Panik

193 25 4
                                    


"SEMUANYA TENANG DAN DIAM DI TEMPAT MASING-MASING!" peringat Felix berteriak sembari berlari kecil menghampiri kerumunan, diikuti Faris, Wisnu, Genta, dan Leon. "JANGAN ADA YANG BERBICARA LAGI!" Lanjutnya dengan sorot tajam.

Keadaan menjadi hening seketika mendengar suara lantang itu. Tidak ada yang berani bersuara lagi setelahnya. Semua pandangan kini tertuju pada kakak-kakak senior mereka yang sedang berkumpul di depan sana sambil melempar tanya.

"Wisnu," Faris memberikan isyarat lewat tatapan matanya. Wisnu yang mengerti langsung mengangguk singkat kemudian bergerak memutari ruangan untuk mencari keberadaan Flo. Karena yang ada di dalam pikiran mereka sekarang ini hanya gadis itu. Mereka berharap kalau yang hilang bukanlah si bungsu.

"Bagaimana bisa ada yang pergi tanpa sepengetahuan kalian?" Ujar Leon meminta penjelasan kepada rekan-rekannya yang saat itu bertugas menjaga pintu aula.

"Gue berani sumpah, Le. Nggak ada seorangpun yang lewat di pintu setelah acara dimulai," Tutur seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit sawo matang.

"Iya, lagian pintunya kami tutup dan jaga dari luar. Nggak ada yang masuk ataupun keluar lagi," sahut yang lainnya memberikan kesaksian.

Leon mendengus kesal. "Lalu gimana caranya ada laporan satu orang menghilang? Lo pikir pake otak!" Cecar nya masih menyalahkan teman-temannya yang dinilai tidak becus dalam melakukan tugas.

Kedua orang yang menjaga pintu tadi juga sama bingungnya. Mereka tak membela diri pun tidak tahu juga harus mengatakan apa. Sebab saat itu benar-benar tidak ada yang berlalu lalang ataupun permisi pergi dari ruangan.

"Felix, segera kumpulin anak-anak dan antar mereka semua pulang. Acara kita hentikan sampai disini. Sementara yang lain bantu mencari," putus Leon, namun tidak mendapat respon. Cowok itu menolehkan wajahnya guna melirik Felix yang bergeming. "Lix!" panggilnya lagi.

Felix masih bungkam, mengabaikan Leon. Dia malah berjalan mendekati seorang cewek yang nampak tengah menangis di dekat Genta dan beberapa anak BEM lainnya. Itu adalah Hanna, sahabat dari sang adik. Celaka! Pikiran Felix semakin tidak karuan karenanya. Bergegas, dia mempercepat langkahnya.

"Hanna, dimana Flo?" Ia menarik tangan Hanna hingga cewek itu menghadap kearahnya.

"Lo tenang dulu, Lix," ucap Genta berusaha menahan Felix yang saat ini hampir lepas kendali karena khawatir, namun cowok itu malah menepisnya kasar.

"Mana Flo?" Sentak Felix tak sabaran karena bukannya langsung menjawab, Hanna malah tambah menangis.

"Felix, Flo nggak ada di sini!" Suara Faris menggema di dalam telinga Felix membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi.

"Gue nggak tahu. Tiba-tiba pas buka mata, Flo udah nggak ada disamping gue," Hanna menuturkan disela-sela tangisnya.

Felix nyaris terhuyung ke belakang saking tak percayanya mendengar kabar bahwa adik kesayangannya yang ternyata menghilang tersebut. Seolah nyawanya berhenti di sepersekian detik. Berita buruk tersebut membuatnya ingin merubuhkan satu gedung ini. Rupanya apa yang dia takutkan benar terjadi. Bodoh! Bagaimana bisa Felix lalai dalam pengawasannya sendiri. Sibuk dalam misi awal memperhatikan dan menyelidiki pak Galuh, dia sampai melupakan si bungsu.

Cowok itu tidak sanggup berkata-kata lagi selain merutuki kebodohannya. Jika sampai terjadi apa-apa kepada adiknya, Felix berjanji tidak akan mengampuni siapapun termasuk dirinya sendiri. Akan tetapi, satu yang dia tak mengerti, mengapa harus Flo? Kenapa bukan dia atau orang lain saja? Lagi-lagi sang adik yang mendapat kesusahan.

"Felix, lo harus bawa anak-anak ke bus sekolah_"

"Peduli apa, Bangsat!" Damprat Felix memotong ucapan Leon. Tatapannya penuh kemarahan yang membuat seisi aula membeku. "Adik gue hilang dan lo nyuruh gue nganter mereka pulang dengan selamat? Punya otak nggak lo, anjing!" Semburnya menggebu-gebu.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang