“Gantian aku yang cerita dong! Aku juga mau cerita ke Kakak wartawan.”
Ah, kau ini ganggu banget, deh. Biar aku saja yang cerita.
“Ceritamu ngebosenin.”
Hah? Apa kau bilang?
“Benar kan, Kak. Yang Dee ceritain itu ngebosenin semua? Aku saja sampai ngantuk dengerinnya.”
Kau pulang, tidur saja sana kalau ngantuk.
Enak saja, aku masih mau main, tahu.
....
“’Apa Erika berlatih serius untuk dramanya?’ tanya Kakak?”
Kenapa kakak tanya begitu?
“Menurut Kakak, Erika nggak berlatih serius? Itu sebabnya Alice marah dan nglakuin hal jahat itu?
Itu konyol.
“Menurutku bukan begitu deh, Kak.”
Walaupun Erika memang sulit diajarin, tapi menurutku aktingnya nggak jelek-jelek amat sewaktu latihan. Iya kan, Doo?
“Iya, iya. Asal Kakak tahu saja, kami ini yang meranin saudara tiri Cinderella, lho. Anastasia sama Drizella. Jadi kami banyak latihan dialog bareng Erika.”
Dan walaupun awalnya Erika kaku banget waktu akting, tapi habis latihan berminggu-minggu, dia jadi lumayan lancar. Bagus kok.
“Tapi, ya, ngelatih Erika itu susah. Bu Andrea saja kadang sampai marah-marah ke dia.”
Kasihan.
“Alice juga kadang bantu ngelatih Erika, kok.”
Oh ya, aku baru ingat. Sini-sini, aku ceritain....
“Hei!”
Apa?
“Gantian dong, sekarang giliranku yang cerita.”
Aduh, padahal lebih seru kalau aku yang cerita.
“Kata siapa?”
Kataku barusan. Memangnya kau nggak dengar, ya?
....
“Tuh, Kakak wartawan itu bilang kalau sebaiknya gantian. Dengerin, tuh!”
Iya, iya, terserah kamu saja deh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ONCE UPON AN ALICE (END)
Mystery / ThrillerDalam proses revisi Seorang anak SD bernama Erika Hatcraft ditemukan meninggal dengan luka memar di kepala. Alice Redheart ditetapkan sebagai pelakunya. Sidik jari gadis kecil itu tertinggal di permukaan tongkat baseball yang berdarah. Alice tidak...