debat

210 22 0
                                    


Sunyi. Yang biasanya ramai kini tiba-tiba hening tanpa sebab. Sam yang baru saja pulang dari kantor nampak keheranan mendapati anggota keluarganya berubah menjadi damai adem ayem dan tenteram, tak seperti biasanya. Memang, niatnya untuk pulang lebih cepat tadi diurungkan setelah Gita mengabari tentang kondisi Felix yang sudah lebih baik. Sekarang, apakah anak-anaknya marah padanya perihal tersebut? Entahlah, Sam tidak yakin dengan itu.

Pandangannya kini terarah pada sang istri yang tengah sibuk menata aneka lauk pauk di atas meja.  Menyadari tatapan Sam, Gita pun menoleh dan langsung menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu. Makan malam akan segera dimulai dan semua orang juga sudah berkumpul di satu meja. Namun anehnya, masih tidak ada yang membuka mulut untuk sekadar saling menyapa apalagi bercanda. Mereka semua terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bahkan Felix si biang kerok pun cuman duduk anteng sambil memainkan ponselnya.

"Gimana demam kamu?" Akhirnya Sam membuka obrolan karena tak tahan menyaksikan keterdiaman yang terjadi.

"Udah mendingan, pa," jawab Felix singkat kemudian kembali memfokuskan perhatiannya pada ponsel di genggamannya.

Lagi-lagi Sam dan Gita saling melempar pandang mendengar nada suara putra keduanya itu.  "Flo," kali ini Sam beralih pada si bungsu yang tengah melamun.

"Hm," gumaman menjadi sahutan nya. Flo terlalu malas mengalihkan pandangannya dari gelas bening dihadapannya. Matanya hanya terpaku pada pantulan dirinya dengan mata sayu dan wajah yang lesu.

"Faris, Wisnu," panggil lelaki paruh baya itu disambut dengan wajah bertanya keduanya yang tengah sibuk menyantap makanan. "Ini kenapa jadi pendiam semua sih? Kalian pada berantem?" Keluhnya tak tahan lagi.

Faris mengedikan bahunya pertanda tak tahu. Dia juga bingung mengapa semua orang mengunci mulutnya. Dari tadi suara yang terdengar hanyalah obrolan ringan antara dia dan Wisnu, selebihnya menjadi pendengar saja di sana. Sampai waktu papanya pulang mereka pun tidak mengeluarkan suara apapun.

"Anjir!" Umpat Felix terkejut mendapat lemparan daun seladah tepat mengenai keningnya. "Apaan sih, Ris?" Kesalnya melirik Faris dengan raut kesal.

"Sakit lo bikin kewarasan keluarga hilang. Ngomong, bego!" Omel Faris.

Felix berdecak sebal mendengar penuturan kembarannya tersebut. "Males. Udah deh, kepala gue masih pusing ini," gerutunya tak bersemangat.

"Sudah-sudah biarkan saja, Ris. Felix masih belum enak badan. Sekarang fokus aja sama makanannya," ujar Gita menengahi.

"Pah," suara si bungsu menginterupsi atensi semua orang, termasuk Gita yang kini sudah mengambil tempat di sebelah sang suami.

Senyum Sam mengembang sempurna. Ia nampak semangat mendengar panggilan putri kesayangannya tersebut. Akhirnya ada sedikit obrolan. "Iya, sayang," jawabnya senang.

"Tadi dapet kabar dari kampus kalau bakalan ada kegiatan tambahan sebagai penutup ospeknya," lapor gadis itu dalam satu tarikan napas.

"Loh, bukannya jadwal di awal sudah selesai. Kenapa tiba-tiba dapat kegiatan tambahan? Nggak kompeten nih anggota BEM nya, buat kegiatan mendadak," ejek Sam sengaja menyinggung putra keduanya itu. Flo hanya mengedikan bahunya pertanda tak tahu.

"Leon tuh yang ngide. Felix sebagai wakil mah ikut-ikut aja," sahut cowok itu sembari menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Ciri-ciri lelaki nggak punya pendirian. Ngekor mulu kerjaan," cibir Faris menambah kompor suasana.

"Bodoamat, yang penting gue keren," timpalnya ngawur yang membuat semua orang geleng-geleng kepala.

"Katanya sakit, tapi masih aja kepedean," celetuk Wisnu terkekeh.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang