unilateral decision?

164 17 0
                                    

Brakkk

Sebuah tas terlempar dengan tanpa permisi hingga mengagetkan Sam beserta Faris yang saat itu tengah berbincang di depan ruang tamu. Keduanya lalu memusatkan pandangannya kepada si pelaku yang tak lain adalah putra kedua di rumah tersebut.

"Flo mana?" Selorohnya dengan nafas tersengal-sengal sehabis berlari. Dia tidak memperdulikan ekspresi terkejut sang papa dan kakaknya akibat ulahnya tadi. Kini yang ada dalam pikirannya hanyalah si bungsu.

"Di kamar mama," Faris menimpali pertanyaan kembarannya tersebut masih dengan raut tercengangnya.

Setelahnya tanpa mengatakan apapun lagi, Felix kembali memacu langkahnya dengan cepat untuk menemui si bungsu yang menjadi alasan sikap kalang kabutnya. Betapa tidak paniknya dia tadi di kampus saat mendengar kabar buruk yang lagi-lagi menerpa adik kesayangannya satu itu. Jantungnya berdegup kencang hingga dia tidak bisa berkonsentrasi sedikitpun, bahkan ketika teman-temannya mengajaknya berbicara. Andai saja pagi tadi dia tidak bersikeras datang ke kampus untuk menyerahkan surat izin secara langsung, pasti kejadian begini tidak akan terjadi.  Niatnya memang hari ini ia ingin bolos kuliah agar bisa menemani Flo ke kantor polisi. Tapi entahlah mengapa dia justru membuat jadwal tak penting sendiri.

"Mama, Flo gimana, ma?" Cecar nya menyambut kehadiran sang mama yang baru saja keluar dari kamarnya.

Gita menarik tangan putra keduanya tersebut. "Jangan diganggu dulu, biarin adik kamu istirahat," cegahnya menahan Felix yang hendak menerobos masuk.

Cowok itu menurut untuk tidak meneruskan langkahnya. Namun, bukan berarti dengan sukarela akan pergi begitu saja tanpa memastikan sendiri keadaan si bungsu. "Lihat sebentar aja, ma," melasnya menampilkan raut gelisah yang tentunya dirasakan betul oleh sang mama. Alhasil, Gita pun tidak sanggup menghalaunya lebih lama.

Namun masih memikirkan jarak, Felix menuruti ucapan mamanya untuk tidak masuk ke sana. Dari ambang pintu, cowok itu melihat si bungsu yang ternyata sudah sadar dari kabar akhir yang menyatakan bahwa gadis itu jatuh pingsan. Akhirnya, pikiran Felix bisa sedikit lebih rileks dari sebelumnya. Syukurlah, rupanya anak itu dalam keadaan baik-baik saja. Di sana juga terlihat ada seorang dokter beserta perawat yang tengah menyemprotkan sebuah tabung oksigen kecil guna membantu menstabilkan aliran napas si bungsu.

Nampak jelas bagaimana Flo mencoba berusaha mengatur deru nafasnya yang sempat tersendat beberapa saat. Berulangkali gadis itu menarik napas panjang sesuai dengan instruksi dari sang dokter. Meski sesekali masih terdengar suara batuk tapi Alhamdulillah nya tidak separah tadi. Tak lama kemudian, dokter beserta perawat itupun keluar dari ruangan setelah selesai melakukan tugasnya.

Felix mengintip sekali lagi dan terlihat si bungsu sekarang ini sedang berbaring lesu seraya menggunakan bantuan alat pernapasan yang sempat dipasang oleh dokter tadi. "Apa perlu kita membawanya ke rumah sakit aja, dok?" Gurat khawatir itu masih kentara tergambar di wajah laki-laki itu.

Gelengan singkat diisyaratkan oleh dokter tersebut. "Kondisinya tidak seburuk itu, kalian bisa lebih tenang. Kami juga sudah memberikan oksigen tambahan supaya dapat membantu mengurangi sumbatan serta membersihkan saluran pernapasannya dari banyaknya asap yang terhirup. Sekarang kita hanya perlu membiarkannya beristirahat sebentar. Tapi kemungkinan nanti pas dia bangun akan terasa sedikit pusing, jadi tolong berikan obat yang ada di atas mejanya agar mengurangi sakitnya. Untuk resepnya sudah saya tuliskan, nanti tinggal ditebus saja," lanjutnya memaparkan kondisi pasiennya.

"Beneran nggak apa-apa, dok?" Felix seakan tidak bisa percaya begitu saja atas diagnosa yang didengarnya.

"Asap yang ditimbulkan bukan dari gas beracun, hanya saja memang karena kamar mandi itu sangat tertutup hingga menyebabkan pasokan udara bersih menjadi lebih terbatas. Banyaknya asap yang terhirup membuatnya sesak, namun beruntung waktu kejadian Flo bisa mengatasinya dengan cara menelungkup di lantai dan memposisikan wajahnya kearah lobang yang ada di bawah pintu," terangnya lagi.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang