45. Rumit

64 6 9
                                    

Tiara terbangun disebuah ruangan putih, berawal dengan samar samar beriring dengan waktu semakin jelas gambar yang terserap dimatanya. Pandangannya lurus menghadap sebuah dinding dengan jam yang terus berdentang menunjukan jarum panjang di angka tiga dengan jarum panjang bersamar diangka lima.

Samar samar dentingannya terdengar, samar samar hembusan napas juga memecah keheningan didalam ruangan ini, lampunya tak begitu terang, barangkali dari tiga buah lampu hanya satu yang menyala dan memancarkan sinar, hanya sekedar memberikan pencahayaan redup didalam ruangan ini.

Tiara kehilangan anotasinya, bertanya tanya dimana ia sekarang, pukul berapa ini, ada apa yang terjadi, ini bukan ranjangnya, bukan juga kamarnya, bukan juga apartemennya. Ia tak asing  dengan apa yang tertangkap oleh lensa matanya, Tangannya meraba Kasur single bed dengan bed cover berwarna putih senada dengan dinding kamar ini, setelah beberapa saat ia baru menyadari suara suara bising berbunyi 'beep' ini lah yang sepertinya membuatnya terbangun.

Semakin lama semakin kentara, dengan sesuatu yang dipasangkan diwajahnya, jarum panjang yang terus bergerak saat ini membuatnya mudah untuk memahami, Ruangan tak asing ini adalah rumah sakit, kamar ini adalah ruang rawat, Sesuatu yang mengganjal didadanya adalah sensor electrokardiogram dan yang ada di mulutnya adalah selang intubasi.

Ia mengingat kembali, apa yang sebenarnya terjadi beberapa menit yang lalu, di Danau itu, dengan seseorang yang dalam hatinya antara ia harapkan atau ia benci. Dihadapkan dengan manusia tinggi itu seperti cambuk untuk menggebraknya dan meminta penjelasan atas apa yang sebenarnya terjadi.

"Nuca?" Ia berada bersama dengan seseorang yang ia kenal, Kevin Sanum.

"Eh, Tiara? Ngapain cantik disini? mobilnya mana?"

"Aku dari Danau"

"Jalan? Jauh dong kedaerah sini" ucap Kevin Sanum

Tatapannya ogah ogahan untuk menjawab Kevin Sanum, hanya senyum getir dan tak lepas memandangi Nuca. Seharusnya dengan tatapan maut ini, Nuca bisa tau apa yang ia inginkan.

"Boleh minta waktu ngobrol berdua?" ucapnya pada Nuca

"Boleh dong, saya balik ya cantik. Nanti kalau mau balik mending bareng Saya aja ya" Kevin sanum memasuki sebuah mobil yang berada dibelakang mobil satunya. 

Seakan akan enggan bergerak menjauh  jalannya cenderung perlahan. Nuca mendelik, melihat lihat sejauh mana ia pergi. Namun nyatanya Kevin tak pernah mau meninggalkan Nuca dengan perasaan aman dan nyaman. Kaca mobilnya yang dibuka menjadi pertanda untuk Nuca bahwa Kevin masih disini.

"Aku kasih kamu satu kesempatan"Nuca bergidik namun matanya masih melihat posisi Kevin Sanum.

"Ga- butuh" Ucapnya terbata

"Kenapa?"

"Ga! Gue emang gak suka sama lo. Tau? Kalo bukan karena Mega Proyek, kita gak akan ketemu juga kan? Lo deketin gue, karna suka sama Kevin kan?  make it profesional aja" Ucap Nuca sambil meninggalkan Tiara memasuki mobil yang paling depan. Tiara terdiam menangkap segala kalimat Nuca, Apakah ini artinya ia mengusir Tiara dari hidupnya untuk kedua kali? 

Kevin tersenyum dengan kepuasan, kemenangan. Melihat Nuca yang mampu dengan mudahnya bicara seperti itu pada Tiara. Nampak sebuah kesenangan yang menjalar sampai keurat urat nadinya. Mlihat Nuca  Menjalankan mobilnya dengan kencang ia turun melangkahkan kakinya menuju Tiara. Merangkulnya, memberikan bahunya untuk menjadi tumpuan Tiara yang kini mematung tak bergeming. 

Mengingatnya kembali seakan akan hatinya jiwanya dan perasaannya hancur berkeping keping, kenapa seakan akan Tiara murah banget minta penjelasan ke Nuca, sedangkan Nuca bisa dengan mudah buat ngehancurin Tiara. Rasanya gak sepadan dan gak adil, Nuca yang meninggalkannya gitu aja tanpa ada alasan dan kini keadaan memaksanya untuk mengerti  bahwa

REKADAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang