Tetangga Hatcraft 3
Bagaimana hubungan saya dengan keluarga Hatcraft?
Maaf? Oh, Anda ini wartawan? Pantas saja, saya pikir saya pernah melihat Anda di mana gitu. Saya ingat, saya ingat. Sejak kejadian menyedihkan itu, akhir tahun lalu, memang banyak wartawan yang datang ke rumah keluarga Hatcraft, dari bermacam-macam media. Saya ingat, saya pernah tidak sengaja melihat Anda yang diusir keluar oleh Catherine saat siang hari.
Ah, begitu. Catherine waktu itu tidak sanggup menceritakan hari kematian anaknya. Saya bisa membayangkan. Berat, memang. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan seandainya saya berada di posisi yang sama seperti Catherine saat itu. Catherine orang baik, saya meminta maaf atas apa yang sudah dia perbuat pada Anda. Tolong, mengerti dengan keadaannya.
Sudah tidak apa-apa? Ah, Catherine sudah minta maaf dan bersedia melanjutkan ceritanya sampai selesai? Baguslah kalau begitu. Walaupun melalui diary, saya senang dia bisa mencurahkan kesedihannya.
Lalu, apa yang Anda butuhkan dari saya? Saya pikir Catherine sudah menjelaskan semuanya pada kepolisian dan wartawan.
Bagaimana hubungan saya dengan Catherine Hatcraft?
Apa Anda benar-benar membutuhkan informasi seperti itu? Wartawan lain yang bertanya kepada saya kebanyakan hanya bertanya tentang putri Catherine, Erika, bagaimana anak itu tumbuh, bagaimana anak itu dididik, perasaan saya ketika tahu anak itu sudah tidak ada. Namun, kalau Anda tetap ingin tahu, saya mungkin bisa sedikit bercerita.
Selain bertetangga, saya sejak kecil juga sudah berteman dekat dengan Catherine. Cathy, saya biasa memanggilnya begitu. Bukan bermaksud sombong atau membesar-besarkan diri, tapi bisa dibilang, saya yang paling mengerti dengan perasaannya. Anda tahu, seperti sepasang sahabat yang saling mengenal luar dalam, begitulah hubungan saya dengan Cathy.
“Bagaimana masa kecilnya?” tanya Anda?
Masa kecil Cathy, saya pikir sama seperti anak-anak pada umumnya. Walaupun sedikit pendiam, Cathy suka menghabiskan waktunya dengan bermain. Anda tahu supermarket yang ada di seberang jalan itu? Dulu, sebelum dibangun, ada lapangan kecil di sana. Banyak anak laki-laki dari kompleks ini maupun kompleks sebelah yang main di tempat itu. Sering kali mereka bermain sepak bola, tapi ada hari di mana mereka memainkan permainan yang lain juga seperti kejar-kejaran atau petak umpet.
Saya dan Cathy juga sering main di sana. Lapangan itu tidak terlalu luas, cenderung panas dan gersang karena cuma lapangan tanah. Satu-satunya yang membuat kami nyaman berada di tempat itu mungkin pohon jambu yang berada di sudut lapang. Kami sering duduk, berteduh di bawahnya, mengobrol sambil menyaksikan para anak laki-laki itu mengoper bola dari yang satu ke yang lainnya. Tidak jarang juga kami membawa mainan kecil, seperti bola bekel atau lompat tali.
Ah, masa itu benar-benar menyenangkan. Waktu mengalir cepat. Sayang, lapangan itu sudah tidak ada. Tempat itu pernah menjadi tempat pelarian dan persembunyian Cathy dari pamannya. Walaupun sekarang ada lapangan dan taman baru yang di bangun di belakang kompleks, tapi tempat itu jauh berbeda.
“Tempat persembunyian dari pamannya?” tanya Anda?
Ah, maaf. Apa saya belum bilang kalau Cathy itu yatim piatu? Belum, ya.
Orang tua Cathy meninggal karena kecelakaan pesawat sejak Cathy masih berumur sekitar sepuluh atau sebelas tahun, masih SD, pokoknya. Dia akhirnya harus dirawat oleh pamannya yang pemabuk, satu-satunya kerabat Cathy yang tersisa. Cathy yang malang, tapi mau bagaimana lagi, dia tidak punya pilihan lain selain tinggal serumah dengan orang itu.
“Apa Catherine disiksa oleh pamannya itu?” tanya Anda?
Disiksa? Tidak. Kata itu terlalu berlebihan. Cathy tidak disiksa seperti dipukuli atau dipaksa bekerja. Hanya saja, paman Cathy itu bermulut kasar. Pria itu suka membentak-bentak dan kalau sudah mabuk berat, dia akan marah-marah sendiri. Saya tidak tahu kenapa pria itu bisa mendapat hak asuh, dilihat dari mana pun dia tidak layak. Saya bahkan tahu kalau pria itu sama sekali tidak menyayangi Cathy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONCE UPON AN ALICE (END)
Mystery / ThrillerDalam proses revisi Seorang anak SD bernama Erika Hatcraft ditemukan meninggal dengan luka memar di kepala. Alice Redheart ditetapkan sebagai pelakunya. Sidik jari gadis kecil itu tertinggal di permukaan tongkat baseball yang berdarah. Alice tidak...