37. Healing

53 6 25
                                    

Kembali ke kamar yang mengitari zona nyaman Tiara di rumah Joglo kedua orang Tuanya. Semenjak perginya Nuca yang entah kemana, Tiara mudah banget nangis sendiri selama 3 jalan 4 bulan terakhir ini. selama ini juga Tiara memilih untuk menghindari kamar ini, kamar yang menjadi tempat nomor dua untuk menampung air mata, selain itu emang pengen ngehindari Bunda dan Papa nya.

Tiara tau persis bahkan dinding dinding kamar ini, atau bahkan cicak yang kerap kali lewat suka bisikin apapun kejadian yang terjadi ke telinga papanya, dari situ Tiara percaya banget kalau Nararya ini adalah intelejen yang paling berbakat dan bakatnya udah mendarah daging sampai ke dalam sumsum tulang belakangnya.

Gak ada yang bisa Tiara sembunyiin dari Nararya, kapanpun dan dimanapun papanya berada rahasia itu entah kenapa bisa aja dibongkar oleh Nararya. Kaya kejadian hasil check up Tiara beberapa bulan yang lalu, Nararya manggil tiara buat disidang diruang tengah dan berakhir dengan nangis nangisan antara Bunda dan Tiara.

Sebenernya semenjak sidang terakhir di rumahnya, Papa tiara menjadi lebih protektif terhadap anak perempuan-nya ini. Gak mau lagi kecolongan, dan harus banget tau apapun masalah anaknya. Tapi masalah galaunya ini dia memutuskan untuk mendam semuanya sendiri dalam artian minta buat gak diungkit, minta buat gak ditanya, dan minta buat dia nyelesain masalahnya sendiri, Tak perlu Nararya.

But! sudah tidak mungkin kalau Nararya tidak tau, toh Mba Dian atau keisya bisa saja cerita tentang kondisi Tiara saat itu, hal yang membahayakan hidupnya kerap kali ia biarkan itu semua terjadi, baginya kehidupan yang saat itu tak memberikan apapun selain rasa sepi dan kesendirian.

Gak nutup kemungkinan Tiara yang memutuskan menyimpan kesendiriannya itu untuk dirinya, bikin hatinya kosong dan sepi berkelanjutan. Bulan bulan pertama adalah bulan terberat buat dia, suatu saat di minggu kelima perginya Nuca yang juga diikutin dengan perginya Rocky kucing kesayangannya, hatinya hancur gak bersisa. Sebetulnya Ziva, Samuel, Keisya bahkan Mba Dian dan Mas Angga juga berusaha buat bikin Tiara bangkit lagi.

Bagi Tiara minggu minggu itu adalah minggu yang paling menyedihkan ditahun ini. Terlepas dengan banyaknya kerjaan sebelum bos nya dateng dari singapura karna kali ini dia harus bisa menghandle kerjaan seorang Direktur Operasional dan juga Mr.Kevin yang terus terusan neror Tiara buat ngajak makan malem dan juga pengen ketemu diluar jam kerja, namanya juga buaya buaya berjas mah beda.

Bulan pertama itu diisi dengan jadwal rutin berupa diomelin Dokter Alvin yang nanganin penyakitnya dia gara gara tiap minggu ada aja kolapsnya Tiara, Jadwal lainnya adalah diomelin Nararya karna tiap minggu juga orang tua Tiara dibuat khawatir sama Tiara. Bukan tanpa alasan Tiara sendiri yang minta kerjaannya terus ditambah didukung dengan adanya kerjaan yang bertubi tubi datang double kill deh tumpukan kerjaan Tiara.

"Ti, cukup dong.. mau ngerjain sebanyak apa lagi?"
Tanya Dian di depan ruangan Tiara tatapannya miris melihat Tiara yang kian hari kian pucat dan tak berisi macam pasien anoreksia.

Jemari tiara terhenti namun netra nya menatap lurus ke arah monitor, tanpa ada nada yang keluar selama beberapa saat. Namun Dian masih setia menunggu jawaban Tiara.

"Sampai Nuca hilang dari pikiranku" ucapnya dengan tatapan kosong. Kini berusaha kembali mengisi beberapa form.

"Kita pulang ya? Udah malem, laptop sama kerjaan kamu disimpen dikantor aja jangan dibawa pulang biar kamu istirahat" ucap Dian kini mulai mendekat sedang Tiara tertawa kecil dengan nanar.

"Cuma dengan cara ini aku bisa lupa dengan semua hal yang meninggalkan aku sendiri, cuma dengan ini Mba" mata Tiara mulai memerah, dengan tumpukan air mata yang kembali bertengger di kelopak matanya.
"Awhh" Tiara mengerang memegangi dadanya dengan kuat.

REKADAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang