Putri Kesayangan 2

51 24 10
                                    

Astaga. Anda lagi?

Apa Anda belum puas mengganggu waktu saya kemarin?

Saya ini bukan hewan ternak yang bisa terus Anda perah cuma untuk media tidak penting yang haus informasi saja, lho.

Saya juga punya privasi yang harus saya jaga di sini.

Bagaimana hubungan saya dengan Nyonya Hatcraft?

Apa Anda tidak mengerti apa yang saya katakan? Saya menolak untuk bicara. Anda tidak bisa memaksa saya.

Bagaimana perasaan saya ketika tahu peran Cinderella Alice digantikan oleh Erika?

Anda ini... sampai sejauh mana Anda tahu tentang kasus ini? Apa Anda mewawancarai semua guru yang ada di sekolah itu? Benar-benar... saya tidak....

Jadi begitu, Anda menduga saya sakit hati karena Alice, putri saya, tidak mendapatkan peran utama itu?

Saya sakit hati, memang. Sebagai seorang Ibu, tentu saja saya merasakan hal itu. Bisa Anda bayangkan, anak kecil seperti Alice, yang sudah mengharapkan peran itu sejak dulu, yang pertama kali menawarkan diri untuk menjadi CInderella, yang dengan ceria menceritakan bagaimana senangnya dia kalau membayangkan memakai gaun di atas panggung. Alice menginginkannya, memimpikannya setiap malam. Tapi, hanya dengan satu permintaan egois dari seorang ibu tidak tahu diri itu, kebahagiaan Alice direnggut.

Saya ingin memprotesnya, karena itu saya datang ke sekolah, menemui Bu Andrea. Saya tidak terima. Saya merasa telah dikhianati. Sekolah mengkhianati putri saya. Kenapa Alice harus rela menyerahkan peran impiannya itu untuk seseorang seperti Erika? Jawabannya benar-benar membuat saya ingin tertawa.

Nyonya Hatcraft tidak ingin Erika, putrinya itu, mendapat peran menjadi pohon-pohonan.

Betapa konyolnya itu. Saya pikir, untuk anak pemalu seperti Erika, itu sudah peran yang paling cocok untuknya. Saya tidak bermaksud merendahkan, tapi menurut saya permintaan Nyonya Hatcraft itu terlalu tinggi. Erika sama sekali tidak cocok mendapat peran utama, sebagai seorang ibu, seharusnya Nyonya Hatcraft tahu itu. Dia terlalu memaksa.

Saya ingin Alice mendapat perannya kembali, seperti semula. Seperti yang seharusnya.

Namun, Bu Andrea tidak mengizinkan adanya perubahan peran lagi. Wanita berumur tiga puluh tahunan itu tidak menyetujuinya. Dia malah bilang kalau Alice sendiri yang menginginkan perannya diganti. Kebohongan macam apa itu? Bu Andrea juga bilang, daripada menjadi Cinderella, Alice lebih suka kalau dia yang menjadi pengiring, memainkan piano.

Saya tidak percaya. Tapi, ternyata itu benar. Ketika saya bertanya kepada Alice sendiri, putri saya itu membenarkan. Dia ingin memberikan peran itu kepada Erika, sama seperti yang dijelaskan Bu Andrea. Saya tidak mengerti kenapa Alice melakukan itu. Saya sempat mengira ada unsur paksaan, entah dari Erika atau dari ibunya, tapi Alice membantah itu semua dengan tegas.

Berbeda dengan kesan pertama saya melihat Erika, sejak awal saya tidak terlalu suka dengan Nyonya Hatcraft. Wanita itu penjilat, mendekati saya dengan maksud-maksud tertentu. Waktu rapat wali murid, pembagian rapor, atau pentas seni sebelum-sebelumnya, dia selalu seenaknya duduk di samping saya, lalu sok akrab, mengajak saya bicara ini-itu. Saya tidak nyaman lama-lama berada di dekatnya.

Kalau saja bukan karena Erika yang berteman dekat dengan Alice, mungkin sejak dulu saya sudah mengungkapkan ketidaknyamanan saya kepada ibu-ibu satu itu.

Demi Alice, saya berusaha berhubungan baik dengan Nyonya Hatcraft.

Hari itu, saya duduk di samping Nyonya Hatcraft juga?

Maksud Anda, hari pentas seni itu?

 Iya, Nyonya Hatcraft datang, duduk kursi di sebelah saya. Saya tidak bisa fokus pada penampilan murid-murid karena dia terus berkomentar, “Ah, tariannya bagus, ya.” , “Anak berambut pendek yang ada di ujung itu lucu juga, ya.” , “Wah, nyanyiannya merdu.” , “Lagunya enak juga.” , “Mereka semua pasti berlatih keras.” Setiap kali Nyonya Hatcraft mengomentari sesuatu, saya terpaksa menoleh, mengangguk, tersenyum, mengiyakan setiap perkataannya. Menyebalkan.

ONCE UPON AN ALICE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang