Saya tidak menyangka Anda akan kembali secepat ini.
Maaf, saya belum mau membicarakannya. Saya tidak ingin memutar kembali kejadian hari itu dalam kepala saya. Tolong, mengertilah dengan keadaan saya saat ini, dan tinggalkan saya sendiri.
***
Sama seperti Nyonya Redheart, saya juga punya hak untuk diam. Anda tidak bisa memaksa saya untuk menceritakan semuanya. Jadi jangan ganggu saya dan biarkan Erika beristirahat dengan tenang.
***
Maaf menelepon malam-malam. Saya Marie Hatcraft, saya yakin Anda masih ingat, saya ibu dari Erika Hatcraft. ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda. Apa Anda bisa datang ke rumah saya? Besok, mungkin?
Terima kasih.
***
Maaf, atas perlakuan saya tempo hari. Padahal Anda sedang hamil, dan sudah repot jauh-jauh datang ke sini. Saya harap Anda tidak tersinggung dan memendamnya dalam hati.
Saya hanya... masih belum rela. Saya masih terpukul atas kepergian putri saya, Ibu macam apa yang tidak terpukul saat mengetahui anak yang disayanginya sepenuh hati tiba-tiba tewas mengenaskan.
Erika masih sangat kecil. Dia bahkan belum mengalami menstruasi pertamanya. Belum merasakan bebasnya masa remaja. Belum pernah merasakan rasanya jatuh cinta. Cinta pertama. Masih banyak hal yang belum Erika rasakan. Masih banyak hal yang ingin saya ajarkan untuknya. Saya ingin mengajarinya membuat banyak roti. Saya sempat berpikir akan menuliskan buku resep untuknya. Saya ingin melihat Erika memakai seragam SMP yang lucu, juga seragam SMA yang trendy. Saya ingin melihatnya tumbuh tinggi, cantik, dan tidak lagi pemalu. Dan mungkin sebagai kebahagiaan terakhir seorang ibu, saya ingin melihat putri saya itu memakai gaun pernikahannya, memulai kehidupan bahagia bersama pasangannya kelak.
Sayangnya, Erika sudah tidak ada.
Keinginan saya tidak akan pernah terkabul. Bintang jatuh, lilin ulang tahun, koin di dasar kolam air mancur, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa membuat harapan saya menjadi nyata. Tidak ada. Erika sudah tidak ada. Putri kesayangan saya sudah tidak mungkin bisa kembali. Ketika saya memikirkan hal itu, dunia yang saya tinggali ini semakin terasa kosong.
Maaf, sebenarnya saya masih tidak ingin membicarakan hal ini dengan Anda. Saya masih tidak sanggup.
Saya belum siap. Namun, kemarin saat makan malam, suami saya berkata kepada saya. “Tulis saja,” katanya. “Aku tahu kau ingin menceritakan semuanya ke wartawan itu, Marie.”
Di seberang meja makan, saya menunduk, tidak berani menatap pria itu. Saya sudah tidak tahu apa saya masih layak dipanggil ibu. Apa saya masih layak menjadi istri untuk suami saya. Saya takut semuanya menghilang, seperti Erika yang meninggalkan saya.
Saya tidak bisa memegang sendok atau garpu dengan benar. Tangan saya gemetar, menahan air mata. Saya dengar suara kursi yang berderit. Suami saya akan pergi meninggalkan saya juga, saya mengira seperti itu. Akan tetapi, saya merasakan sepasang lengan melingkari pundak saya. Suara napasnya dekat dengan telinga saya. Saya merasakan aroma tubuhnya yang menenangkan. Pria yang saya cintai itu, saya ingin lebih. Saya ingin menangis keras-keras di pelukannya. Jadi, saya tarik tubuh suami saya itu lebih dekat, lebih erat, seolah saya menarik tubuh Erika keluar dari kegelapan.
“Tidak apa-apa,” bisik suami saya, begitu dekat di telinga. “Seperti yang sering kau lakukan dulu, kalau ada yang mengganggu, tulis saja di diary.”
Pria itu memang orang yang paling mengerti saya. Saya baru ingat, karena itulah saya bersedia menikah dengannya.
Sepanjang malam itu kami habiskan di kamar Erika. Saya tidur meringkuk di ranjang Erika yang kecil, suami saya tidur memeluk saya. Kami seperti di dalam kepompong, berbalut selimut yang mengeluarkan aroma sampo stroberi anak-anak. Kami bersiap untuk pergi ke dunia yang baru. Dunia yang sepi tanpa putri saya di dalamnya.
Saya menulis semuanya di buku ini. Saya ingin media dan orang-orang mengetahui yang sebenarnya. Saya ingin menceritakan secara lengkap, semua yang saya tahu tentang kasus ini. Tentang putri saya, Erika. Juga tentang iblis yang bernama Alice.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ONCE UPON AN ALICE (END)
Mystery / ThrillerDalam proses revisi Seorang anak SD bernama Erika Hatcraft ditemukan meninggal dengan luka memar di kepala. Alice Redheart ditetapkan sebagai pelakunya. Sidik jari gadis kecil itu tertinggal di permukaan tongkat baseball yang berdarah. Alice tidak...