Gemerlap cahaya, kelap kelip lampu lampu mengisi mata manusia yang melewatinya, rintik hujan yang semakin ke barat akan semakin lebat. Jalanan cukup licin malam ini, Untung Tiara tidak perlu lagi membawa mobilnya sendiri dijalanan yang sepi ini, mungkin sudah 4 Jam keduanya mengitari Jakarta.
Berkeliling tanpa ada tujuan akan berlabuh dimana, hanya ingin merasakan kebersamaan. Obrolan obrolan yang menghiasi mobil Nuca, tak kalah tawa dan canda yang juga melingkupi seluruh percakapan. Ada kala keduanya atau Tiara lebih tepatnya dalam mode pintar, yang lagi lagi membuat Nuca terkagum.
"Be, temenin main Tenis lusa mau gak?" Tanya Nuca
"Tenis? Tenis Lapang?" Tiara melepaskan gandengan tangannya dari lengan Nuca menatap lurus pada pasangannya yang masih dalam mode nyetir.
"Iya Tenis Ra, Aneh ya?"
"Eh nggak, kaget aja"
"sering main cuma gak pernah ngajak kamu, lusa Mas Ferry ngajak main Tenis di senayan, ada Hugo sama Keisya juga"
"Kapan sih? Sore mainnya? Malem?"
"Jam 7, bisa? nanti pulang kantor aku jemput, jadi berangkatnya juga aku anter gimana?"
"Aku pake sopir kantor aja deh, nanti kamu jemput gimana?"
"Oke... eh ini ke apart kamu masuk ke sini kan? Keluar tol ini?" Tanya Nuca yang dibalas dengan anggukan pasti Tiara.
***
"Mau masuk dulu gak?" Tanya tiara sebelum menuruni mobil Nuca.
"langsung aja.. gapapa kan?"
"Gapapa dong.. be"
Kini seatbelt keduanya dilepaskan, Nuca mendekati tubuh Tiara menahannya agar tidak buru buru turun, memeluk erat tubuh Tiara, tubuh yang selalu ia rindukan sampai kapanpun, lekukan tubuh yang kini mulai Nuca hafal, wangi tubuh Tiara yang juga menempel selalu dalam hidungnya.
Nuca memberanikan diri untuk mengecup bagian dahi tiara, yang kini mulai turun ke area bibir tipis tiara, melumatnya lembut dengan kepasrahan tiara yang hanya menikmati malam yang panas ini.
Belum puas Nuca melampiaskan hasratnya menciumi Tiara, handphone nya berdering.
Gak pas banget waktunya! Batin Nuca yang masih ngefreeze kesel sambil melihat Tiara yang meraih handphone Nuca.
"Udah ya, nih telfon dari....lini, Lini siapa sih?"
"Hmm?" Mata Nuca membulat namun seerat mungkin ia menyimpan rasa kaget dan khawatirnya
"Oh.. ya, em biarin aja paling urusan kantor" ucap Nuca sembari gusar"Kali aja penting nih angkat dulu, aku turun ya sayang..."
"Bee.. kamu gapapa beneran?" Nuca melihat samar samar kebiruan dibawah bibir Tiara
"Nggapapa, jangan khawatiran gitu ah.."
"Hati hati ya bawa mobilnya kalau udah sampe kabarin aku, and thank you Nuca""Ya, makasih juga... love you be"
"Love you more.."
Segala kecemasan Nuca meleleh seiring dengan Tiara yang sudah melangkah jauh dari Nuca. Tatapannya lurus dan kini mengambil handphone miliknya, berniat untuk menelpon kembali Mahalini.
KAMU SEDANG MEMBACA
REKADAYA
أدب المراهقينKetika kebohongan yang kembali mencuat, ia seperti sebuah heroin.. mengikat dan membunuh. Namun cinta, ia memberi segalanya baik canda atau tangis. Tiara Aruna Nararya seorang wanita kuat, sangat independen, namun ada hal yang menjadi kelemahannya...