atas telapak tangannya. Dengan raut bingungnya, Flo memperhatikan benda tersebut kemudian rautnya meminta penjelasan pada laki-laki itu.
"Pulpen ini seharusnya udah kembali sama pemiliknya. Kenapa bisa ada di elo?" Herannya dengan nada tak santai.
Kemarin dia menitipkan barang itu kepada Leon, tapi malah dikembalikan lagi pada Flo lewat Genta. Sangat menyebalkan kakak seniornya ini. Kalau tidak mau membantu ya sudah, tidak perlu berpura-pura di awal jika ujung-ujungnya masih harus Flo yang mengembalikan.
"Makanya, kalau nggak ikhlas bantuin nggak usah manis mulut. Niat doang setengah-setengah. Tahu gini gue tolak aja niat kalian kemarin. Nyusahin orang aja! Nanti biar gue sendiri yang balikin," dumelnya menggerutu sebal karena merasa telah dipermainkan.
Genta lagi-lagi mencegat pergelangan tangan cewek itu ketika dia baru akan melangkah.
"Apalagi sih?" Keluhnya berdecak jengah.
"Mau lo balikin kemana? Kuburan?" Celetuk Genta berhasil menarik perhatian Flo.
"Hah?" Wajahnya terlihat cengo tak mengerti.
Genta semakin mendekatkan dirinya pada gadis itu. Matanya mengunci sorot bertanya dihadapannya. "Pemilik pulpen itu udah meninggal setahun yang lalu," jelasnya tanpa bertele-tele.
Flo yang mendengar hal tersebut seketika terpundur kebelakang. Bola matanya melebar sempurna pertanda betapa terkejutnya dia akan berita yang laki-laki itu sampaikan. Dia menggeleng cepat, menolak untuk percaya. "Lo ngomong apa? Jelas-jelas kemarin gue lihat dia lari di depan gue. Ngaco lu," kekehnya tertawa sumbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping beauty {END}
ParanormalWarning ‼️ Cerita tak semanis judul❗ 🏅Rank1#Depresi 🏅Rank 2 #Paranormal Cerita ini hadir untuk menampar ekspektasi tinggi kalian si manusia-manusia halu, yang tingkat halunya sudah dikategori kronis merambah ironis. Gadis itu bukan putri tidur yan...